Kamis, 24 September 2015

Pendidikan Islam Pada Masa Rosululloh

PEMBINAAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA RASULULLAH SAW


MATA KULIAH             : SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
   DOSEN             : DR. ANDEWI SUHARTINI, M.Ag




Disusun Oleh : 
SANDI ROMADONA
NIM. : 2.215.3.081



PROGRAM STUDY PAI 
 PROGRAM PASCA SARJANA
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2015




KATA PENGANTAR
            
Segala puji bagi Allah yang telah mengajarkan mengajarkan makhluk-Nya melalui perantara kalam (tulis dan baca), yaitu Dzat yang telah mengajarkan kepada manusia sesuatu yang belum pernah dketahui. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Rasululloh saw. Atas segala limpahan rahmat, inayah, taufik, dan ilham-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini (Pembinaan Pendidikan Islam Pada Masa Rasulullah Saw) dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca. Makalah ini disusun dalam rangka untuk melaksanakan tugas dari dosen Ibu DR.Andewi Suhartini, M.Ag selaku pengampu mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini masih banyak banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu diharapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.


                                                                                               Cianjur, September 2015

                                                                                                Penyusun






DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
A.            Daftar Isi ii
Bab I  Pendahuluan
A.        Rumusan Masalah 1
B.                 Batasan Masalah 2
C.                 Tujuan Penulisan2
Bab II  Pembahasan
A. Masa Pembinaan Pendidikan Pada Masa Rasulluh SAW di Makkah 3
a. Pengertian Dan Tujuan Pendidikan Islam3
b. Sejarah Pendidikan Islam Di Mekkah (Periode Islam Klasik) 4
c. Tahapan Pendidikan Islam Di Mekkah (Periode Islam Klasik)8
d.  Materi Pendidikan Islam Di Mekkah (Periode Islam Klasik) 10
e.  Metode Pendidikan Islam Di Mekkah (Periode Islam Klasik) 11
f.  Kurikulum Pendidikan Islam periode Mekkah (Periode Islam Klasik)12
g.  Lembaga Pendidikan Islam Pada Islam Mekkah (Periode Islam Klasik)12
h. Kontekstualisasi Pendidikan Islam di Indonesia (tinjauan Pendidikan Islam Periode   Islam Mekkah)13
B. Masa Pembinaan Pendidikan Pada Masa Rasulluh SAW di Madinah
a. Kurikulum pendidikan Islam di Madinah 19
b. Lembaga pendidikan Islam di Madinah19
c. Materi Pendidikan Islam Di Madinah 20
BAB III    Penutup
a.       Kesimpulan23
b.      Saran24
Daftar Pustaka25




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Berbicara masalah sejarah, berarti mempelajari kejadian di masa lalu, dengan mengambil pelajaran atau hikmah dari kejadian tersebut, yang akan digunakan sebagai pertimbangan sikap untuk tetap pada pendirian kejadian sejarah tersebut, atau perlu ada konstruksi situasi dengan melihat alur perkembangan dunia sekarang, bahkan sebagai orientasi masa depan. Sejarah, selalu memberikan penjelasan atas sebuah keadaan (peristiwa, tokoh, keadaan, pikiran, dan perkataan). Meminjam konsep sejarahnya Kuntowijiyo (2008: 2), dalam pandangannya, sejarah mempunyai filsafat ilmu sendiri, ada permasalahan, dan akan menjelaskan atas permasalahan tersebut.
Dalam makalah ini pun, berusaha menguraikan sedikit permasalahan seputar sejarah yakni sejarah pendidikan Islam di masa kejayaan klasik, guna untuk menumbuhkembangkan wawasan setiap generasi khususnya di dalam pengetahuan, yakni sejarah.
Adapun kajian sejarah pendidikan Islam pada makalah ini, terfokus pada kajian sejarah pendidikan Islam di Mekkah dan Madinah, yakni pembinaan pendidikan oleh Rasululloh saw yang kita ketahui bersama bahwa Islam pada awal da`wahnya Rasulullah saw terfokus pada di dua tempat yang mendasar, yakni Mekkah dan Madinah.
Mekkah sebagai tempat pertama kali Rasulullah dalam berda`wah, tentunya dasar pendidikan yang beliau kembangkan tentu punya nilai kesejarahan yang sangat bermentalitas (ghirah yang kuat). Bagaimana metode, materi, kurikulum, dan proses-proses pendidikan di Mekkah, serta bagaimana kontekstualiasi di masa sekarang, yang sekiranya bisa dijadikan pertimbangan dalam mengembangkan kualitas dalam pendidikan Islam sekarang, hal inilah dalam uraian lebih lanjut akan dijelaskan di makalah ini. Semoga apa yang di deskripsikan dalam makalah ini, senantiasa bisa menjadi inventariasi keilmuwan, khususnya keilmuwan tentang sejarah pendidikan Islam.
Begitu juga tempat yang ke dua setelah Muhammad saw hijrah ke tempat baru yakni Yastrib dan sekarang lebih populer madinah atau Madinatunabi memiliki karakter yang berbeda dengan kota sebelumnya, yakni Makkah. Perbedaan tersebut memerlukan pembahasan yang mendalam, sebab jika dilihat dari sejarah ataupun objek da’wahnya memiliki karakter yang berbeda. Begitupun dalam awal pembinaan pendidikan yang dilakukan oleh Muhammad saw.
B.     Batasan Masalah
Sehubungan dengan uraian latar belakang di atas, uraian makalah ini bermaksud menjelaskan tentang Sejarah Pembinaan Pendidikan Islam Pada Masa Rasulullah SAW. Dalam kajian ini adalah  di spesifikasikan, di antaranya:
1.      Bagaimana Tahapan Pendidikan Islam di Mekkah dan Madinah.
2.      Bagaimana Materi Pendidikan Islam di Mekkah dan Madinah.
3.      Bagaimana Metode Pendidikan Islam di Mekkah dan Madinah.
4.      Bagaimana Kurikulum Pendidikan Islam di Mekkah dan Madinah.
5.      Bagaimana Lembaga Pendidikan Islam di Mekkah dan Madinah.
6.      Bagaimana pembinaan pendidikan Islam ketika Rasulullah saw di Madinah.
C.    TUJUAN PENULISAN
Dari rumusan masalah tersebut, maka yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.      Mengetahui Tahapan Pendidikan Islam di Mekkah dan Madinah.
2.      Mengetahui Materi Pendidikan Islam di Mekkah dan Madinah.
3.      Mengetahui Metode Pendidikan Islam di Mekkah dan Madinah.
4.      Mengetahui Kurikulum Pendidikan Islam di Mekkah dan Madinah.
5.      Mengetahui Lembaga Pendidikan Islam di Mekkah dan Madinah.
6.      Mengetahui pembinaan pendidikan Islam ketika Rasulullah saw di Madinah.





