Jumat, 07 Desember 2018

Aswaja Sebagai Dasar Filosofi

Aswaja Sebagai Dasar Filosofi

BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah
             Aswaja yang sebagai mana kita pegangi selama ini, sehingga tidak jarang memunculkan paradigma jumud (berhenti), kaku, dan eksklusif atau bahkan menganggap sebagai sebuah madzhab dan idiologi yang Qod’i. Salah satu karakter Aswaja adalah selalu bisa beradaptasi dengan situasi dan kondisi. NU mendasarkan faham keagamaan kepada sumber ajaran Islam Alquran, Al Hadits, Al Ijma’ dan Al Qiyas dalam memahami dan menafsirkan Islam dari sumbernya tersebut, NU mengikuti Faham Ahlusunnah Wal Jamaah dengan menggunakan jalan pendekatan (Al Madzhab) di bidang Aqidah NU mengikuti ajaran yang dipelopori oleh Imam Abu Mansur Al Maturidi, dibidang fiqih NU mengikuti jalan pendekatan salah satu dari Hanafi, Maliki, Assyafi’i, dan Hambali, dibidang tassawuf  NU mengikuti antara lain Imam Junaidi Al bagdadi dan Imam Al ghazali.

Bagaimana mungkin dalam satu madzhab mengandung beberapa madzhab, dan bagaimana mungkin dalam satu idiologi ada doktrin yang kontradiktif antara doktrin imam satu dengan imam yang lain. Itu karena Aswaja itu sebenarnya bukanlah madzhab. Tetapi hanyalah manhaj al-fikr atau filosofi saja, yang di dalamnya masih memuat beberapa aliran dan madzhab. Maka dalam makalah ini akan kita bahas materi yang bertema “Aswaja Sebagai Dasar Filosofi”.

B. Rumusan Masalah
            Dari latar belakang masalah yang sudah dibahas di atas dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa kaidah dasar aswaja NU?

2. Apa saja Prinsip-prinsip dasar filosofi aswaja?

3. Apa dasar filosofi keagamaan aswaja?
4. Apa saja kepercayaan-kepercayaan dalam filosofi Aswaja?

BAB II
Pembahasan

A. Kaidah Dasar Aswaja NU
            Menurut KH. M. Hasyim Asy’ari, Aswaja adalah golongan yang berpegang teguh kepada sunnah Nabi, para sahabat, dan mengikuti warisan para wali dan ulama. Secara spesifik, Aswaja yang berkembang di Jawa adalah mereka yang dalam fikih mengikuti Imam Syafi’i, dalam akidah mengikuti Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari, dan dalam tasawuf mengikuti Imam al-Ghazali dan Imam Abu al-Hasan al-Syadzili.[1] kaidah dasar yang sering dipakai warga Nahdliyin dariKH. M. Hasyim Asy’ari adalah sebagai berikut:

مُحَافَظَةُ عَلَى قَدِيْمِ الصَّالِحْ وَالْاَ خْذُ عَلَى جَدِيْدِ الْاَ صْلَحْ

Artinya: “memelihara tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik”

            Kaidah diatas menunjukkan bahwa aswaja sebagai sebuah dasar pemikiran dapat menerima suatu hal yang baru dan tidak ekstrim membid’ah hal yang baru tersebut, disisi lain aswaja masih menjaga dan melestarikan tradisi atau kebiasaan lama yang tidak bertentangan dengan ajaran islam.

B. Prinsip-Prinsip Dasar Filosofi Aswaja
            Dalam menumbuhkan sikap dalam menjalani kehidupan aswaja menumbuhkan prinsip-prinsip yang patut dilaksanakan setiap hari, yang meliputi:

1.      At-Tawasuth & Al-Iqtishad
Tawasuth adalah suatu pola mengambil jalan tengah bagi dua kutub pemikiran yang ekstrem (tatharruf): misalnya antara Qadariyah (free-william) di satu sisi dengan Jabariyah (fatalism) di sisi yang lain; skriptualisme ortodokos salaf dan rasionalisme Mu’tazilah; dan antara Sufisme Salafi dan Sufisme Falsafi. Pengambilan jalan tengah bagi kedua ekstrimitas ini juga disertai sikap al-iqtishad (moderat) yang tetap memberikan ruang dialog bagi pemikiran yang berbeda-beda.

Pentingnya moderasi dituangkan dalam al-Qur’an.

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا...... (١٤٣)

Artinya: “Dan demikian Kami telah jadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.....” (QS. Albaqoroh: 143)

2.      At-Tasamuh
Tasamuh adalah toleran terhadap pluralitas pemikiran. Dalam hukum Islam, Aswaja responsif terhadap produk pemikiran madzhab-madzhab fikih. Dalam konteks sosial-budaya, toleran dengan tradisi-tradisi yang telah berkembang di masyarakat, tanpa melibatkan diri dalam substansinya, bahkan berusaha untuk mengarahkannya. Sikap toleran ini memberikan nuansa khusus dalam hubungannya dengan dimensi kemanusiaan dalam lingkup yang lebih universal.

