Kamis, 25 Oktober 2012

Malam Nuzulul Quran

Al-Quran turun pada malam Lailatul Qadr bukan Malam ‘Nuzulul Quran’ 17 Ramadhan



Ketika memasuki malam yang ke 17 di bulan Ramadhan sebagian kaum muslimin dan masjid-masjid mulai diadakan peringatan turunnya al-Quran pertama kali yang disebut malam peringatan Nuzulul Quran. Hal ini juga ‘terkesan’ dikuatkan dengan catatan kaki dalam “al-Quran dan Terjemahnya” surat adh-Dhukhan ayat 3.

إِنَّآ أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ

Sesungguhnya kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi[1369] dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.
[1369] malam yang diberkahi ialah malam Al Quran pertama kali diturunkan. di Indonesia umumnya dianggap jatuh pada tanggal 17 Ramadhan.
Keyakinan ini bertentangan dengan firman Allah subhanahu wa ta’alaa dalam surat al-Qadr ayat pertama:

إِ نَّآ أَنْزَلْنَهُ فِى لَيْلَةِ الْقَدْرِ


“Sesungguhnya kami Telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan[1593].”
[1593] Malam kemuliaan dikenal dalam bahasa Indonesia dengan malam Lailatul Qadr yaitu suatu malam yang penuh kemuliaan, kebesaran, Karena pada malam itu permulaan Turunnya Al Quran.
Ayat diatas dengan jelas bahwa al-Quran diturunkan pada malam kemulian (Lailatul Qadar) dan juga Terlihat jelas bahwa catatan kaki untuk ayat di atas dalam “al-Quran dan Terjemahnya” juga menjelaskan bahwa malam permulaan turunnya al-Quran adalah pada malam tersebut. Sekarang yang menjadi pertanyaan, kapan terjadinya malam Lailatul Qadar, malam dimana al-Quran itu turun ? apakah benar pada 17 Ramadhan seperti yang selama ini oleh sebagian kaum muslimin Indonesia mempertingatinya ?