BAB II
PEMBAHASAN

A.  Masa Pembinaan Pendidikan Pada Masa Rasulluh SAW di Makkah
a. Pengertian Dan Tujuan Pendidikan Islam
Bila pendidikan diartikan sebagai latihan mental, moral dan fisik atau jasmani yang bisa menghasilkan manusia berbudaya tinggi maka pendidikan berarti menumbuhkan personalitas (kepribadian) serta menanamkan rasa tanggung jawab. Usaha kependidikan bagi manusia menyerupai makanan yang berfungsi memberikan vitamin bagi pertumbuhan manusia.
Begitu juga definisi dari pendidikan menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 bahwa pendidikan adalah “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara”.[1]
Jadi, dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam adalah proses pewarisan dan pengembangan budaya umat Islam di bawah sinar dan bimbingan ajaran Islam.
Tujuan dan sasaran setiap pendidikan berbeda-beda menurut pandangan  hidup masing-masing pendidik, lembaga pendidikan maupun peserta didik itu sendiri.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ -٥٦-
Artinya: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”[2]
Ayat ini merupakan cita-cita yang sangat didambakan oleh umat Islam yang baik dan menyadari akan tujuan hidupnya. Hal ini akan sangat berpengaruh pada tujuan pendidikan yang dilaksanakannya. Karena itu, seluruh aspek kehidupannya senantiasa dikaitkan dan akan meneladani rosulnya. Di mana Rasulullah saw telah memberikan contoh sekaligus tauladan bagi kaum muslimin dipermukaan bumi ini baik pembinaan pendidikan rasulullah saw ketika masa Mekkah maupun setelah peristiwa hijrah yakni di Madinah yang sebelumnya dikenal sebagai kota Yatsrib. Untuk tujuan itulah, manusia harus dididik melalui proses pendidikan Islam.
Mempelajari Sejarah Pendidikan Islam amat penting, terutama bagi pelajar-pelajar agama islam dan pemimpin-pemimpin islam. Dengan mempelajari Sejarah Pendidikan Islam kita dapat mengetahui sebab kemajuan dan kemunduran islam baik dari cara didikannya maupun cara ajarannya. Khusunya pendidikan islam pada zaman Nabi Muhammad SAW.
Sebagai umat islam, hendaknya kita mengetahui sejarah tersebut guna menumbuhkembangkan wawasan generasi mendatang di dalam pengetahuan sejarah tersebut. Sejarah Pendidikan Islam pada masa Nabi Muhammad SAW terdapat dua periode. Yaitu periode Makkah dan periode Madinah.
Pada periode Makkah, Nabi Muhammad lebih menitik beratkan pembinaan moral dan akhlak serta tauhid kepada masyarakat Arab yang bermukim di Makkah dan pada peroide di Madinah Nabi Muhammad SAW melakukan pembinaan di bidang sosial politik. Disinilah pendidikan islam berkembang pesat.
b.    Sejarah Pendidikan Islam Di Mekkah (Periode Islam Klasik)
Pendidikan Islam  merupakan warisan dan perkembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedoman pada  ajaran Islam dalam rangka terbentuknya kepribadian utama menurut Islam. Munculnya ilmu pendidikan telah memotivasi umat Islam untuk menelusuri perjalanan sejarah pendidikan Islam. Sejarah Pendidikan Islam pada masa Rasulullah periode Mekkah, yakni Sejak Nabi diutus sebagai Rasul hingga hijrah ke Madinah-kurang lebih sejak tahun 611 M – 622 M atau selama 12 tahun tahun 5 bulan 21 hari, sistem pendidikan Islam lebih bertumpu kepada Nabi. Bahkan tidak ada yang mempunyai kewenangan untuk memberikan atau menentukan materi-materi pendidikan, selain Nabi (Suwendi, 2004:7). Masa tersebut berlangsung sejak Muhammad saw menerima wahyu dan menerima pengangkatannya sebagai rasul, sampai dengan lengkap dan sempurnanya ajaran Islam menjadi warisan budaya umat Islam sepeninggal Muhammad saw. Masa tersebut berlangsung selama 22 atau 23 tahun sejak Belaiau menerima wahyu pertama kali, yaitu 17 Ramadan atau 13 tahun sebelum hijrah (bertepatan dengan 6 agustus 610 M) sampai dengan wafatnya pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal 11 Hijrah (8 juni 632 M)[3]
Datangnya ajaran Islam yang telah dibawa oleh para rosul yang diutus oleh Allah SWT, untuk meluruskan dan memacu perkembangan budaya umat manusia. Demikian halnya dengan ajaran yang dibawa oleh Muhammad saw yang bentuknya adalah terakhir, berfungsi untuk meluruskan perkembangan budaya umat manusia yang ada pada zamannya dan memacu perkembangan selanjutnya.
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيراً وَنَذِيراً وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ -٢٨-
Artinya : Dan Kami tidak Mengutus engkau (Muhammad), melainkan kepada semua umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.(Q.S. Saba’ : 28)
 وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ -١٠٧-
Artinya : Dan Kami tidak Mengutus engkau (Muhammad), melainkan kepada semua umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.(QS. Al-anbiya : 107)
Bangsa arab adalah keturunan Ibrahim dari anaknya Ismail, oleh karena pada hakikatnya kebudayaan bangsa arab yang dihadapi oleh Muhammad saw adalah warisan budaya  Nabi Ibrahim as, maka tentunya masih juga terdapat unsur-unsur ajaran Islam yang telah dibudayakan oleh Ibrahim dan Ismail ke dalamnya. Tetapi karena sudah berjalan dalam waktu yang begitu panjang maka unsur-unsur Islam tersebut sudah tidak lagi tampak dalam bentuk yang jelas, bahkan ada bagian-bagian yang sudaha berubah sama sekali. Di antara warisan Ibrahim yang masih nampak jelas dan terpelihara adalah ka’bah yang menjadi sentral budaya Islami pada zaman Ibrahim dan Ismail dan secara turun temurun tetap menjadi sentral budaya di kalangan bangsa Arab, walaupun ciri-ciri dari keislamannya semakin memudar. Ternyata Muhammad saw pun tetap menggunakan warisan Ibrahim (Ka’bah) tersebut sebagai sentral setelah membersihkannya dari perilaku dan pebuatan-perbuatan yang menyimpang dan tidak sesuai dengan ajaran Islam, seperti menempatkan berhala di sekitar Ka’bah kemudian mereka menyembah berhala tersebut.
Inti ajaran tauhid yang dibawa oleh Muhammad saw serta meneruskan warisan Ibrahim terhadap penyimpangan  yang terjadi, hal ini tergambar dalam surat Al-Fatihah yang terdapat di awal mushaf Al-quran :
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ -١- الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ -٢- الرَّحْمـنِ الرَّحِيمِ -٣- مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ -٤- إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ -٥- اهدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ -٦- صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ -٧-
Surat tersebut merupakan surat pembuka dari Al-quran maka di dalamnya terkandung makna dan maksud Al-quran, berkisar seputar aqidah, ibadah dan sistem kehidupan. Jalan yang baik menuju Allah adalah penerapan bagaimana meneladani para nabi, shiddiqin, syuhada dan orang sholeh. Hal ini telah disinggung oleh surat Al-Fatihah. Sementara sumber dari penyimpangan adalah adanya keteladanan yang jelek hal ini juga disinggung oleh surat Al-Fatihah.[4]
Nabi Muhammad Saw menerima wahyu yang pertama di gua Hira, Mekkah pada tahun 610 M. Dalam wahyu itu termaktub yang artinya sebagai berikut :