3.      At-Tawazun
Tawazun adalah keseimbangan, terutama dalam dimensi sosial-politik. Prinsip ini dalam kerangka mewujudkan integritas dan solidaritas sosial umat Islam. Bukti dari pengembangan corak al-tawazun ini dapat disaksikan dari dinamika historis pemikiran-pemikiran al-Asy’ari dan al-Ghazali. Asy’ari lahir di tengah dominasi ekstrimitas rasionalisme Mu’tazilah dan skriptualisme Salafiyah, sedangkan al-Ghazali menghadapi gelombang besar ekstemitas kaum filosof Syi’ah dan Batiniyyah.

Menurut al-Ghazali, rasionalisme bisa mengantarkan kemajuan, namun bisa menjauhkan manusia dari Tuhannya. Sebaliknya, aspek batin mendapatkan atensitas berlebihan, dapat melumpuhkan intelektualitas, kreativitas dan etos kerja. Maka dibutuhkan keseimbangan antara tuntutan-tuntutan kemanusiaan dan ketuhanan. Di tangan al-Ghazali muncul konsep penyatuan antara tatanan duniawi dan tatanan agama dan juga ideologi integrasi agama dan negara. Jika di era Mu’tazilah, hanya mengukuhkan nilai berdasarkan akal, pada ditangan al-Ghazali, nilai dibentuk oleh proses integrasi antara agama, dunia, dan negara.[2]

4.  Amar Ma’ruf Nahi Munkar
            Amar ma’ruf nahi munkar artinya menyeru dan mendorong berbuat baik yang bermanfaat bagi kehidupan duniawi maupun ukhrawi, serta mencegah dan menghilangkan segala hal yang dapat merugikan, merusak, merendahkan dan atau menjerumuskan nilai-nilai moral keagamaan dan kemanusiaan.

5.  Ta’Adul
            Ta’Adul artinya adil atau bisa disebut juga tegak lurus. Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat prinsip ini menumbuhkan rasa keadilan yang didorong untuk menuju kepada kehidupan yang menegakkan kebenaran.

Al-Qur’an mendorong manusia untuk adil dan menegakkan kebenaran:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (٨)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(QS. Almaidah: 8)

6.  At-Taqaddum
            Al-Taqaddum yang berarti berhaluan kearah depan (progresifitas). Prinsip ini mendorong warga NU untuk berpikir maju dalam mengembangkan semua sektor, khususnya pemberdayaan ekonomi dan peningkatan kualitas pendidikan. Dunia ini adalah media kompetisi, siapa yang terbaik dialah yang memenangkan persaingan. Maka, tidak cukup berpikir moderat, toleran, dan mengedepankan keseimbangan. Bergerak maju dengan cepat adalah modal menggapai kesuksesan.

Al-Qur’an mendorong umat Islam untuk aktif dan progresif menyongsong masa depan.

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ (١١٠)

Artinya: “kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. (QS. Ali-imran: 110)

C. Dasar Filosofi Keagamaan Aswaja
Ada empat dasar yang dipakai aswaja dalam mengambil sebuah hukum dalam islam yang bersumber dari beberapa hal sebagai berikut:

1. Al-Qur’an
 Al-Qur’an adalah kalam Allah ataukalamullah subhanahu wata’ala yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Membacanya ibadah, susunan katanya merupakan mukjizat, termakyub dalam mushaf dan dinukil secara mutawatir.[3]

2. Al-Hadits
Hadits menurut bahasa adalah al-jadidyang artinya sesuatu yang baru. Sedangkan menurut istilah, para ahli memberikan definisi yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang disiplin ilmunya.

v  Menurut ahli hadits pengertian hadits ialah:

ما أضيف الى النبى صلى الله عليه وسلم قولا أفعلا أوتقريرا أوصفة
            Artinya: “sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat beliau ”.[4]

3. Al-Ijma’
 Ijma’ adalah kesepakatan para mujtahid pada suatu masa sepeninggal Rasululah SAW dalam hukum syar’i mengenai suatu hal. kalau kesepakatan itu sudah terwujud, maka kesepakatan itu merupakan dasar hukum. Contoh : kesepakatan tentang kebenaran mushhaf al-Qur’an Utsmani, yaitu mushhaf yang disusun oleh para ahli di kalangan sahabat sejak Khalifah Utsman.

            Kebenaram mushhaf ini mengikat seluruh kaum muslimin, berdasarkan kesepakatan tersebut. Kita tidak dapat membayangkan kekacauan yang akan timbul, seandainya kebenaran mushhaf tersebut diragukan dan dipersoalkan lagi.

4.  Al-Qiyas
Qiyas adalah persamaan hukum suatu hal yang tidak ada keterangan hukumnya di dalam Al-Quran dan Al-Hadits dengan hukum suatu hal lain (yang sudah ada keterangan hukumnya di dalam Al-Quran dan Al-Hadits), karena ada persamaan alasan hukumnya (‘illat al-hukmi).

Contoh kongkrit ialah mempersamakan hukum minum nabidz (air peresan tape) atau lainnya (yang tidak ada keterangan hukumnya secara jelas dan pasti di dalam Al-Quran dan Al-Hadits) dengan hukum minum khamr, yaitu sama-sama haram, karena ada persamaan alasan hukum antara keduanya, yaitu sama-sama memabukkan.

