Kamis, 19 Mei 2016

KAJIAN HADITS TENTANG FITRAH ANAK YANG BARU LAHIR


KAJIAN HADITS
TENTANG FITRAH ANAK YANG BARU LAHIR



TUGAS UJIAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas
Ujian Akhir Semester Dua Mata Kuliah Hadits Tarbawi



Dosen Pembimbing :
DIDI MASHUDI, H. Dr, M.Ag



Disusun Oleh :
SANDI ROMADONA
NIM. 2.215.3.081 





PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
1437 H / 2016 M




1.        Teks Hadits dalam kitab Shahih al-Bukhari no. 1296
حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَثَلِ الْبَهِيمَةِ تُنْتَجُ الْبَهِيمَةَ هَلْ تَرَى فِيهَا جَدْعَاءَ

Artinya: Telah menceritakan kepada Adam  telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dza’bin dari Az-zuhriyyi dari Abu Salamah bin Abdur rahman dari Abu Hurairah berkata: Nabi SAW bersabda: setiap anak dilahiran dalam keadaan fitrah. Kemudian kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya?

2.        Hadist yang semakna dengan hadits di atas

a.       Teks Hadits dalam kitab Shahih Muslim

4804 - حَدَّثَنِى أَبُو الطَّاهِرِ وَأَحْمَدُ بْنُ عِيسَى قَالاَ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِى يُونُسُ بْنُ يَزِيِدَ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ أَبَا سَلَمَةَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَخْبَرَهُ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ ». ثُمَّ يَقُولُ اقْرَءُوا (فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِى فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ)
Telah menceritakan kepada kami Abu Thahir dan Ahmad Ibn Isa, keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Ibn Wahb, telah memberitakan kepadaku Yunus Ibn Yazid dari Ibn Syihab bahwasanya Abu Salamah Ibn Abd al-Rahman telah diberitakan kepadanya bahwa Abu Hurairah telah berkata: Rasulullah s.a.w. telah bersabda: "Tidak ada anak yang dilahirkan, kecuali dilahirkan atas kesucian. Kemudian Nabi bersabda: Bacalah oleh kaliah: 'fithratallaahil-latii fatharannaasa 'alaihaa' 'Fitrah Allah yang Dia menciptakan manusia menurut fitrah itu'."


Rangkaian Skematik Sanad Hadits yang sanadnya sampai kepada Rasulullah SAW












b.      Teks Hadits dalam kitab Sunan Abu Dawud

4091 - حَدَّثَنَا الْقَعْنَبِىُّ عَنْ مَالِكٍ عَنْ أَبِى الزِّنَادِ عَنِ الأَعْرَجِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ كَمَا تَنَاتَجُ الإِبِلُ مِنْ بَهِيمَةٍ جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّ مِنْ جَدْعَاءَ ». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ مَنْ يَمُوتُ وَهُوَ صَغِيرٌ قَالَ « اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ ».

Telah menceritakan kepada kami al-Qa’nabi dari Malik dari Abu al-Zinad dari al-‘Araj dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan suci maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi sebagaimana binatang itu dilahirkan dengan lengkap. Apakah kamu melihat binatang lahir dengan terputus (hidung, telinga, dan sebagainya)?". Kemudian beliau ditanya tentang anak orang-orang musyrik, lalu beliau menjawab: Allah lebih tahu tentang apa yang pernah mereka kerjakan.”
Rangkaian Skematik Sanad Hadits yang sanadnya sampai kepada Rasulullah SAW
 










c.         Teks Hadits dalam kitab Musnad Ahmad Ibn Hanbal
6884 - حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى عَنْ مَعْمَرٍ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ
Telah menceritakan kepada kami Abd al-A’la dari Mu’amar dari al-Zuhri dari Sa’id Ibn al-Musayyab dari Abu Hurairah: bahwa Rasulullah s.a.w. telah bersabda: "Tidak ada anak yang dilahirkan, kecuali dilahirkan atas kesucian. Dua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi sebagaimana binatang itu dilahirkan dengan lengkap. Apakah kamu melihat binatang lahir dengan terputus (hidung, telinga, dan sebagainya)?"
Rangkaian Skematik Sanad Hadits yang sanadnya sampai kepada Rasulullah SAW







3.        Nash Al-Quran yang berkaitan dengan Hadist di Atas
Kata fitrah sendiri diungkapkan Allah hanya dalam satu ayat. Allah Swt. berfirman:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفاً فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ 
"Hadapkanlah wajahmu dengan lurus pada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". (QS ar-Rum[30]:30).
Ayat ini oleh para ulama dikaitkan dengan firman Allah:
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِن بَنِي آدَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنفُسِهِمْ أَلَسْتَ بِرَبِّكُمْ قَالُواْ بَلَى شَهِدْنَا أَن تَقُولُواْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ --
"Ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhan kalian?" Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami melakukan yang demikian itu) agar pada Hari Kiamat kalian tidak mengatakan, "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)." (QS al-A'raf [7]: 172).