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ -١- خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ -٢- اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ -٣- الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ -٤- عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ -٥-
 “Bacalah (ya Muhammad) dengan nama Tuhanmu yang telah menjadikan (semesta alam) ! Dia menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu Maha Pemurah. Yang mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya” (QS. al-Alaq [96] :1-5).
Imam ahmad berkata : Rasulullah saw kemudian pulang dengan badan gemetar. Beliau lalu berkata kepada Khadijah, “Selimutilah aku, selimutilah aku.” Khodijah pun menyelimutinya hingga hilang rasa takut dari diri beliau. Beliau lalu berkata, “Wahai Khadijah ada apa dengan aku?” Beliau pun menceitakan kejadian yang telah dialaminyakepa Khadijah, “Sesunguhnya aku amat takut pada diriku.” Khadijah lalu berkata kepada beliau, “Janganlah engkau takut. Demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu selama-lamanya, akrena engkau adalah seseorang yang selalu menjalani tali silaturahim, selalu berbicara yang benar, memberi nafkah dan orang yang fakir, selalu memuliakan orang yang lemah, dan selalu menegakkan kebenaran.”
Khadijah kemudian pergi bersama beliau untuk bertemu Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul Izzi bin Qushai, adalah sepupunya, seorang pemeluk agama nasrani pada zaman jahiliyah: dialah yang menulis injil dalam bahasa Arab atas kehendak Allah, orang tua yang buta. Khadijah berkata kepada Waraqah, “Wahai anak paman, dengarkanlah apa yang diucapkan oleh anak dari saudaramu ini.” Waraqah bertanya, “Wahai anak saudaraku, apa yang kamu alami?” Rasulullah SAW lalu mengabarkan kepada Waraqah tentang kejadian beliau alami, Waraqah berkata, itu adalah malaikat pembawa wahyu, seperti yang pernah turun kepada Musa. Seandainya aku masih muda beliadan masih hidup ketika kaummu mengusirmu, maka aku pasti akan menolongmu.” Rasulullah SAW bertanya, “Apakah mereka akan mengeluarkan aku?” Waraqah menjawab, “ Ya, setiap orang yang membawa misi sepertimu pasti akan dimusuhi.”
Tidak lama kemudian Waraqah pun wafat dan wahyu berhenti dalam waktu yang lamahingga Rasulullah SAW bersedih. Suatu saat Jibril menampakkan dirinya dan berkata, “Wahai Muhammad, sesungguhnya Engkau adalah seorang utusan Allah yang sebenarnya.” Beliau pun merasa nyaman.
Ayat ini merupakan ayat yang pertama kali diturunkan yangmengandung rahmat dan nikmat yang diberikan Allah SWT. Di antara kemuliaan Allah adalah mengajari manusia tentang hal-hal yang belum diketahuinya, lalu manusia dimuliakan dan dihormati dengan adanya ilmu pengetahuan tersebut, yang merupakan keistimewaan Adam bapak manusia terhadap para malaikat. Dalam suatu atsar disebutkan, “Ikatlah ilmu pengetahuan dengan tulisan.”  Dan disebutkan pula, “Orang yang berbuat berdasarkan ilmu pengetahuan yang telah Allah wariskan kepadanya, maka Allah akan mengajarinyasesuatu yang belum dietahuinya.”[5]
Kemudian disusul oleh wahyu yang kedua, artinya sebagai berikut : “Hai orang berselimut (Muhammad). Bangunlah dan beri peringatan (kaummu) ! Dan Tuhanmu Agungkanlah ! Dan bersihkanlah pakaianmu 1 Dan tingggalkanlah dosa ( berhala )! Jangan engkau memberi, supaya mendapat lebih banyak ! Dan sabarlah (menurut perintah Tuhanmu)” “(QS. al-Muddatstsir [74] :1-7).
Dalam wahyu yang mula-mula turun itu, Mahmud Yunus dalam sejarah pendidikan Islam, menyatakan bahwa pembinaan pendidikan Islam pada masa Mekkah ini meliputi :
1.             Pendidikan Keagamaan, yaitu hendaklah membaca dengan nama Allah semata-mata, jangan mempersekutukanNya dengan berhala, karena Dia Tuhan yang Maha Besar dan Maha Pemurah, sebab itu hendaklah dienyahkan berhala itu sejauh-jauhnya.
2.             Pendidikan Aqliyah dan Ilmiyah, yaitu mempelajari kejadian manusia dari segumpal darah dan kejadian alam semesta.
3.             Pendidikan Akhlaq dan Budi Pekerti, Nabi Muhammad Saw mengajar sahabatnya agar berakhlak baik sesuai dengan ajaran tauhid.
4.             Pendidikan Jasmani (kesehatan), yaitu mementingkan kebersihan, bersih pakaian, bersih badan dan bersih tempat kediaman.
(Zuhairini dkk, 1986 : 27).
c.     Tahapan Pendidikan Islam Di Mekkah (Periode Islam Klasik)
Sebelum memaparkan dan menjelaskan tahapan pembinaan pendidikan di Mekkah alangkah lebih jelasnya kita menggali sedikit mengenai kelahiran Sang Rasul Terakhir yakni Muhammad saw bin ‘Abdullah bin ‘Abdul Muthalib. Allah telah memuliakan umat manusia ketika memilih insan terbaik dan termulia ini. Kedudukan beliau bisa diperumpamakan sebagai bintang yang menyinari dunia, setelah kegelapan melanda dan memberikan petunjuk kepada mereka yang kehilangan arah dari ketersesatan dan kejahiliyahan. Hal ini berlaku bukan hanya ketika masa beliau masih ada bahkan sampai dunia ini tutup usia.
Kelahiran Nabi saw sangat unik dan istimewa, tidak ada seorangpun yang menyamainya. Karena itu, begitu beliau lahir, sang ibu segera meletakkan beliau di dalam sebuah tempayan tertutup agar tidak ada seorang pun yang melihatnya sebelum sang kakek, ‘Abdul Muthalib. Karena ‘Abdul Muthalib adalah penguasa Makkah, pimpinan suku Quraisy dan pemuka masyarakat. Amina ingin memberikan kejutan dan kabar gembira tentang kelahiran bayi mulia ini. Karena bayinya tidak sama dengan bayi-bayi lainnya. Aminah mengandungnya dengan begitu mudah dan ringan. Begitu pula saat melahirkannya, begitu mudah dan ringan. Saat mengandung puteranya itu, ia bermimpi melihat cahaya dari dalam dirinya, sinarnya menerangi istana-istana di negeri Syam. Beberapa ulama ahli hadis menuturkan bahwa bayi itu akan membuka dunia dengan cahaya dan petunjuknya hingga mencapai Syuriah, Irak dan Iran.
Tatkala ‘Abdul Muthalib mengetahui kelahiran cucunya dan melihatnya, orang-orang yang datang menjenguk dan menyaksikan tempayan tempat sang bayi disembunyikan terbelah menjadi dua. Sang kakek menggendong cucunya itu. ‘Abdul Muthalib segera tahu bahwa kelak , cucunya akan menjadi orang yang istimewa. Ia mengetahui hal itu dari dari pewartaan-pewartaan yang dibawa para ahli Taurat dan Injil yang mengetahui tentang kitab-kitab mereka. Ia juga diberi tahutentang warta tersebut oleh Raja Yaman, Saif Bin Dzi Yazin dan Umayyah bin Abi as-Shalt.
Ibnu Jauzi menuturkan bahwa Yazib bin ‘Abdullahnbin Wahab meriwayatkan dari bibinya, “saat melahirkan Rasulullah saw, Aminah segera mengirim utusan untuk memberi tahu berita kelahirannya kepada ‘Abdul Muthalib. Ketika utusan itu menemuinya , ‘Abdul Muthalib sedang duduk di kamarnya. Utusan itu memberitahukan bahwa Aminah telah melahirkan bayi laki-laki. ‘Abdul Muthalib pun merasa gembira. Ia lalu bergegas pergi menjenguk cucunya bersama orang-orang yang menyertainya. Aminah menceritakan tentang semua mimpinya, apa yang ia dengar dan apa yang diperintahkan. ‘Abdul Muthalib kemudian membawa cucunya dan masuk ke dalam Ka’bah. Ia berdiri di dalam Ka’bah sambil berdoadan bersykur kepada Allah, atas anugerah yang diterimanya. Diriwayatkan bahwa ketika itu ‘Abdul Muthalib berujar,
Segala puji bagi Allah yang telah memberiku anugerah
Dengan bayi laki-laki yang suci dan istimewa
Dalam buaian, aku bawa bayi ini
Kumohon perlindungan untuknya kepada Tuhan penguasa rumah ini.
Hingga ia beranjak remaja,
Hingga kusaksikan dirinya tumbuh dewasa.
Kumohonkan perlindungan untuknya dari setiap yang benci
Orang-orang dengki yang mengganggunya
Ia punya tekad tanpa ada yang melindungi
Hingga aku menyaksikannya berkedudukan tinggi
Engkaulah yang disebut dalam Al-quran
Dalam kitab-kitab dengan tanda-tanda yang pasti
Ahmad, begitulah namamu termaktub dalam lisan.[6]
Hal tersebut merupakan hal yang dilakukan oleh kakek Nabi saw sebagai bukti bahwa berita-berita yang ada dalam kitab-kitab terdahulu benar adanya tentang akan datangnya Nabi dan Rasul terakhir yang akan meluruskan dan melenyapkan masa kejahiliyahan.
Pola pendidikan yang dilakukan Rasulullah Sejalan dengan tahapan-tahapan dakwah yang disampaikan kepada kaum Quraisy. Dalam hal ini Kamaruzzaman di dalam buku Sejarah Pendidikan Islam membagi kepada 3 tahap :
1.      Tahap pendidikan Islam secara Rahasia dan Perorangan
Pada awal turunnya wahyu pertama Al Quran surat Al Alaq ayat 1-5, Pola pendidikan yang dilakukan adalah sembunyi-sembunyi mengingat kondisi sosial-politik yang belum stabil, dimulai dari dirinya sendiri dan keluarga dekatnya. Mula-mula Rasulullah mendidik isterinya, Khadijah untuk beriman dan menerima petunjuk dari Allah, kemudian diikuti oleh anak angkatnya Ali ibn Abi Thalib (anak pamannya) dan Zaid ibn Haritsah (seorang pembantu rumah tangganya yang kemudian diangkat menjadi anak angkatnya). Kemudian sahabat karibya Abu Bakar Siddiq. Secara berangsur-angsur ajakan tersebut di sampaikan secara meluas, tetapi masih terbatas di kalangan keluarga dekat dari suku Quraisy.
2.      Tahap pendidikan Islam secara terang-terangan
Perintah dakwah secara terang-terangan dilakukan oleh Rasulullah, seiring dengan jumlah sahabat yang semakin banyak dan untuk meningkatkan jangkau seruan dakwah, karena diyakini dengan dakwah tersebut banyak kaum Quraisy yang akan masuk agama Islam.
3.      Tahap pendidikan Islam untuk Umum
Rasulullah mengubah strategi dakwahnya dari seruan yang terfokus kepada keluarga dekat beralih kepada seruan umum, umat manusia secara keseluruhan. Seruan dalam skala “internasional” tersebut didasarkan kepada perintah Allah dalam surah Al Hijr ayat 94-95 (Nizar, 2007:32).
d.    Materi Pendidikan Islam Di Mekkah (Periode Islam Klasik)
Islam yang pertama kali lahir dari tanah Arab, dan tantangan pengajaran tentang Islam pertama kali, bermuara di Mekkah. Mekkah yang sebelum kedatangan Islam, sangat jauh dari nilai-nilai aqidah monotheisme (tauhid) sebagaimana yang sudah di usung oleh junjungan Nabi-nabi sebelumnya. Sebagai implikasinya, Rasulullah dalam penguatan materi pendidikan di periode Mekkah sangat mengutamakan perbaikan aqidah dan tauhid (As Sirjani, 2011: 363).
Secara umum, muatan materi pendidikan pada Islam periode Mekkah yang diberikan oleh Rasulullah di bagi empat bagian, antara lain, yaitu :