Dengan metode/ kaidah al-Qiyas ini, banyak sekali hal yang baru muncul (dan selalu  muncul) dapat diketemukan hukumnya, meskipun tidak ada keterangannya yang sharih dan qath’i  di dalam Al-Quran dan Al-Hadits.

D. Kepercayaan-Kepercayaan Dalam Filosofi Aswaja

            Aswaja dalam bidang aqidah mengikuti Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi yang kepercayan-kepercayaannya cenderung menolak paham golongan-golongan khawarij, muktazillah, dan golongan-golongan lainnya. Kepercayan-kepercayaan filosofi aswaja tersebut antara lain:

1. Allah bisa dilihat dengan mata kepala di akhirat.
2. Sifat-sifat Allah, yaitu sifat-sifat positif atau ma’ani, yaitu qodart, iradat, dan seterusnya adalah sifat-sifat yang lain, dari dzat Allah,tetapi bukan juga lain dari dzat.

3. Al-Qur’an sebagai manifestasi kalamullah yang qodim, sedangkan Al-Qur’an yang berupa huruf dan suara adalah baru.

4. Ciptaan Tuhan tidak karena tujuan.

5.      Allah menghendaki kebaikan dan keburukan.

6.      Allah tidak berkewajiban:

a.       Membuat baik dan yang terbaik.

b.      Mengutus utusan.

c.       Memberi pahala kepada orang yang taat dan menjatuhkan siksa atas orang yang durhaka.

7.      Allah boleh memberi beban di atas kesanggupan manusia.

8.      Kebaikan dan keburukan tidak diketahui akal semata-mata.

9.      Pekerjaan manusia Allahlah yang menjadikannya.

10.  Ada syafa’at pada hari kiamat.

11.  Utusannya Nabi Muhammad SAW, diperkuat dengan mukjizat-mukjizat.

12.  Kebangkitan di akhirat pengumpulan Manusia (hasyr), pertanyaan mungkar dan nakir di kubur, siksa kubur, timbangan amal perbuatan Manusia, jembatan (shirat) kesemuanya adalh benar.

13.  Surga dan neraka makhluk kedua-duanya.

14.  Semua sahabat-sahabat Nabi ada dan baik.

15.  Sepuluh orang sahabat yang dijanjikan masuk surga oleh nabi pasti terjadi.

16.  Ijma’ adalah suatu kebenaran yang harus diterima.

17.  Orang mukmin yang mengerjakan dosa besar akan masuk neraka sampai selesai menjalani siksa, dan akhirnya akan masuk surga.[5]

                                     
BAB III
Penutup

A. Kesimpulan

            Dari pembahasan di atas ada hal-hal penting yang dapat dijadikan kesimpulan makalah ini, antara lain:

1.      kaidah dasar yang sering dipakai warga Nahdliyin adalah sebagai berikut:

محافظة على قديم الصالح والا خذ على جديد الا صلح

Artinya: “memelihara tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik”

2.      Prinsip-prinsip dasar filosofi aswaja antara lain: at-tawasuth & al-iqtishad, at-tasamuh, at-tawazun, amar ma’ruf nahi munkar, ta’adul, at-taqaddum.

3.      Dasar filosofi keagamaan aswaja, yaitu: al-qur’an, hadits, ijma’, qiyas.

4.      Kepercayaan-kepercayaan filosofi aswaja mengikuti ajaran aqidah Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi.

B. Saran

            Demikian yang telah kami bahas dan sudah cukup dipertegas bahwasannya aswaja bukanlah sebuah madzab akan tetapi sebuah filosofi yang mewujudkan keselarasan dan kemurnian islam dari pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan ajaran islam. Oleh karena itu orang yang mengaku berlandasan aswaja, maka harus juga berlandaskan hal-hal yang sudah kami bahas di atas.

            Pembahasan makalah ini mungkin masih kurang sempurna. Oleh karena itu penulis masih membutuhkan saran dan perbaikan dari para pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Hanafi, A. 2001. Pengantar Theology Islam. Jakarta: PT. Al-Husna Zikra

Marzuki, Kamaluddin. 1992. ‘Ulum Al-Qur’an. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Misrawi, Zuhairi. 2010. Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, Moderasi, Keumatan, Dan Kebangsaan. Jakarta : Kompas

Muhibbin  Zuhri, Achmad. 2010. Pemikiran KH. M. Hasyim Asy’ari Tentang Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jama’ah. Surabaya : Khalista & LTN PBNU

Suparta, Munzier. 2008. Ilmu Hadits. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

[1] Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, Moderasi, Keumatan, Dan Kebangsaan,(Jakarta : Kompas, 2010) cet. 1.  hlm: 107

                [2] Achmad Muhibbin Zuhri, Pemikiran KH. M. Hasyim Asy’ari Tentang Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jama’ah,(Surabaya : Khalista & LTN PBNU, 2010), cet. 1, hlm: 61-66

            [3] Kamaluddin Marzuki, ‘Ulum Al-Qur’an, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1992), hlm: 3

                [4] Drs. Munzier Suparta M.A., Ilmu Hadits, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hlm: 3

                [5] A Hanafi, M.A., Pengantar Theology Islam, (Jakarta: PT. Al-Husna Zikra, 2001), hlm: 116-117

Minggu, 25 November 2018

Wirid Sesudah Shalat Maghrib dan Subuh

NU Online | Ahad, 25 November 2018

Rasululah SAW tidak pernah melewatkan zikir atau wirid setelah shalat wajib lima waktu. Rasulullah SAW melazimkan beberapa zikir tertentu setiap kali selesai shalat wajib seperti tasbih, tahmid, dan takbir sebanyak 33 kali. Rasulullah SAW memberikan contoh kepada para sahabat terkait zikir atau wirid tersebut.