Nabi shallahu’alaihi wa sallam pernah mengabarkan kepada kita tentang kapan akan datangnya malam Lailatul Qadar. Beliau pernah bersabda:
“Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan” (Hadits Riwayat Bukhari 4/225 dan Muslim 1169)
Beliau shallahu’alaihi wa sallam juga bersabda:
“Berusahalah untuk mencarinya pada sepuluh hari terakhir, apabila kalian lemah atau kurang fit, maka jangan sampai engkau lengah pada tujuh hari terakhir” (Riwayat Bukhori dan Muslim)
Dengan demikian telah jelas bahwa lailatul qadar terjadi pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan yaitu pada malam-malam ganjilnya 21, 23, 25, 27 atau 29. Maka gugurlah keyakinan sebagian kaum muslimin yang menyatakan bahwa turunya al-Quran pertama kali pada tanggal 17 Ramadhan.
Jika ada yang berargumen, “Tanggal 17 Ramadhan yang dimaksud adalah turunnya al-Quran ayat pertama ke dunia kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam yaitu surat al-‘Alaq  ayat 1-5, sedangkan Lailatul qadar pada surat al-Qadar adalah turunnya al-Quran seluruhnya dari lauhul mahfudz ke Baitul Izzah di langit dunia !!?”.
Maka jawabnya: Benar, bahwa turunnya al-Quran yaitu pada Lailatul qadar seperti yang tertuang dalam surat al-Qadar adalah turunnya al-Quran dari Lauhul Mahfudz ke Baitul Izzah di langit dunia, dan setelah itu al-Quran diturunkan secara bertahap selama 23 tahun. Seperti perkataan Ibnu Abbas radliyallahu’anhu dan yang lainnya ketika menafsirkan QS. Ad-Dukhon ayat 3:
“Allah menurunkan al-Quran sekaligus daru Lauh Mahfudz ke baitul izzah (rumah kemuliaan) di langit dunia kemudian Allah menurunkannya secara berangsur-angsur sesuai dengan berbagai peristiwa selama 23 tahun kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.” (Tafsir Ibnu Katsir 8/441)
Tetapi apakah ini menjadikan bahwa benar nya pendapat bahwa turunnya ayat pertama (QS. Al-‘Alaq: 1-5) kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam adalah 17 Ramadhan ?? mari kita simak pembahasan dibawah ini.
Pendapat bagus syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarokfury di Kitab Sirohnya tentang kapan awal permulaan wahyu
Dalam kitab siroh beliau, beliau menjelaskan bahwa memang ada perbedaan pendapat diantara pakar sejarah tentang kapan awal mula turunnya wahyu, yaitu turunnya surat Al-Alaq: 1-5. Beliau menguatkan pendapat yang menyatakan pada tanggal 21. Beliau mengatakan:
“Kami menguatkan pendapat yang menyatakan pada tanggal 21, sekalipun kami tidak melihat orang yang menguatkan pendapat ini. Sebab semua pakar biografi atau setidak-tidaknya mayoritas di antara mereka sepakat bahwa beliau diangkat menjadi Rasul pada ahari senin, hal ini diperkuat oleh riwayat para imam hadits, dari Abu Qotadah radliyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah ditanya tentang puasa hari senin. Maka beliau menjawab,
“Pada hari inilah aku dilahirkan dan pada hari ini pula turun wahyu (yang pertama) kepadaku.”
Dalam lafdz lain disebutkan, “Itulah hari aku dilahirkan dan pada hari itu pula aku diutus sebagai rasul atau turun wahyu kepadaku”
Lihat shahih Muslim 1/368; Ahmad 5/299, Al-Baihaqi 4/286-300, Al-Hakim 2/602.
Hari senin dari bulan Ramadhan pada tahun itu adalah jatuh pada tanggal 7, 14, 21, dan 28. Beberapa riwayat yang shahih telah menunjukkan bahwa Lailatul Qodar tidak jatuh kecuali pada malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Jadi jika kami membandingkan antara firman Allah, “Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Quran) pada Lailatul Qodar”, dengan riwayat Abu Qotadah, bahwa diutusnya beliau sebagai rasul jatuh pada hari senin, serta berdasarkan penelitian ilmiah tentang jatuhnya hari senin dari bulan Ramadhan pada tahun itu, maka jelaslah bagi kami bahwa diutusnya beliau sebagai rasul jatuh pada malam tanggal 21 dari Bulan Ramadhan. (Lihat Kitab Siroh Nabawiyyah oleh Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarokfury Bab Di Bawah Naungan Nubuwah, hal. 58 pustaka al-Kautsar)
Maka jelaslah bahwa pendapat kapan al-Quran turun, baik al-Quran turun dari Baitul Izzah ke langit dunia atau dari langit dunia ke Rasulullah keduanya  saling melengkapi, dan bukan terjadi di 17 Ramadhan. Wallahu’alam.
Yang bisa dipetik dari pembahasan di atas
  1. Al-Quran diturunkan pada malam lailatul qadar bukan pada malam yang dikenal dengan malam ‘Nuzulul Quran’ yang bertepatan pada tanggal 17 Ramadhan.
  2. Lebih khusus lagi bahwa turunnya wahyu kepada Rasulullah shalallallahu’alaihi wa sallam yang pertama adalah 21 Ramadhan, seperti pendapat syaikh Shafiyyurahman.
  3. Peringatan Nuzulul Quran 17 Ramadhan dengan dzikir tertentu dan bentuk pengajian khusus adalah bentuk peringatan yang tidak pernah ada landasannya dari al-Quran dan Hadist Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam, sehingga termasuk dalam perkara bid’ah.
  4. Lailatul qadar terjadi pada sepuluh malam terakhir yang ganjil dibulan Ramadhan.
  5. Peringatan lailatul qadar pada malam 27 Ramadhan (atau malam ganjil lainnya) dengan suatu pengajian khusus juga merupakan bid’ah karena Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam tidak pernah memperingatinya melainkan beliau shallahu’alahi wa sallam menghidupkan malam tersebut dengan qiyamul lail dan memperbanyak doa.
  6. Himbauan kepada para penanggung jawab “al-Quran dan Terjemahnya” agar meluruskan catatan kaki atau takwil-takwil dari ayat suci al-Quran yang hanya merupakan anggapan-anggapan yang tidak berdalil atau bahkan tafsiran/takwil yang bathil.