 Pertama, pendidikan tauhid, materi ini lebih difokuskan untuk memurnikan ajaran agama tauhid yang dibawa Nabi Ibrahim, yang telah diselewengkan oleh masyarakat jahiliyyah. Secara teori, hendaklah membaca dengan nama Allah semata-mata, jangan dipersekutukan dengan nama berhala, karena Tuhan itu Maha Besar dan Maha Pemurah, sebab itu hendaklah dienyahkan berhala itu sejauh-jauhnya, inti sari ajaran ini termuat dalam kandungan surat al-Fatihah [1] : 1-7, dan al-Ikhlas [112] : 1-5. Selain itu, pelaksanaan atau praktek pendidikan tauhid juga yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW kepada umatnya dengan cara yang sangat bijaksana yaitu dengan menuntun akal pikiran untuk mendapatkan dan meniru pengertian tauhid yang di ajarkan, dan sekaligus beliau memberikan teladan dan contoh bagaimana pelaksanaan ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari secara kongkrit, kemudian beliau memerintahkan agar umatnya mencontoh praktek pelaksanaan tersebut sesuai dengan apa yang dicontohkannya. Berarti di sini Nabi Muhammad SAW telah mampu menyesuaikan diri dengan pola kehidupan masyarakat jahiliah dengan mengajarkan ilmu tauhid secara baik dengan tanpa kekerasan.
Kedua, materi pengajaran al-Qur`an. Dalam materi ini dirinci kepada: (1) Materi baca tulis (dalam dunia sekarang dikenal imla`dan iqra`), (2) Materi menghafal ayat-ayat al-Qur`an, dan (3) Materi pemahaman al-Qur`an (dalam dunia sekarang dikenal fahmi al-Qur`an atau tafsir al-Qur`an (Yunus, 1989: 11-12).
Ketiga, pendidikan amal dan ibadah, dimana berupa perintah sholat yang awal mulanya, Nabi sholat bersama sahabat-sahabatnya secara sembunyi-sembunyi. Namun setelah Umar ibn Khattab masuk Islam beliau melakukannya secara terang-terangan. Pada mulanya sholat itu belum dilakukan sebanyak lima kali sehari semalam kemudian setelah Nabi Isra’ dan Mi’raj barulah diwajibkan untuk sholat lima waktu. Selain itu, mengajarkan seputar zakat, yakni semasa di Mekkah konsep zakat diberikan kepada fakir miskin dan anak-anak yatim serta membelanjakan harta untuk jalan kebaikan.
Keempat, pendidikan akhlaq, di mana Nabi semasa di Mekkah sangat menekankan kepribadian yang baik (akhlaqul mahmudah), diantaranya :
·         Adil yang mutlak, meskipun terhadap keluarga atau diri sendiri.
·         Pemaaf.
·         Menepati janji, tepat pada waktunya.
·         Takut kepada Allah semata dan tiada takut kepada berhala.
·         Berbuat kebaikan kepada kedua orangtua, dan sebagainya.
(Yunus, 1989: 11-12)
Pada Islam Mekkah materi pengajaran al-Quran yang diberikan hanya berkisar pada ayat-ayat al-Quran pada surah-surah yang diturunkan ketika Nabi sebelum Hijrah ke Madinah. Surah yang diturun di Mekkah inilah yang kemudian dikenal dengan nama surah Makkiyah (Suwendi, 2004:7).
e.    Metode Pendidikan Islam Di Mekkah (Periode Islam Klasik)
Pendidikan Islam adalah rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan – kemampuan dasar dan kemampuan belajar, sesuai dengan nilai-nilai Islam, sehingga terjadilah perubahan pribadinya sebagai makhluk individual, sosial serta dalam hubungannya dengan alam sekitar dimana ia hidup (Mahrus & Salim, 2008: 162).
Untuk mencapai pada pengertian pendidikan tersebut tentunya seorang pendidik memerlukan metode-metode yang tepat dalam pelaksanaan pendidikan. Begitu juga dengan Rasulullah dalam mendidik sahabat-sahabatnya. Adapun metode pendidikan yang dilakukan Rasulullah dalam mendidik sahabatnya, antara lain :
1.    Metode ceramah.
2.    Dialog.
3.    Diskusi / tanya jawab.
4.    Metode perumpamaan.
5.    Metode kisah.
6.    Metode pembiasaan.
7.    Metode hafalan.
Adapun yang menjadi salah satu faktor penting metode pendidikan Islam, adanya kejayaan pendidikan Islam yang dijalankan Rasulullah Saw. Faktor tersebut ialah “karena beliau menjadikan dirinya sebagai model dan teladan bagi umatnya. Rasulullah Saw adalah al-Qur’an yang hidup (the living Qur’an), artinya pada diri Rasulullah SAW tercermin semua ajaran al-Qur’an dalam bentuk nyata. Beliau adalah pelaksana pertama semua perintah Allah dan meninggalkan semua larangannya. Oleh karena itu para sahabat dimudahkan dalam mengamalkan ajaran Islam yaitu dengan meniru perilaku Rasulullah Saw.”
f.     Kurikulum Pendidikan Islam periode Mekkah (Periode Islam Klasik)
Kurikulum merupakan pedoman ataupun dasar dalam pelaksanaan pendidikan. Pada masa Rasulullah kurikulum yang digunakan adalah Al Quran yang Allah wahyukan sesuai dengan kondisi dan situasi, kejadian dan peristiwa yang dialami pada saat itu (Nizar, 2007:36). Al-Qur`an pu merupakan sentral kurikulum saat itu, yang mana kurikulum saat itu masih sering di definisikan dengan materi ajar. Maka, sebagai langkah awal, muatan materinya berfokus pada nilai-nilai tauhid dalam menguatkan militansi untuk beragama Islam. Philip K Hitti pun menambahkan, bahwasanya materi pelajaran atau kurikulum sangat berorientasi kepada al-Qur`an sebagai texbook (Susari, 2004: 33).
g.     Lembaga Pendidikan Islam Pada Islam Mekkah (Periode Islam Klasik)
Dalam catatan sejarah pendidikan Islam di periode Mekkah, menyebutkan ada dua tempat yang menjadi lembaga pendidikan Islam pada periode Mekkah, di antaranya :
1.      Rumah Arqam ibn Arqam
Rumah Arqam ibn Arqam merupakan tempat pertama berkumpulnya kaum muslimin beserta Rasulullah Saw untuk belajar hukum-hukum dan dasar-dasar ajaran Islam. Rumah ini merupakan lembaga pendidikan pertama atau madrasah yang pertama sekali dalam Islam, adapun yang mengajar dalam lembaga tersebut adalah Rasulullah sendiri.
2.      Kuttab
Kuttab merupakan tempat pendidikan yang paling tua, bahkan ada yang mengatakan Kuttab lahir sebelum datangnya Islam. Pendidikan di Kuttab pada awalnya lebih terfokus pada materi baca tulis sastra, syair Arab, dan pembelajaran berhitung namun setelah datang Islam materinya ditambah dengan materi baca tulis al-Quran dan memahami hukum-hukum Islam. Philip K. Hitti menambahkan, bahwasanya materi pelajaran di Kuttab sangat berorientasi kepada al-Qur`an sebagai texbook. Kuttab dalam modernisasi sekarang bisa disamakan dengan madrasah ibtidaiyyah. Adapun waktu belajar di Kuttab, waktu pagi hingga dhuha mempelajari al-Qur`an, dhuha hingga siang mempelajari cara menulis, sedang dhuha hingga siang, mempelajari gramatikal Arab, matematika, dan sejarah.
(Nizar, 2007: 36-37, As Sirjani, 2011: 203, Susari, 2004: 34).
Dua tempat pendidikan tersebut, menjadi dasar perkembangan tempat-tempat pendidikan yang semakin berkembangnya zaman, adanya inovasi, khususnya pada bangunan tempat pendidikan, guna mengkondusifkan sebuah pengajaran.
h.    Kontekstualisasi Pendidikan Islam di Indonesia (tinjauan Pendidikan Islam Periode Islam Mekkah)
Dalam uraian panjang diatas, yang membahas bagaimana kondisi pendidikan Islam di periode Mekkah (tinjauan Islam klasik), ada uraian penting pendidikan Islam di Mekkah saat itu, di antaranya, materi, metode, kurikulum, dan lembaga pendidikan Islam.
Pada era reformasi sekarang, khususnya potret pendidikan Islam di Indonesia, ada sebuah harapan utama dari cita-cita pendidikan Islam saat ini. salah satunya, masyarakat Indonesia membutuhkan peran pendidikan sebagai alat pembudayaan dan peningkatan kualitas manusia (Sanaky, 2003: 4). Maka, gagasan pembaruan atau modernisasi pendidikan, khususnya pendidikan Islam, menjadi diskurus pengembangan dalam kualitas pendidikan Islam.
Maka, dalam merespon pembaruan pendidikan tersebut, dengan melihat perspektif pendidikan Islam saat di Mekkah, ada beberapa bentuk kontekstualisasi pendidikan Islam di Mekkah ke dalam pendidikan Islam di Indonesia saat ini, yakni berupa nilai aktualisasi pendidikan Islam di Mekkah ke Indonesia, guna membentuk masyarakat madani Indonesia.
·         Visi Misi Pendidikan Islam
Dalam periode Mekkah visi misi yang di bangun saat itu lebih mengarah pada penekanan Islam secara mendasar. Masih kuatnya agama nenek moyang yang sudah bercampur dengan nuansa syirik, pendidikan Islam hanya menekankan pada penguatan nilai-nilai ke Tauhid-an. Pada era sekarang, tantangan pendidikan Islam semakin besar, Teuku Amiruddin (dalam Sanaky, 2003: 143) mengusulkan lima visi dasar yang tawarkan oleh UNESCO (United Nation Education Scientific, and Cultural Organization). Lima visi tersebut di antaranya, 
pertamalearning to think (belajar bagaimana berfikir), artinya proses pemberanian sikap kritis, mandiri, dan hobi membaca.
Kedua, learning how to do (belajar bagaimana melakukan), artinya memuat aspek-aspek ketrampilan dalam keseharian hidup termasuk bisa memecahkan permasalahan pribadi.
Ketiga, learning how to be (belajar bagaimana menjadi diri), artinya memuat aspek-aspek mendidik orang agar dikemudian hari, guna bisa tumbuh dan berkembang sebagai pribadi yang mandiri, memiliki harga diri, dan bukan hanya sekedar memilikihaving (materi).
Keempatlearning how to learn (belajar untuk belajar hidup), artinya menyadarkan bahwa pengalaman sendiri tidak cukup untuk sebagai bekal hidup, sehingga terjadi ketidakpuasan, dan selalu belajar dan belajar.
Kelima, learning live together (belajar hidup bersama), artinya masyarakat pendidikan memberikan ruang bagi pembentukan kesadaran bahwa manusia hidup dalam sebuah dunia yang global bersama banyak manusia dari belahan dunia dan ragamnya latar belakang.
Dalam konsep ini, bila dipadukan dengan Islam, setidaknya pendidikan Islam akan mengedepankan sikap rasional, kritis, mandiri, mampu memecahkan masalah, mengembangkan sikap kreatif, imajinatif, toleransi, perdamaian, menghargai hak asasi manusia serta siap bersaing di dunia yang semakin global, itulah cita-cita pendidikan Islam dalam rumusan visi misi yang ideal (Sanaky, 2003: 144).
Akan tetapi, dalam rumusan idealnya visi misi tersebut, perlu dilandasi dengan core beliefs, core values, serta menetapkan berbagai program “kebijakan” dan “strategi”, yaitu menetapkan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai tujuan dengan memanfaatkan berbagai potensi yang ada.
Core beliefs dalam Islam adalah upaya pengembangan pandangan hidup Islami untuk memanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan core values, memberikan makna sebuah proses akan pengabdian pada Allah Swt, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur`an dan as-Sunnah (Sanaky, 2003: 144 – 145).
Strategi Pendidikan Islam
Strategi atau tahap-tahap pendidikan Islam di periode Mekkah, dengan cara sembunyi-sembunyi, perseorangan, kemudian berlanjut secara terang-terangan, dan berlaku secara universal. Artinya, Strategi tersebut masih bisa di definiskan sebagai konsep da`wah. Dimana ada proses dan dilaksanakan secara step by step. Sedangkan dalam pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan Islam kini, menurut Sanaky (2003: 145), ada empat strategi yang dikembangankan, pertama, pemerataan kesempatan dalam memperoleh pendidikan. Kedua, relevansi pendidikan, ketiga,peningkatan kualitas pendidikan, dan keempat, efisiensi pendidikan (Sanaky, 2003: 145).