Sebuah hadits riwayat Abu Hurairah meriwayatkan sabda Rasulullah SAW sebagai berikut:

قال صلى الله عليه وسلم من سبح دبر كل صلاة ثلاثا وثلاثين وحمد ثلاثا وثلاثين وكبر ثلاثا وثلاثين وختم المائة بلا إله إلا الله لاشريك له له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير غفرت ذنوبه ولو كانت مثل زبد البحر

Artinya, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Siapa yang bertasbih, bertahmid, dan bertakbir setelah shalat sebanyak 33 kali dan menutupnya dengan membaca lâ ilâha illallâh lâ syarîka lahu lahul mulku wa lahulhamdu wa huwa ‘alâ kulli syai’in qadîr, maka dosanya akan diampuni meskipun sebanyak buih di lautan,’” (HR. Malik).

Zikir, wirid, dan doa setelah shalat wajib mengandung keutamaan luar biasa. Rasulullah SAW bahkan mengatakan bahwa Allah menjamin pengabulan doa yang dibaca sesudah sembahyang wajib lima waktu.

Adapun berikut ini adalah rangkaian zikir dan wirid yang perlu dibaca sesudah sembahyang Maghrib dan Subuh. Rangkaian susunan wirid ini sebagian besar dikutip dari Perukunan Melayu, ikhtisar dari karya Syekh M Arsyad Banjar, [Jakarta, Al-Aidarus: tanpa tahun], halaman 11-12. Rangkaian wirid ini dibaca sesudah salam sembahyang Maghrib dan Subuh.

1. Membaca istighfar 3 kali:

أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِـيْم 

2. Membaca sifat Allah dan bertobat:

الَّذِيْ لَااِلَهَ اِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ مِنْ جَمِيْعِ المَعَاصِي وَالذُّنُوبِ وَلَاحَوْلَ وَلَاقُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ الْعَلِـىِّ الْعَظِيْمِ

3. Membaca kalimat ini sebanyak 10 kali:

لَاإِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ

4. Lalu membaca doa perlindungan dari neraka sebanyak 7 kali:

اَللَّهُمَّ أَجِرْنِـي (أَجِرْنَا) مِنَ النَّارِ

5. Membaca doa keselamatan:

اَللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ، وَمِنْكَ السَّلَامُ، وَإِلَيْكَ يَعُوْدُ السَّلَامُ فَحَيِّنَا رَبَّنَا بِالسَّلَامِ وَاَدْخِلْنَا الْـجَنَّةَ دَارَ السَّلَامِ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ يَا ذَاالْـجَلَالِ وَاْلإِكْرَام.

6. Membaca Surat Al-Fatihah:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ. إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ. اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ. صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ. غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ. آمِيْنَ

7. Membaca Surat Al-Ikhlas:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ. اللَّهُ الصَّمَدُ. لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ. وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ.

8. Membaca Surat Al-Falaq:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ.مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ. وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ.وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ. وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ.

9. Membaca Surat An-Nas:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ. مَلِكِ النَّاسِ. إِلَهِ النَّاسِ. مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ. الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ. مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ.

10. Membaca awal Surat Al-Baqarah:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. الۤمّۤ ۚ. ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ. الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ. وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ. أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

11. Membaca Ayat Kursi:

وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيْمُ. اَللهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَّلَانَوْمٌ، لَهُ مَافِي السَّمَاوَاتِ وَمَافِي اْلأَرْضِ مَن ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَابَيْنَ أَيْدِيْهِمْ وَمَاخَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيْطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَآءَ، وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ وَلَا يَـؤدُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ.

12. Membaca Surat Al-Baqarah ayat 284:

لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

13. Membaca akhir Surat Al-Baqarah:

آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ، كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ، وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ. لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا، لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ. رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا، أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ.