Pengaruh orang tua/lingkungan sosial terhadap anak
Syahid Mutahhari berkata, “manusia meskipun ia tidak bisa memisahkan hubungannya dengan genetik, lingkungan alam, lingkungan sosial dan sejarah zaman secara keseluruhan, akan tetapi ia mampu melawannya sehingga bisa membebaskan dirinya dari ikatan faktor-faktor ini. Dari satu sisi manusia dengan kekuatan akal dan ilmunya dan dari sisi lain dengan kekuatan ikhtiar dan imamnya ia mampu melakukan perubahan pada faktor-faktor ini. Faktor-faktor ini ia rubah sesuai dengan kemauannya, sehingga ia menjadi pemilik bagi nasibnya sendiri, oleh karena itu benar kalau kita katakan bahwasanya lingkungan memiliki peran mendasar dalam pembentukan kepribadian manusia akan tetapi bukan faktor penentu yang pasti karena manusia memiliki ikhtiar.

Pengaruh Keshalihan Orang Tua
Keshalihan kedua orang tua memberi pengaruh kepada anak-anaknya. Bukti pengaruh ini bisa dilihat dari kisah Nabi Khidhir yang menegakkan tembok dengan suka rela tanpa meminta upah, sehingga Musa menanyakan alasan mengapa ia tidak mau mengambil upah. Allah berfirman, yang artinya:
Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shalih, maka Rabbmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaan dan mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Rabbmu dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. [al-Kahfi/18:82].
Dalam menafsirkan firman Allah Azza wa Jalla "dan kedua orang tuanya adalah orang shalih," Ibnu Katsir berkata: "Ayat di atas menjadi dalil bahwa keshalihan seseorang berpengaruh kepada anak cucunya di dunia dan akhirat berkat ketaatan dan syafaatnya kepada mereka, maka mereka terangkat derajatnya di surga agar kedua orang tuanya senang dan berbahagia sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-Qur`ân dan as-Sunnah". [1
Allah telah memerintahkan kepada kedua orang tua yang khawatir terhadap masa depan anak-anaknya agar selalu bertakwa, beramal shalih, beramar ma’ruf nahi mungkar dan berbagai macam amal ketaatan lainnya, sehingga dengan amalan-amalan itu Allah akan menjaga anak cucunya. Allah Azza wa jalla berfirman, yang artinya:
 "Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar".[an-Nisâ`/4:9]

Beberapa pendapat ulama tentang pengaruh orantua terhadah anak
Dari Said bin Jubair dari Ibnu 'Abbas Radhiyallahu 'anhu, berkata: "Allah Azza wa jalla mengangkat derajat anak cucu seorang mukmin setara dengannya, meskipun amal perbuatan anak cucunya di bawahnya, agar kedua orang tuanya tenang dan bahagia. Kemudian beliau membaca firman Allah, yang artinya :
 "'Dan orang-orang yang beriman dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan. Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya'." [ath-Thûr/52:21].[2]
Ibnu Syahin meriwayatkan, bahwasanya Haritsah bin Nu`man Radhiyallahu 'anhu datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam namun ia sedang berbicara dengan seseorang hingga ia duduk tidak mengucapkan salam, maka Jibril Alaihissallam berkata: "Ketahuilah bila orang ini mengucapkan salam, maka aku akan menjawabnya?" Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada Jibril: "Kamu kenal dengan orang ini?" Jibril Alaihissallam menjawab: "Ya, ia termasuk delapan puluh orang yang sabar pada waktu perang Hunain yang telah dijamin rizki oleh Allah bersama anak-anak mereka nanti di surga".
Syaikh Siddiq Hasan Khan rahimahullah berkata: "Sesungguhnya Allah mengangkat derajat anak cucu seorang mukmin, meskipun amalan mereka di bawahnya, agar orang tuanya tenang dan bahagia, dengan syarat mereka dalam keadaan beriman dan telah berumur baligh bukan masih kecil. Meskipun anak-anak yang belum baligh tetap dipertemukan dengan orang tua mereka".
Cara yang paling tepat untuk meluruskan anak-anak harus dimulai dengan melakukan perubahan sikap dan perilaku dari kedua orang tua. Begitu pula dengan merubah sikap dan perilaku kita kepada kedua orang tua kita, yaitu dengan berbuat baik dan taat kepadanya, serta menjauhi sikap durhaka kepadanya".