Big Bang dalam Al quran



Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
أولم يري الذين كفروا أن السموات والأرض كانتا رتقا ففتقناهما
Artinya: “Tidakkah orang-orang kafir memperhatikan bahwa langit dan bumi dahulu adalah satu kesatuan kemudian Kami pisahkan keduanya..”(Qs Al Anbiya: 30)
- Dalam kitab ‘Lisanul Arab’ Ibnu Manzur berkata:
رتقا: الرتق ضد الفتق (Rataq / menyatu) adalah anonim dari fataq (berpisah)

Pemahaman para Ahli Tafsir:
Imam Razi dalam tafsirnya mengatakan tentang firman Allah yang berbunyi:
أولم يري الذين كفروا أن السموات والأرض كانتا رتقا ففتقناهما
Para Ahli tafsir berbeda pendapat tentang maksud dari ‘Rotaq‘ dan ‘Fataq‘ pada beberapa pandangan:
Peristiwa The Big Bang (Ledakan Besar Alam)Pertama: Perkataan Al Hasan, Qotadah, Said bin Jubair, dari riwayat Ikrimah dari Ibnu Abbas radiyallahu anhu bahwa maknanya adalah bahwasanya langit dan bumi dahulunya adalah satu dan saling melekat satu sama lain. Lalu Allah memisahkan keduanya dan mengangkat langit sebagaimana yang kita lihat sekarang. Sementara bumi tetap pada keadaannya semula. Pendapat ini seolah menyiratkan bahwa penciptaan bumi lebih dahulu dilakukan daripada penciptaan langit. Ini karena Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika memisahkan keduanya, membiarkan bumi tidak berubah posisi dan meninggikan bagian-bagian langit.
Ka’ab berkata: “Allah menciptakan langit dan bumi dengan keadaan melekat kemudian menciptakan angin yang menjadi peniup posisi keduanya, lalu terpisahlah keduanya.”

Kedua: Pendapat Abu Shalih dan Mujahid, bahwa makna ayat di atas adalaha bahwa langit-langit itu tinggi, makanya dijadikan ia tujuh lapis. Demikian pula halnya dengan bumi.


Ketiga: Pendapat Ibnu Abbas, Al Hasan dan mayoritas ahli tafsir bahwa langit dan bumi dahulunya menyatu dengan kuat. Lalu Allah pisahkan langit dengan hujan dan bumi dengan tumbuh-tumbuhan dan pohon. Pendapat ini menguatkan dengan dalil:
والسماء ذات الرجع والأرض ذات الصدع (QS Ath Thariq:11-12)
Mereka mentarjih (menguatkan) pendapat ini dari pendapat pertama dengan dalil:
وجعلنا من الماء كل شيء حي

Keempat: Pendapat Abu Muslim Asfahani: Boleh-boleh saja makna ‘Fataq‘ itu adalah meng-adakan dan menampakkan, seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
فاطر السموت والأرض
قال بل ربكم رب السموت والأرض الذي فطرهن

Dalam ayat di atas disebutkan ‘meng-adakan‘ dengan lafaz ‘fataq‘. Dan keadaan sebelum ijad (meng-adakan) dengan lafaz ‘rotaq‘.
Imam Razi mengatakan: Sebenarnya yang nama tidak ada itu dinafikan. Sehingga ia tidak memiliki zat yang istimewa dan jenis-jenis yang bertolak belakang. Bahkan seolah-olah ia adalah hal yang satu dan serupa. Maka apabila hakikatnya ada, maka ketika wujud dan terbentuk bagian yang satu akan memiliki keistimewaan dari yang lain dan terpisah antara yang satu dengan yang lain. Dengan pandangan seperti inilah pantas mengartikan ‘rotaq‘ sebagai majaz dari sesuatu yang tidak ada dan ‘fataq‘ dari sesuatu yang ada.
Imam Thabari mengatakan ketika mentafsirkan ayat ini, katanya:
Yakni Kami naikkan keduanya dan Kami renggangkan keduanya.

Kemudian ahli ta’wil berbeda pendapat tentang makna ‘penyifatan Allah mengenai langit dan bumi’ dengan lafaz ‘rotaq‘. Bagaimana ‘rataq‘ dan apa pula makna ‘fataq‘?
Sebagian mereka mengatakan: Maksudnya adalah bahwa langit dan bumi dahulunya saling menempel, lalu Allah pisahkan keduanya dengan udara. Ini adalah ucapan Ibnu Abbas, Al Hasan dan Qotadah.

Yang paling berpendapat: Maknanya adalah bahwa langit dahulunya itu tidak menurunkan hujan. Demikian pula bumi tidak menumbuhkan apa-apa. Lalu langit dipisahkan dengan hujan dan bumi dengan tumbuh-tumbuhan. Ini riwayat dari Ikrimah, Athiyyah dan Ibnu Zaid.