14. Membaca beberapa ayat pada awal Surat Ali Imran:

شَهِدَ الهُا أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ، لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ، إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ، قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ، بِيَدِكَ الْخَيْرُ، إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ. تُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَتُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ،

وَتُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَتُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ، وَتَرْزُقُ مَنْ تَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ

إِلَهِيْ يَا رَبِّ

11. Membaca tasbih sebanyak 33 kali:

سُبْحَانَ اللهِ

12. Mengakhiri tasbih dengan lafal tasbih berikut ini:

سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ دَائِمًا أَبَدًا

13. Membaca tahmid sebanyak 33 kali:

اَلْحَمْدُ لِلهِ

14. Mengakhiri tahmid dengan lafal tahmid berikut ini:

اَلْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ عَلَى كُلِّ حَالٍ وَفِي كُلِّ حَالٍ وَنِعْمَةٍ

15. Membaca takbir sebanyak 33 kali:

اَللهُ اَكْبَرْ

12. Kemudian mengakhiri takbir denga lafal takbir panjang berikut ini:

اَللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا، لَاإِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ، وَلَاحَوْلَ وَلَاقُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ الْعَلِـىِّ الْعَظِيْمِ

13. Membaca doa berikut ini:

اَللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلَا رَآدَّ لِمَا قَضَيْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَاالْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

14. Membaca shalawat berikut ini:

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَبَارِكْ وَسَلِّمْ كُلَّمَا ذَكَرَكَ الذَّاكِرُوْنَ وَغَفَلَ عَنْ ذِكْرِكَ الغَافِلُوْنَ وَسَلِّمْ وَرَضِيَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَنْ سَادَاتِنَا أَصْحَابِ سَيِّدِنَا رَسُوْلِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ

15. Memuji Allah dengan lafal berikut ini:

حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الوَكِيْلُ وَلَاحَوْلَ وَلَاقُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ الْعَلِـىِّ الْعَظِيْمِ

16. Membaca istighfar satu kali:

أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِـيْم

17. Membaca lafal berikut ini dua kali:

يَا لَطِيْفُ يَا كَافِي يَا حَفِيْظُ يَا شَافِي

18. Membaca lafal berikut ini satu kali:

يَا لَطِيْفُ يَا وَافِي يَا اللهُ يَا كَرِيْمُ أَنْتَ اللهُ

19. Membaca tahlil 10 kali:

لَاإِلَهَ إِلَّا اللهُ

20. Membaca dua kalimat syahadat berikut ini:

لَاإِلَهَ إِلَّا اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَةُ حَقٍّ عَلَيِهَا نَحْيَى وَعَلَيْهَا نَمُوْتُ وَبِهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ الآمِنِيْنَ بِرَحْمَةِ اللهِ وَكَرَمِهِ

21. Membaca Surat Al-Ahzab ayat 56:

إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

22. Membaca Surat Al-Fatihah:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ. آمين

23. Membaca istighfar sebanyak 3 kali:

أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِـيْمِ

24. Membaca doa singkat berikut ini:

الحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ حَمْداً يُوَافِي نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ. يَا رَبَّنَا لَكَ الحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ كَمَا يَنْبَغِي لِجَلَالِ وَجْهِكَ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ يَا ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ وَسَلِّمْ وَرَضِيَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَنْ سَادَاتِنَا أَصْحَابِ سَيِّدِنَا رَسُوْلِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ

25. Membaca doa lainnya yang lazim dibaca sesudah shalat wajib. Wallahu a'lam. (Alhafiz K)

Senin, 19 November 2018

Dalil dan Keutamaan Maulid Nabi Muhammad SAW

Diterbitkan Oleh Majelis Dzikir dan Sholawat NURUNNAJAH

Ketika cahaya tauhid padam di muka bumi, maka kegelapan yang tebal hampir saja menyelimuti akal. Di sana tidak tersisa orang-orang yang bertauhid kecuali sedikit dari orang-orang yang masih mempertahankan nilai-nilai ajaran tauhid. Maka Allah SWT berkehendak dengan rahmat-Nya yang mulia untuk mengutus seorang rasul yang membawa ajaran langit untuk mengakhiri penderitaan di tengah-tengah kehidupan. Dan ketika malam mencekam, datanglah matahari para nabi. Kedatangan Nabi tersebut sebagai bukti terkabulnya doa Nabi Ibrahim as kekasih Allah SWT, dan sebagai bukti kebenaran berita gembira yang disampaikan oleh Nabi Isa as.

Allah SWT menyampaikan shalawatnya kepada Nabi itu, sebagai bentuk rahmat dan keberkahan. Para malaikat pun menyampaikan shalawat kepadanya sebagai bentuk pujian dan permintaan ampunan, sedangkan orang-orang mukmin bershalawat kepadanya sebagai bentuk penghormatan. Allah SWT berfirman:

إنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. al-Azhab: 56)

Di bulan Rabi’ul Awal yang penuh dengan rahmat dan berkah ini seluruh masyarakat muslim di dunia dengan penuh cinta menyambut maulid Nabi Muhammad SAW, yakni tanggal 12 Rabi’ul Awal. Seluruh umat Islam dunia berlomba-lomba untuk mengepresiasikan kecintaan Nabi Muhammad dengan melakukan amalan-amalan yang tidak bertentangan dengan syariat islam seperti halnya di dusun-dusun membaca shalawat nabi yang dimulai pada malam pertama bulan Robiu’l awal sampai malam tanggal 12 rabiu’ul awal, dengan bertujuan untuk mendapatkan syafa’at di dunia akhirat kelak nanti.

Keutamaan Maulid

Banyak keutamaan-keutamaan yang dapat diperoleh bagi seorang muslim yang mau mengangungkan baginda Nabi Muhammad.