·         Reorientasi Tujuan Pendidikan
Di periode Mekkah, tujuan pendidikan saat itu terbatas dalam mengenal Islam secara mendasar dengan merujuk pada al-Qur`an dan as-Sunnah. Sebagai turunan dari visi misi pendidikan Islam di atas, ada rumusan sederhana tujuan pendidikan Islam, yakni mengupayakan kebahagiaan di dunia dan akhirat, menghamba diri kepada Allah Swt, memperkuat keislaman, melayani kepentingan masyarakat Islam, dan akhlak mulia (Sanaky, 2003: 153). Meminjam pendapat Hasan Langgulung, tujuan pendidikan berorientasi pada tujuan dari sumber tersebut, adanya realisasi dari pengetahuan, ketrampilan, tingkah laku, sikap, dan kebiasaan (Langgulung, 1989: 9).
Pendapat ini di perkuat Ibnu Khaldun (dalam Ramayulis, 1998: 25-26) menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam mempunyai dua tujuan, yaitu; pertama, tujuan keagamaan, ialah beramal untuk akhirat sehingga ia menemui Tuhannya dan telah menunaikan hak-hak Allah yang diwajibkan ke atasnya. Kedua, tujuan ilmiah yang bersifat keduniaan, yaitu apa yang diungkapkan oleh pendidikan modern dengan tujuan kemanfaatan atau persiapan hidup.
Muhammad Quthb (dalam Tafsir,  2008: 46) menambahkan bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk manusia taqwa, yakni selalu beribadah pada Allah (QS. adz-Dzariyat [51]: 56) sebagai syarat untuk mengaktualisasikan diri sebagai khalifah fil ardhi (QS. al-Baqarah [2]: 30 ; QS. al-Isra` [17]: 70).
Maka, sejatinya rumusan tujuan pendidikan Islam, sangat diharapkan manusia (maksud peserta didik) membentuk pribadi muslim dalam menentukan keeksistensiannya, berupa beribadah kepada Allah (QS. Adz Dzariyat [56]: 56) dan memegang peran sebagai khalifah fil ardhi (QS. al-Baqarah [2]: 30 ; QS. al-Isra` [17]: 70). Sanaky menambahkan, hal-hal tersebut yang sejatinya bisa menyentuh hal yang bersifat problematis, strategis, antisipatif, serta dapat menyentuh kepentingan masyarakat (Sanaky, 2003: 157). Maka, semangat Qur`ani di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari, atau meminjam istilah Mangunwijaya dan Paulo Freire adalah pendidikan hadap masalah, artinya tantangan pendidikan sebagai langkah solusi dalam memecahkan problem masyarakat.
·         Reorientasi Kurikulum
Kurikulum pendidikan Islam di masa klasik sering disamakan dengan materi ajar. Dimana kurikulum atau materi ajar sangat terbatas pada pelajaran-pelajaran agama, demi menguatkan nilai-nilai tauhid, untuk beribadah pada Allah, dengan al-Qur`an dan as-Sunnah sumber pedoman hidup. Tetapi, dalam pandangan modern, kurikulum tidak hanya terbatas pada materi ajar, rencana pelajaran, atau bidang studi.
Akan tetapi orientasi kurikulum saat ini, dalam pandangan Ahmad Tafsir semua yang secara nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah, baik itu tujuan, isi, metode, proses, dan evaluasi belajar mengajar (Tafsir, 2008: 53-54).
Melihat potret kurikulum pendidikan Indonesia, sering terjadi bongkar-pasang (konstruksi) kurikulum. Perkembangan kurikulum mengalami beberapa tahap konstruksi mulai dari tahun 1968, 1975, 1984, 1994, 2004 (KBK), 2006 (KTSP), (Muhaimin : 149). Terlebih dalam wacana sekarang ini (2013), terdapat proyek baru dalam dunia pendidikan Indonesia, yakni “kurikulum 2013” yang siap di terapkan pada pertengahan tahun 2013. Baik buruknya kurikulum ini, belumlah bisa dinilai, karena belum di terapkan.
Menanggapi hal tersebut, pendidikan Islam, secara teoritis dalam mengorientasikan kembali wacana kuriukulum, memiliki lima kompetensi utama. Pertama, kompetensi islamiyyah, artinya kurikulum diorientasikan pada kemampuan peserta didik untuk memiliki seperangkat pemahaman dan pengetahuan tentang ajaran Islam, berupa perilaku beriman, berilmu, berkpribadian, berakhlaqul karimah, dan berkarya.
Kedua, Kompetensi knowledge, artinya program kurikulum diorientasikan pada kemampuan peserta didik memiliki pengetahuan, wawasan dan sikap profesional. Ketiga, kompetensiskills, artinya orientasi kompetensi mengarah pada penguasaan ketrampilan, keahlian berkarya, sikap dan perilaku sesuai dengan profesinya. Kelima, kompetensi ability, artinya peserta didik memiliki kemampuan analisis, mampu memecahkan masalah, mampu mengembangkan kepribadian yang optimal dan cara berkehidupan di masyarakat. Dan yang terakhir, keenam, kompetensi sosial-kultural, artinya memungkinkan peserta didik dalam membangun jaringan sosial (human relation), berinteraksi dengan dalam pergaulan masyarakat yang pluralistik dan lintas kultur, agama dan budaya (Sanaky, 2003: 174-178).
·         Reorientasi Metodologi Pendidikan Islam
Metodologi pendidikan sering diartikan sebagai prinsip-prinsip yang mendasari kegiatan, mengarahkan perkembangan seseorang, khususnya proses belajar mengajar (Sanaky, 2003: 191). Dalam pendidikan Islam, metodologi diartikan usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan-kemampuan dasar dan kemampuan belajar, sesuai dengan nilai-nilai Islam, sehingga terjadilah perubahan pribadinya sebagai makhluk individual, sosial serta dalam hubungannya dengan alam sekitar dimana ia hidup (Mahrus & Salim, 2008: 162). Ahmad Tafsir (1998: 131), bahwasanya metode pendidikan Islam dalam pelaksanaan pengajaran adalah untuk mengembangkan aspek afektif menuju terbentuknya pribadi muslim.
Sedangkan menurut al-Nahwlawi (dalam Tafsir, 1998: 135), metode pendidikan Islam harus sangat menyentuh perasaan, mendidik jiwa, dan mengembangkan semangat. Di antara metode tersebut, antara lain: (a ) metode hiwar (percakapan) Qur`ani danNabawi ; (b) metode kisah Qur`ani dan Nabawi ; (c) metodeamtsal (perumpamaan) Qur`ani dan Nabawi ; (d) metode keteladanan dan pembiasaan ; (e) metode ibrah dan mau`izah ; (f) metode targhib dan tarhib.
Metode tersebut, sekiranya sama halnya metode yang di kembangkan oleh pemikir pendidikan dari Barat yang mengistilahkan metode active learning (pembelajaran aktif). Dimana peserta didik terpusat sebagai subjek dan objek pendidikan. Tidak ada sentralisasi (dominasi) pembalajaran dari guru.
Melihat diskursus pendidikan saat ini, ada salah satu problematik dalam dunia pendidikan, yakni di khotomiknya ilmu. Dimana dalam sisi epistemologi pendidikan, pendidikan Barat cenderung antroposentris mengedepankan nilai-nilai kemasyarakatan, sedang pendidikan Islam terjebak pada dogma-dogma agama (Abdullah, 2001: 105-106). Artinya perlu ada semangat mengintegrasikan ilmu dan agama yang berujung pada internalisasi nilai-nilai Islam dalam ilmu modern.
Sebagai implikasinya, konsepsi metodologi dalam pendidikan Islam pun, mampu menjawab tantangan masyarakat (antrophosentris), yang tentunya berbasis nilai-nilai keagamaan. Maka, orientasikan metodologi pendidikan Islam adalah berupa pembelajaran (student learning) dengan paradigma holistik, rasional, partisipatori, pendekatan empirik deduktif, sehingga menghasilkan peserta didik yang berkualitas, kreatif, inovatif, yang mampu menerjemahkan dan menghadirkan agama dalam perilaku individu dan sosial di tengah-tengah kehidupan masyarakat modern mulia (Sanaky, 2003: 200).
B.       Masa Pembinaan Pendidikan Pada Masa Rasulluh SAW di Madinah
Kedatangan Nabi Muhammad Saw bersama kaum muslimin Makkah, disambut oleh penduduk madinah dengan gembira dan penuh rasa persaudaraan. Maka, islam mendapatkan lingkungan baru yang bebas dari ancaman para penguasa Quraisy Makkah. Tetapi ternyata lingkungan yang baru tersebut bukanlah lingkungan yang betul-betul baik, yang tidak menimbulkan permasalahan-permasalahan. Dimadinah, Nabi Muhammad SAW menghadapi kenyataan-kenyataan yang menimbulkan permasalahan baru. Beliau menghadapi kenyataan bahwa umatnya terdiri dari dua kelompok yang berbeda latar kehidupannya, yaitu (1) mereka yang berasal dari makkah yang di sebut dengan nama kaum muhajirin, dan (2) mereka yang merupakan penduduk asli madinah, yang kemudian disebut dengan kaum Ansor.
Kenyataan lain yang yang dihadapi Nabi Muhammad SAW adalah masyarakat kaum muslimin yang baru di madinah tersebut, berhadapan atau tinggal bersama dengan masyarakat suku bangsa Arab lainnya yang belum masuk islam dan masyarakat kaum yahudi yang memang sudah menjadi penduduk madinah. Dan ancaman dari kaum Quraisy makkah untuk sewaktu-waktu datang menyerbu dan menghancurkan kaum muslimin yang masih dalam keadaan lemah itu merupakan kenyataan lainnya yang tidak dapat diabaikan.
Melihat kenyataan tersebut, beliau mulai mengatur dan menyusun segenap potensi yang ada dalam lingkungannya, memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dengan menggunakan potensi dan kekuatan yang ada, dalam rangka menyusun suatu masyarakat baru yang terus berkembang, yang mampu menghadapi segenap tantangan dan rintangan yang berasal dari luar dengan kekuatan sendiri.
Ciri pokok pembinaan pendidikan islam dapat dikatakan sebagai pendidikan social dan politik. Pembinaan pendidikan di madinah pada hakikatnya adalah merupakan kelanjutan dari pendidikan tauhid di makkah, yaitu pembinaan di bidang pendidikan social dan politik agar dijiwai oleh ajaran tauhid, sehingga akhirnya tingkah laku social politiknya merupakan cermin dan pantulan sinar tauhid tersebut.
Pendidikan sosial dan politik yang di laksanakan oleh nabi Muhammad SAW kepada umatnya berlangsung terus atas bimbingan wahyu tuhan. Dan wahyu tuhan yang turun pada periode ini adalah dalam rangka memberikan petunjuk bagi Nabi Muhammad SAW dalam memberikan keputusan-keputusan dan mengambil kebijaksanaan untuk membina umat dan masyarakat islam.
Pembinaan kesatuan dan persatuan social yang menimbulkan solidaritas social yang semakin tinggi itu dibarengi dengan pembinaan kearah satu kesatuan politik sekaligus. Nabi Muhammad SAW berusaha membawa umatnya kedalam suatu kehidupan yang mandiri, yang tidak menyandarkan diri kepada kekuatan dari luar. Mereka berusaha untuk mengatir diri mereka sendiri, sehingga merupakan kekuatan politik yang di akui oleh dan hidup bersama dengan masyarakat sekitarnya, tanpa adanya campur tangan dari luar. Dalam rangka pembinaan kesatuan politik tersebut pertama-tama nabi Muhammad membuat perjanjian kerjasama dengan orang-orang yahudi di Madinah.perjanjian tersebut sekaligus berarti bahwa masyarakat baru yang dibentuknya, telah mendapatkan pengakuan dari pihak yahudi yang memang sudahlama merupakan satu kesatuan politik yang berpengaruh di Madinah.  
a.             Kurikulum pendidikan Islam di Madinah
Kurikulum pendidikan islam pada periode Rasulullah baik di mekkah maupun Madinah adalah Al-Qur’an yang Allah wahyukan sesuai dengan kondisi dan situasi, kejadian dan peristiwa yang dialami umat islam pada saat itu, karena itu dalam praktiknya tidak saja logis dan rasional, tetapi juga fitrah dan pragmatis. Hasil cara yang demikian dapat di lihat dari sikap rohani dan mental para pengikutnya.
b.      Lembaga pendidikan Islam di Madinah
Ketika rasulullah dan para sahabat hijrah ke madinah salah satu program pertama yang beliau lakukan adalah membangun  sebuah masjid. Dan di masjid itulah pusat kegiatan Nabi Muhammad SAW bersama kaum muslim, untuk bersama-sama membina masyarakat yang baru.
Suatu kebijaksanaan yang sangat efektif dalam pembinaan dan pengembangan masyarakat baru di madinah, adalah di syariatkannya media komonikasi berdasarkan wahyu, yaitu solat jum’at yang dilaksanakan secara berjamaah dan azan. Dengan shalat jum’at tersebut warga masyarakat berkumpul untuk secara lansung mendengar khotbah dari nabi Muhammad saw. Dan solat jum’at berjamaah.