Abu Ja’far Ath Thabari berkata: Pendapat yang terkuat dari sekian pendapat di atas adalah pendapat yang mengatakan bahwa arti ayat di atas adalah Tidakkah orang-orang kafir memperhatikan bahwa langit dan bumi dahulunya menyatu dari kombinasi hujan dan tumbuh-tumbuhan, lalu Kami pisahkan langit dengan air hujan dan bumi dengan tumbuh-tumbuhan. Alasan kami ini kami katakan melihat dalil yang menguatkannya yakni firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berbunyi: وجعلنا من الماء كل شيء حي (Dan Kami jadikan dari air segala sesuatu itu hidup) Qs Al Anbiya: 30.
Qurthubi juga mentarjih pendapat ini dalam tafsirnya.

Wallahu a’lam bish shawab

Tanda-Tanda Malam Lailatul Qodar


Lailatul Qadar atau Lailat Al-Qadar adalah satu malam yang penting yang terjadi pada bulan ramadhan. Al-Qur’an menyebut malam ini sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan. Inilah satu malam yang sangat sakral, dimana kitab suci Al-Qur’an diturunkan malam ini sebagai pedoman hidup ummat manusia.

Syaikh Salim Bin Ied Al Hilaly dan Syaikh Ali Bin Hasan Bin Ali Bin Abdul Hamid dalam laman Suara Al Qur'an menyebutkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meriwayatkan bahwa malam lailatul qadar terjadi pada malam antara tanggal 21, 23, 25, 27, 29 dan akhir malam bulan Ramadhan. Pendapat-pendapat yang ada berbeda-beda. Imam Al Iraqi dalam risalahnya 'Syarh Shadr bidzkri Lailatul Qadar', membawakan perkatan para ulama;

Imam Syafi’i berkata, “Menurut pemahamanku, wallahu a’lam, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab sesuai yang ditanyakan, ketika ditanyakan kepada beliau,Apakah kami mencarinya di malam hari?”, beliau menjawab, “Carilah di malam tersebut.”. (Sebagaimana dinukil al Baghawi dalam Syarhus Sunnah 6/388).

Pendapat yang paling kuat, terjadinya malam Lailatul Qadr itu pada malam terakhir bulan Ramadhan, berdasarkan hadits ‘Aisyah radiyallahu ‘anha, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dan beliau bersabda, (yang artinya) “Carilah malam Lailatur Qadar di (malam ganjil) pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.

Jika seseorang merasa lemah atau tidak mampu, janganlah sampai luput dari tujuh hari terakhir, karena riwayat Ibnu Umar (dia berkata): Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Carilah di sepuluh hari terakhir, jika tidak mampu maka jangan sampai terluput tujuh hari sisanya.” (HR Bukhari 4/221 dan Muslim 1165).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  juga menggambarkan tanda-tanda datangnya malam mulia ini sebagai berikut:

1. Udara dan suasana pagi yang tenang. Ibnu Abbas radliyallahu’anhu berkata: Rasulullah SAW bersabda : “Lailatul qadar adalah malam tentram dan tenang, tidak terlalu panas dan tidak pula terlalu dingin, esok paginya sang surya terbit dengan sinar lemah berwarna merah.”

2. Esok harinya cahaya matahari agak meredup, bersinar cerah tapi tidak kuat. Ubay bin Ka’ab radliyallahu’anhu berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda : “Keesokan hari malam lailatul qadar matahari terbit hingga tinggi tanpa sinar seperti nampan.”

3. Bulan nampak separuh bulatan. Abu Hurairoh ra pernah berkata bahwa mereka pernah berdiskusi tentang lailatul qadar disamping Rasulullah SAW lalu beliau bersabda; “Siapakah dari kalian yang masih ingat tatkala bulan muncul, yang berukuran separuh nampan.”

4. Sewaktu malam tampak terang, tidak dingin, tidak berawan, tidak hujan, tidak panas, tidak ada angin kencang, dedaunan tampak tidak bergerak dan tidak ada aktivitas meteor yang jatuh digalaksi. Rasulullah SAW bersabda: “Lailatul qadar adalah malam yang terang, tidak panas, tidak dingin, tidak ada awan, tidak hujan, tidak ada angin kencang dan tidak ada yang dilempar pada malam itu dengan bintang (lemparan meteor bagi setan)” (HR. at-Thobroni dalam al-Mu’jam al-Kabir 22/59 dengan sanad hasan), sebagaimana hadits dari Watsilah bin al-Asqo’.

5
. Terbawa kedalam mimpi. Beberapa sahabat Rasulullah SAW mengalami mimpi berjumpa dengan malam lailatul qadar.

6. Orang yang beribadah pada malam tersebut merasakan lezatnya ibadah, ketenangan hati dan kenikmatan bermunajat kepada Allah, tidak seperti malam-malam lainnya.