Ungkapan Kecintaan Kepada Nabi Muhammad

Peringatan maulid Nabi Muhammad adalah sebuah ungkapan kecintaan dan kegembiraan dengan beliau. Bahkan orang kafir saja mendapatkan manfaat dengan kegembiran it.

فقد جاء في البخاري أنه يخفف عن أبي لهب كل يوم الإثنين بسبب عتقه لثويبة جاريته لما بشّرته بولادة المصطفى صلى الله عليه وسلم. وهذا الخبر رواه البخاري في الصحيح في كتاب النكاح معلقا ونقله الحافظ ابن حجر في الفتح. ورواه الإمام عبد الرزاق الصنعانيفي المصنف ج ٧ ص ٤٧٨

Dalam hadits di atas yang diriwayatkan Imam al-Bukhori. dikisahkan ketika Tsuwaibah, budak perempuan Abu lahab, paman nabi , menyampaikan berita gembira tentang kelahiran sang jabang bayi yang sangat mulia , Abu Lahab pun memerdekan Tsuwaibah sebagai tanda cinta dan kasih. Dan karena kegembiraannya, kelak di hari kiamat siksa atas dirinya diringankan setiap hari senin tiba.

Meneguhkan Kembali Kecintaan kepada Beliau

Meneguhkan kembali kecintaan kepada Nabi Muhammad. Bagi seorang mukmin, kecintaan kepada Nabi adalah sebuah keharusan, salah satu untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan. Kecintaan kepada nabi harus berada diatas segalanya, bahkan melebihi kecintaan kepada istri, anaknya, bahkan  kecintaan diri sendiri.

لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحبّ إليه من ولده ووالده والناس أجمعين.

Artinya:

Tidak sempurna iman salah satu diantara kamu sehingga aku lebih dicintai olehnya daripada anaknya, orang tuanya dan seluruh manusia.” (HR. Bukhori Muslim).

Mendapatkan Rahmat Allah SWT

Mendapatkan rahmat Allah berupa taman surga dan dibangkitkan bersama-sama golongan orang yang jujur, orang yang mati syahid dan orang yang sholeh. Imam Sirri Saqathi Rahimahullah  berkata:

من قصد موضعا يقرأ فيه مولد النبي صلى الله عليه وسلم فقد قصد روضة من رياض الجنة لأنه ما قصد ذلك الموضع إلا لمحبة النبي صلى الله عليه وسلم : وقد قال صلى الله عليه وسلم: من أحبني كان معي في الجنة.

Artinya:

“Barang siapa menyengaja (pergi) ke suatu tempat yang dalamnya terdapat pembacaan maulid nabi, maka sungguh ia telah menyengaja (pergi) ke sebuah taman dari taman-taman surga, karena ia menuju tempat tersebut melainkan kecintaannya kepada baginda rasul. Rosulullah bersabda:  barang siapa mencintaku, maka ia akan bersamaku di syurga.

Sedangkan Imam Syafi’i Rohimahullah berkata:

من جمع لمولد النبي صلى الله عليه وسلم إخوانا وهيأ طعاما وأخلى مكانا وعمل إحسانا وصار سببا لقراءته بعثه الله يوم القيامة مع الصادقين والشهداء والصالحين ، ويكون في جنات النعيم.

Artinya :

“Barang siapa yang mengumpulkan saudara-saudara untuk memperingati Maulid nabi, kemudian menyediakan makanan, tempat, dan berbuat kebaikan untuk mereka serta ia menjadi sebab untuk atas dibacakannya maulid nabi, maka Allah akan membangkitkan dia bersama-sama orang yang jujur, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang sholeh. Dan dia akan dimasukkan dalam syurga na’im.”

Dalil-dalil tentang Maulid Nabi Muhammad SAW

Banyak dalil-dalil, baik al-Qur’an, al-Sunnah, maupun perkataan ulama, yang menunjukkan dianjurkannnya memperingati Maulid Nabi. Diantaranya dalam al-Qur’an surat Yunus ayat 58 dan surat al-Abiya’ ayat 107.

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ.(يونس: ٨٥

Artinya:

Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”. (QS. Yunus: 58)

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ. الأنبياء: ١٠٧

Artinya:

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (QS al-Anbiya: 107)

Kelahiran Nabi Muhammad digambarkan oleh al-Qur’an sebagai keutamaan dan rahmat yang universal dan agung, memberikan kebahagiaan dan kebaikan bagi seluruh manusia. dalam dua ayat di atas Allah SWT dengan lahirnya beliau dan diutusnya beliau sebagai rasul adalah sebuah rahmat yang tidak terkira bagi seluruh alam semesta ini, rahmatan lil ‘alamin. Merayakan tahun kelahiran raja, negara, atau hanya orang biasa, saja bermegah-megahan, kenapa kita sebagai muslim merayakan kelahiran  Nabi yang disanjung-sanjung, cukup dengan shalawat, salam, dzikir, doa, dan berbuat kebaikan seperti sedekah dan membahagiakan orang, ogah-ogahan?