c.       Materi Pendidikan Islam Di Madinah
Pada fase madinah materi pendidikan yang di berikan cakupnya lebih kompleks di bandingkan dengan matrei pendidikan fase makkah. Diantara pelaksanaan pendidikan islam di madinah ialah:
1.      Pendidikan ukhuwah (persaudaraan) antara kaum muslimin.
Dalam melaksanakan pendidikan ukhuwah ini, nabi Muhammad Saw. Bertitik tolak dari struktur kekeluargaan yang ada pada msa itu. Untuk mempersatukan keluarga itu nabi Muhammad berusaha untuk mengikatnya menjadi satu kesatuan yang terpadu. Mereka di persaudarakan karena Allah bukan karena yang lain-lain. Sesuai dengan isi konsitusi Madinah pula, bahwa antara orang yang beriman, tidak boleh membiarkan saudaranya menanggung beban hidup dan utang yang berat di sesame meraka. Antara orang beriman satu dengan yang lainnya haruslah saling membantu dalam menghadapi segala persoalan hidup. Mereka harus bekerja sama dalam mendatangkan kebaikan, mengurus kepentingan bersama, dan menolak kejahatan atau kemudaratan atau kejahatan yang akan menimpa. Dasar pendidikan ukhuwah dalam islam adalah sabda Nabi Muhammad SAW:
 Artinya: Tidak beriman seseorang diantara kamu, sehingga mencintai saudaranya (sesama) sebagaimana mencintai dirinya sendiri (al-hadis).
Dengan demikian, dalam kehidupan masyarakat kaum muslimin yang Nampak bukan lagi hubungan antara keluarga (marga) tetapi yang menonjol adalah hubungan persaudaraan, yakni ukhuwah islamiyah.
2.      Pendidikan kesejahteraan sosial
Terjaminnya kesejahteraan social, tergantung pertama-tama pada terpenuhinya kebutuhan pokok dari pada kehidupan sehari-hari. Untuk itu setiap orang harus bekerja mencari nafkah tetapi problem yang dihadapi masyarakat baru di Madinah dalam hal itu adalah masalah pekerjaan, terutama bagi kaum muhajiri, sedangkan kaum anshor sudah mempunyai pekerjaan sebagai petani dan memiliki sebidang tanah. Dan perdagangan, pada umumnya di kusai oleh orang-orang yahudi.
Untuk mengatasi masalah pekerjaan tersebut, maka Nabi Muhammad Saw memerintahkan kepada kaum Muhajirin yang telah di persaudarakan dengan kaum Ansor agar, mereka bekerja bersama dengan saudara-saudarany tersebut.
Problem social berikutnya yang perlu mendapatkan pengaturan lebih lanjut adalah yang berhubungan dengan pengaturan dan penggunaan harta kekayaan. Dari usaha bersama di bidang perdagangan dan pertanian antara akum muhajirin dengan kaum ansor di madinah, mulailah terkumpul harta kekayaan. Sebagian mereka ada yang menjadi kaya, tetapi sebagian ada yang masih dalam keadaan kurang.
Oleh karena itu Nabi Muhammad SAW kemudian mengatur bagaimana penggunaan harta kekayaan tersebut, agar tidak menumpuk pada orang-orang yang kaya dan agar mereka yang mempunyai tugas khusus juga dapat tepenuhi kebutuhabn hidupnya. Pertama-tama kebiasaan menumpuk harta kekayaan dengan jalan riba dilarang oleh Nabi Muhammad SAW. Ia hanya memperbolehkan jual beli. Kmudian harta kekayaan sampai batas tertentu diwajibkan untuk di keluarkan zakatnya, yaitu seperempat puluh dari harta kekayaan dan harta perdagangan. Demikian halnya dengan hasil pertanian dan peternakan.