4.        Peran orang tua terhadap anaknya berdasarkan pendekatan manajemen pendidikan islam
Manajemen dalam kamus umum bahasa Indonesia (W.J.S. Poerwadarminta, 2007:742) adalah cara mengelola suatu perusahaan besar. Pengelolaan atau pengaturan dilaksanakan oleh seorang manajer (pengatur/pemimpin) berdasarkan urutan manajemen. Kalau dikaitkan dengan pendidikan Islam berari bagaimana pengelolaan atau pengaturan lembaga pendidikan agar menjadi lembaga pendidik yang bermutu. Dalam keterkaitannya Manajemen Pendidikan Islam dengan peran orang tua terhadap anaknya berarti bagaimana seoarang manajer (manajer di sini adalah orang tua) berperan mengelola pendidikan terhadap anaknya untuk bekal di masa depannya kelak.
Allah SWT berfirman  Q.S At-tahrim : 6
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Ayat di atas, Allah memerintahkan kita untuk menjaga diri kita terlebih dahulu, kemudian keluarga dari api neraka. Dari pandangan Manajemen pendidikan ini adalah bagaimana Allah memberikan tarbiyyah kepada hambanya untuk mengutamakan diri sendiri (manajemen diri) ketika ingin menjaga keluarga atau orang lain. Dan ini adalah peranan orang tua untuk menjauhkan diri dan keluarga dari sesuatu yang menjerumuskan ke dalam api neraka. Salah satu keluarga yang harus di jaga yaitu anak-anak. Anak-anak sebagai titipan dari Allah SWT yang awalnya mereka adalah suci maka harus kembali dalam keadaan suci dengan syariatnya penjagaan dan pendidikan dari orang tuanya. Sebagaimana di sampaikan dalam Hadist Shohih Imam bukhori, dari Abu Huroiroh Rasulullah SAW bersabda;
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَثَلِ الْبَهِيمَةِ تُنْتَجُ الْبَهِيمَةَ هَلْ تَرَى فِيهَا جَدْعَاءَ
setiap anak dilahiran dalam keadaan fitrah. Kemudian kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya?
Begitu berat peran orang tua mendidik anak-anaknya supaya kembali kefitrahnya ketika Allah menurunkanya ke dunia dengan jalan dari perut ibu. Di dalam pendekatan manajemen Pendidikan Islam akan dikaji langkah-langkah peran orang tua untuk mendidik anak-anaknya dan langkah ini sudah di sampaikan di dalam Al-Quran dalam Q.S Luqman 13-19:
13.Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar".
14. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
15. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
16. (Lukman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
17. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
18. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
19. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.

Dari ayat di atas, nasihat Lukmanul hakim terhadap anaknya sebagai pendidikan yang bertahap untuk dilaksanakan yaitu,
1.     Untuk tidak menyekutukan Allah SWT.
2.     Untuk berbuat baik kepada orang tua dan bersyukur kepada Allah dan kepada kedua orang tua.
3.     Berbuat kebaikan walaupun hanya sedikit, karena Allah akan membalas dari apa yang diperbuat  
4.     Untuk mendirikan sholat, berbuat kebaikan dan mencegah perbuatan mungkar, dan bersabar atas segala yang menimpa
5.     Untuk tidak sombong dan angkuh
6.     Untuk hidup sederhana dan jaga lisan

     Nasihat di atas adalah bagaimana pengelolaan pendidikan terhadap anak dengan mengajarkan beberapa pendidikan yang penting sebelum terjun ke masyarakat luas. dan pendidikan ini di lakukan di lingkungan keluarga/rumah oleh orang tua seperti, maka peran orang sangatlah signifikan terhadap anak dengan mengajarkan pendidikan yang bermanfaat untuk bekal kelak ketika dewasa:
·       Mengajarkan terlebih dahulu pendidikan Tauhiid karena itu adalah hakikat manusia untuk mengenal Allah SWT sebagai pencipta dengan tidak menyekutukanNya. Ilmu Tauhid adalah ilmu mendasar yang harus diajarkan orantua kepada anaknya sebelum mengajarkan ilmu-ilmu lainnya
·       Mengajarkan pendidikan akhlaq yaitu dengan berbuat baik kepada orang tua sebagai rasa syukur kepada Allah dan orang tua yang telah melahirkan dan mendidik sehingga bisa mengenal Allah.
·       Mengajarkan Pendidikan sosial/muamalah yaitu dengan berbuat baik kepada orang lain, saling tolong menolong antar sesama. Pendidikan ini adalah pendidikan tentang pergaulan dengan cangkupannya lebih luas yaitu masyarakat.
·       Mangajarkan pendidikan Fiqih/peribadahan yaitu ibadah yang pertama di sebutkan dalam nasihat Lukman kepada anaknya adalah mendirikan Sholat. Tidak dipungkiri sholat adalah ibadah yang wajib dilaksanakan sebagai penyembahan kepada Allah SWT. Karena dengan melaksanakan sholat akan tercegah dari perbuatan keji dan mungkar
·       Mengajarkan kehidupan yang sederhana dan tidak sombong atau angkuh. Inilah nasihat yang terakhir di sampaikan untuk bekal ketika orang sudah sukses dalam kehidupannya (harta, ilmu, pendidikan sudah tercapai) untuk tidak ada sedikit rasa ujub atau merasa diri paling benar diantara yang lainnya.  
 Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen pendidikan Islam tentang peran orang tua terhadap anak sudah disampaikan oleh orang Sholeh terdahulu yang di abadikan di dalam Al-Quran yaitu Lukmanul Hakim kepada anaknya. Nasihat ini juga adalah peran pengelolaan pendidikan orang tua terhadap anaknya di lingkungan keluarga/rumah sehingga ketika dewasa anak akan tumbuh sebagai anak yang sholeh yaitu menghambakan dirinya hanya kepada Allah, berbakti kepada orang tua dan berbuat baik kepada sesama makhluk ciptaan Allah.