عن أبي قتادة رضي الله عنه : أن رسول الله صلى الله عليه وسلم سُئل عن صوم يوم الإثنين؟ فقال “فيه ولدت، وفيه أنزل علي” رواه الإمام مسلم في الصحيح في كتاب الصيام.

Artinya:

Dari Abi Qotadah Ra, bahwa Rasulullah SAW ditanya mengenai puasa hari senin. Maka beliau menjawab “Di hari itu aku dilahirkan, dan di hari itu diturunkan padaku (al-Qur’an)” (HR. Imam Muslim dalam Shohih-nya pembahasa tentang puasa)

Hari  senin, hari kelahiran Nabi, oleh beliau dianjurkan untuk melakukan puasa. Hal tersebut menunjukkan keutamaan hari itu, dimana cayaha kebenaran terbentang di negeri padang pasir yang jahiliyyah. Pantas jika kelahiran beliau adalah sebuah hari yang patut untuk diperingati dan diisi dengan kegiatan yang baik dan tidak bertentangan dengan syariat. Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibn Asyakir, Ibn Warrahawi, dan al-Dhiya’ dari shahabat Abu Sa’id al-Khurdi disebutkan:

أَتَانِيْ جِبْرِيْلُ فَقَالَ إِنَّ رَبِّيْ وَرَبَّكَ يَقُوْلُ لَكَ: تَدْرِى كَيْفَ رَفَعْتُ ذِكْرَكَ؟ قُلْتُ: اَللهُ أَعْلَمُ. قَالَ: لاَ أَذْكُرُ إِلاَّ ذُكِرْتَ مَعِيْ (ع حب) وابن عساكر وابن والرهاوي في الأربعين، والضياء في المختارة عن أبى سعيد الخدري . (فيض القدير جزء ١ ص:١٢٨

Artinya:

“Jibril datang kepadaku, lalu berkata ‘Sesungguhnya Tuhanku dan Tuhanmu berkata kepadamu: Kamu tahu, bagaimana aku mengangkat sebutanmu? Lalu aku menjawab: Allahu a’lam. Jibril berkata: Aku tidak akan menyebut, kecuali engkau disebut bersamaku.”(HR. Ibnu ‘Asyakir, Ibnu Warrohawi dalam kitab al-‘Arbain, dan al-Dhiya’ dalam kitab al-Mukhtarah dari Sahabat Abu Sa’id al-Khudri)

Bahkan Ibnu Taimiyah yang menjadi kiblat pemikiran para tokoh Islam kanan, dan digambarkan sangat menolak peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. malah menganjurkan untuk melakukannya, bahkan dikatakan memiliki faedah pahala. Hal tersebut tidak dijelaskan oleh siapapun, tapi oleh beliau sendiri dalam kitab beliau Iqtidla’u al-Shirati al-Mustaqim, Mukholafatu Ashhabi al-Jahim halaman 297. Berikut stetemen beliau dalam kitab tersebut:

فَتَعْظِيْمُ الْمَوْلِدِ وَاتِّخَاذُهُ مَوْسِمًا قَدْ يَفْعَلُهُ بَعْضُ النَّاسِ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهِ أَجْرٌ عَظِيْمٌ لِحُسْنِ قَصْدِهِ وَتَعْظِيْمِهِ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ كَمَا قَدَّمْتُهُ لَكَ. (الشيخ ابن تيمية، اقتضاء الصراط المستقيم، مخالفة أصحاب الجحيم: ص/٢٩٧.

Artinya:

Mengagungkan maulid (Nabi Muhammad) dan melakukannya rutin (setiap tahun), yang kadang dilakukan oleh sebagian orang. Dan baginya dalam merayakan maulid tersebut, pahala yang agung/besar karena tujuan yang baik dan mengagungkan Rasulullah SAW. dan keluarga beliau. Sebagaimana yang telah aku sampaikan padamu. (Syaikh Ibn Taimiyah, Iqtidla’u al-Shirati al-Mustaqim, Mukholafatu Ashhabi al-Jahim: 297)

فقام عند ذلك السبكي، وجميع من عنده فحصل أنس كبير في ذلك المجلس ، وعمل المولد واجتماع الناس له كذلك مستحسن. قال الإمام أبو شامة شيخ النووي: من أحسن ما إبتدع في زماننا ما يفعل كل عام في اليوم الموافق ليوم مولده صلى الله عليه وسلم من الصدقة والمعروف وإظهار الزينة والسرور فإن فيه مع الإحسان للفقراء إشعارا بمحبته صلى الله عليه وسلم وتعظيمه وشكر على ما من به علينا.  قال السخاوي وحدوث عمل المولد بعد القرون الثلاثة ، ثم لا زال المسلمون يفعلونه. وقال إبن الجوزي من خواصه أنه أمان في ذلك العام وبشري عاجلة، واول من أحدثه من الملوك المظفر. قال سبط إبن الجوزي في مرأة الزمان: حكي لي من حضر سماط المظفر في بعض المولد أنه عد فيه خمسة الاف رأس غنم شواء وعشرة ألاف دجاجة ومائة ألف زبدية وثلاثين الف صحن حلواء ، وكان يحضره أعيان العلماء والصوفية ، ويصرف عليه ثلاثمائة الف دينار.   (إسعاد الرفيق جزء 1 ص 26).