3.      Pendidikan kesejahteraan keluarga kaum kerabat.
Yang dimaksud dengan keluarga adalah suami, istri, dan anak-anaknya. Nabi Muhammad SAW berusaha untuk memperbaiki keadaan itu dengan memperkenalkan dan sekaligus menerapkan system kekeluargaan kekerabatan baru, yang berdasarkan kepada Allah. Dan berdasarka pada pengakuan hak-hak individu, hak-hak keluarga dan kemurnian keturunannya dalam kehidupan kekerabatan dan kemasyarakatan yang adil dan seimbang  seperti yang terlihat dalam surat al- Hujarat Ayat 13:
 يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوباً وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ -١٣-

 Artinya: Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kau berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu slaing kenal mengenal, sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.
4.      Pendidikan hankam (pertahanan dan keamanan) dakwah islam
Masyarakat kaum muslim merupakan satu state(negara) di bawah bimbingan nabi muhammad saw yang mempunyai kedaulatan. Ini merupakan dasar bagi usaha dakwahnya untuk menyampaikan ajaran islam kepada seluruh umat manusia secara bertahap. Oleh karena itu, setelah masyarakat kaum muslim di madinah berdiri dan berdaulat, usaha Nabi Muhammad SAW berikutnya adalah memperluas pengakuan kedaulatan tersebut dengan jalan mengajak kabilah-kabilah sekitar nadinah untuk mengakui konstitusi madinah. Ajaran tersebut di sampaikan dengan baik-baik dan bijaksana. Untuk mereka yang tidak mau mengikuti perjanjian damai ada dua kemungkinan tindakan Nabi Muhammad SAW yaitu:
Kalau mereka tidak menyatakan permusuhan atau tidak menyerang kaum muslim atau kaum kabilah yang telah mengikat perjanjian dengan kaum muslim, maka mereka di biarkan saja.
Tetapi kalau mereka menyatakan permusuhan dan menyerang kaum muslim atau menyerang mereka yang telah mengikat perjanjian damai dengan kaum muslim, maka harus di tundukkan/di perangi, sehingga mereka menyatakan tunduk dan mengakui kedaulatan kaum muslim.[7]