Tanda - Tanda Datangnya Malam Lailatul Qodr
Arti Malam Lailatul Qadar

Menurut Quraish Shihab, kata Qadar sesuai dengan penggunaannya dalam ayat-ayat Al Qur'an dapat memiliki tiga arti yakni :

1. Penetapan dan pengaturan sehingga Lailat Al-Qadar dipahami sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia. Penggunaan Qadar sebagai ketetapan dapat dijumpai pada surat Ad Dukhan ayat 3-5 : Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Quran) pada suatu malam, dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan semua urusan yang penuh hikmah, yaitu urusan yang besar di sisi Kami

2. Kemuliaan. Malam tersebut adalah malam mulia tiada bandingnya. Ia mulia karena terpilih sebagai malam turunnya Al-Quran. Penggunaan Qadar yang merujuk pada kemuliaan dapat dijumpai pada surat Al-An'am (6): 91 yang berbicara tentang kaum musyrik: Mereka itu tidak memuliakan Allah dengan kemuliaan yang semestinya, tatkala mereka berkata bahwa Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada masyarakat

3. Sempit. Malam tersebut adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, seperti yang ditegaskan dalam surat Al-Qadr. Penggunaan Qadar untuk melambangkan kesempitan dapat dijumpai pada surat Ar-Ra'd ayat 26: Allah melapangkan rezeki yang dikehendaki dan mempersempit (bagi yang dikehendaki-Nya).

teks bacaan hari raya ied

Teks Bacaan Lirik Takbiran

Takbiran

Teks Bacaan Lirik Takbiran

Malam Idhul Fitri dan Malam Idhul Adha adalah waktunya Takbiran.
Dan inilah  teks bacaan atau lafadz  takbir malam lebaran; Idul fitri-Idul adha. Lengkap dengan teks arab-latin-arti. Tersedia juga teks takbir versi panjang (sempurna).

Bacaan Takbiran
a. Takbir umumnya:

الله اكبر- الله اكبر- الله اكبر لااله الاالله والله اكبرالله اكبر ولله الحمد
                                                                                                                                          
Allahu akbar.. Allahu akbar.. Allahu akbar.....
Laa - ilaaha - illallaahu wallaahu akbar.
Allaahu akbar walillaahil - hamd.

Artinya :
Allah maha besar (3X)
Tiada Tuhan selain Allah
Allah maha besar
Allah maha besar dan segala puji bagi Allah.

b. Baca'an yang sempurna:


َاللهُ اكبَر كَبيْرًا والحَمدُ للهِ كثِيرًا وَسُبحَانَ اللهِ بُكرَةً واَصِيلا, لااله اِلااللهُ ولانعْبدُ الاإيّاه, مُخلِصِينَ لَه الدّ يْن, وَلَو كَرِهَ الكَا فِرُون, وَلَو كرِهَ المُنَافِقوْن, وَلَوكرِهَ المُشْرِكوْن, لاالهَ اِلا اللهَ وَحدَه, صَدَق ُوَعْدَه, وَنَصَرَ عبْدَه, وَأعَزّجُندَهُ وَهَزَمَ الاحْزَابَ وَاحْدَه, لاالهَ اِلاالله وَاللهُ اَكبر, اللهُ اكبَرُ وَِللهِ الحَمْد
Allaahu akbar kabiiraa walhamdulillaahi katsiiraa,...
wasubhaanallaahi bukrataw - wa ashillaa.
Laa - ilaaha illallallahu walaa na'budu illaa iyyaahu mukhlishiina lahuddiin walau karihal - kaafiruun, walau karihal munafiqun, walau karihal musyrikun. Laa - ilaaha - illallaahu wahdah, shadaqa wa'dah, wanashara 'abdah, - wa - a'azza - jundah, wahazamal - ahzaaba wahdah. Laa - ilaaha illallaahu wallaahu akbar. Allaahu akbar walillaahil - hamd.

Artinya:
Allah maha besar dengan segala kebesaran,
Segala puji bagi Allah sebanyak-banyaknya,
Dan maha suci Allah sepanjang pagi dan sore.
Tiada Tuhan selain Allah dan kami tidak menyembah selain kepada-Nya dengan memurnikan agama Islam meskipun orang kafir, munafiq dan musyrik membencinya.
Tiada Tuhan selain Allah dengan ke Esaan-Nya. Dia menepati janji, menolong hamba dan memuliakan bala tentara-Nya serta melarikan musuh dengan ke Esaan-Nya.
Tiada Tuhan selain Allah, Allah maha besar. Allah maha besar dan segala puji bagi Allah