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pokok pembinaan pendidikan Islam di kota Mekkah adalah pendidikan tauhid, titik beratnya adalah menanamkan nilai-nilai tauhid ke dalam jiwa setiap individu muslim. Hal ini ditanamkan Rasulullah Saw, karena pada saat itu kondisi masyarakat Mekkah masih dalam keadaan jahiliyah dan masih banyak yang menyembah berhala. Tujuan penanaman nilai-nilai tauhid ini adalah agar jiwa mereka terpancar sinar tauhid dan tercermin dalam perbuatan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan Islam Mekkah merupakan Islam terberat bagi Nabi Muhammad SAW. Karena di Mekkah Nabi banyak mengalami kesulitan dan tantangan dari masayarakat Mekkah yang masih belum menerima adanya agama Islam. Hal ini dapat dilihat pada tahap awal Pendidikan Islam yang dilakukan Rasulullah yang dilakukan secara tersembunyi dan hanya berkisar pada kerabat dekatnya saja.
Dan seiring perkembangan zaman, tantangan pendidikan, khususnya dalam pendidikan Islam sangat besar. Dengan berpijak dasar pendidikan Islam di periode Mekkah, penulis berupaya mereaktualisasikan konsep pendidikan dalam dunia sekarang, khususnya sebagai respon dalam pendidikan Islam di Indonesia. Ada beberapa aspek bentuk orientasi yang di uaraikan, berupa visi misi, tujuan, kurikulum, dan metodologi dalam pendidikan Islam.
Pola pendidikan islam periode Rasulullah SAW fase madinah bahwa pendidikan fase madinah ada dua lembaga pendiikan yaitu rumah para sahabat dan masjid yang multifungsi.
Materi pendidikan di madinah adalah sebagai berikut:
·         Pendidikan ukhuwah(persaudaraan) antara kaum muslimin
·         Pendidikan kesejahteraan social
·         Pendidikan kesejahteraan keluarga kaum kerabat
·         Pendidikan hankam (pertahanan dan keamanan) dakwah islam
Kurikulum yang dipakai madinah sama dengan yang di pakai mekkah, yaitu Al-Qur’an yang di jelaskan dengan hadis Nabi Muhammad SAW yang di turunkan secara berangsur-angsur, hanya kurikulum di madinah lebih komplit, seirama dengan bertambahnya wahyu yang di turunkan kepada Rasulullah SAW.

B. Kritik dan Saran
Tentulah dalam penulisan ini, masih luput dari berbagai kekurangan, karena perlu disadari banyaknya ragam pengetahuan yang ada dari berbagai sudut pandang dikarenakan kehidupan Rasulullah SAW itu menjadi uswah dan lebih jauhnya menjadi sumber hukum dalam kehidupan seorang muslim.
Keterbatasan dan kelemahan dari pengetahuan penulis juga menjadi faktor ketidaksempurnaan penulisa ini. Maka, masukan dari dosen dan mahasiswa, ataupun publik umum menjadi penutup di balik ketidaksempurnaan penulisan ini, semata berikhtiyar untuk mencari sebuah idealnya sebuah realitas khususnya dalam merespon diskursus pendidikan Islam.





DAFTAR PUSTAKA



DR. ‘Aidh Al-Qarni, Keagungan Sirah Nabi SAW, El-Thabina Press, Yogyakarta, 2007.
Ibnu Katsir, Tafsir Juz ‘Amma, Pustaka Azzam, Jakarta, 2013
Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Dirjen Binmas Depag, Jakarta, 2013.
DR. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Rajawali Press, Jakarta, 2008.
DR. Asep Zaenal Ausop, M.Ag, Islamic Character Building, Grafindo Media Pratama, Bandung, 2014.
Fiqmenulis, 2013, Sejarah Pendidikan Islam periode klasik Mekkah, https://fiqmenulis.wordpress.com/2013/05/14/sejarah-pendidikan-islam-periode-islam-klasik-mekkah/, diakses 6 September  2015 jam 05:09 WIB
Siti Muflihah, 2009, Pendidikan Islam pada masa Rasulullah,http://mufeecrf.blogspot.com/2009/10/pendidikan-islam-pada-masa-rasulullah.html, diakses 6 september 2015 jam 05.20 WIB
Imam_s, 2012, pendidikan islam muhammad di mekkah dan madinah, http://imaza17.blogspot.com/2012/04/pendidikan-islam-muhammad-di-mekkah-dan.html, diakses 6 september 2015 jam 05.36  WIB
https://www.google.co.id/search?q=gambar+gambar+peta+hijrah+rasulullah, diakses 6 september 2015 jam 06.19  WIB




[1] Uu RI No. 20 th 2003, Sinar Grafika, 2003, hal 2 .
[2] Al-Quran dan Terjemahnya, PT. Hati Emas , 2013, hal 523.
[3] Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Bumi Aksara, 2013, hal. 14.
[4] Sa’id Hawwa:Al-Asas fit-Tafsir, Robbani Press,Jakarta,200, hal 38-39
[5] Ibnu Katsir, Tfsir Juz Amma, Pustaka Azzam,2013, hal 264-265
[6] Dr. ‘Aidh Al-Qarni, Keagungan Sirah Nabi saw, El-Thabina Press, Yogyakarta,hal 13.