Imam Subkhi dan para pengikutnya juga menganggab baik peringatan maulid dan berkumpulnya manusia untuk merayakannya. Imam Abu Syammah Syaikh al-Nawawi mengatakan bahwa barang siapa yang melakukan kebaikan seperti hal-hal baik yang terjadi di zaman kami yang dilakukan oleh masyarakat umum di hari yang bertepatan dengan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. diantarnya sedekah, berbuat baik, memperlihatkan hiasan dan kebahagiaan. Maka sesungguhnya dalam hari tersebut beliau menganjurkan agar umat muslim berbuat baik kepada para fakir sebagai syiar kecintaan terhadap baginda Rasul. mengangungkan beliau, dan sebagai ungkapan rasa syukur.

Menurut Imam al-Sakhawi, adanya peringatan itu sejak abad ketiga hijriyah. Sejak itu, orang-orang Islam terus mengerjakannya.

Bahkan, Ibnu al-Jauzi, yang biasanya dijadikan hujjah oleh para kaum ekstrimis kanan mengharamkan perayaan maulid, sama seperti Ibn Taimiyah, malah menukil sejarah maulid itu sendiri. Ibn al-Jauzi mengatakan bahwa perayaan maulid dimulai pada masa Raja al-Mudhafar. Beliau menceritakan parayaan tersebut sangat besar, megah, dan penuh dengan kebahagiaan yang tidak terkira. Disediakan 5.000 kambing, 10.000 ayam, 100.000 porsi, dan 30.000 piring manisan. Dihadiri oleh para ulama dan para sufi, yang oleh Raja al-Mudhaffar diberikan setiap orang 300.000 dinar. (Is’adur Rofiq:1:26)

Kalau saja rasul masih hidup, apa yang hendak kita banggakan di hadapan beliau? Kemaksiatan, dosa, dan tidak menjalankan ajaran beliau, apa itu yang bisa kita sampaikan? Hanya sekedar merayakan dengan sederhana namun bermakna dan penuh rahmat dan berkah, kita merasa enggan dan justru secara buta mengharamkannnya, umat Islam lain dikafirkan dan dianggap melenceng dari ajaran Nabi? Kalau Maulid Nabi dilarang, bagimana dengan perayaan Maulid Raja? Allahumma sholli wa sallim a'la Sayyidina Muhammad wa a’la ali wa shohbihi ajma’in. Selamat hari Maulid Nabi Muhammad SAW.

Penulis: Zaenal Karomi, Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang, aktif di Sanggar Kepoedang

Senin, 12 November 2018

NADHOMAN TAREKH NABI MUHAMMAD SAW

MAJELIS TA'LIM NURUNNAJAH CIANJUR

NGADERES NADZOMAN
KEDAH DI GALAKEUN DEUI NADHOMAN TAREKH NABI Muhammad SAW ;
NABI URANG SAREREA

*BismillaahirRohmaanirRohiim*

1
Nabi urang  saréréa,
Kangjeng Nabi anu mulya,
Muhammad jenenganana,
Arab Kurés nya bangsana.

2
Ramana Gusti Abdullah,
Ibuna Siti Aminah,
dibabarkeunana di Mekah,
wengi Senén taun Gajah.

3
Robiul awal bulanna,
tanggal kadua belasna,
April bulan maséhina,
tanggal kadua-puluhna.

4
Ari bilangan taunna,
lima ratus cariosna,
tujuh puluh panambihna,
sareng sahiji punjulna.

5
Siti Aminah misaur,
waktos babarna kacatur,
ningal cahaya mani ngempur,
di bumina hurung mancur

6
Babar taya kokotoran
Orok tos kenging nyepitan
Soca lir kenging nyipatan
Sarta harum seuseungitan

7
Medal Nabi Akhir Zaman
Pirang-pirang ka anehan
Sesembahan Bangsa Syetan
Kabeh pada Karuksakan

8
Nabi yuswa Lima Bulan
Geus Yasa Angkat - angkatan
Yuswana Salapan Bulan
Geus Capetang Sasauran

9
Yuswana Sapuluh Bulan
Yasa Ameng Papanahan
Ngéléhkeun Budak nu Lian
Tapi tara kumagungan

10
Parangina Kangjeng Nabi,
jatnika pinuh ku puji
pinter tur gedé kawani,
sabar nyaah ka sasami.

11
Keur opat taun yuswana,
diberesihan manahna,
nabi dibeulah dadana,
malaikat nu meulahna.

12
Jibril kadua réncangna
Mikail jenenganana,
ngeusikeun kana manahna,
elmu hikmah sapinuhna.

13
Tuluy dada Kanjeng Nabi,
gancang dirapetkeun deui,
sarta teu ngaraos nyeri,
dicap ku Khotami Nabi.

14
Rama Nabi kacaturkeun
pupusna kacarioskeun
basa Nabi dibobotkeun
dua sasih kaunggelkeun

15
Kagenep taun yuswana
ditilar pupus ibuna
Nabi dirorok eyangna
Abdul Mutalib asmana

16
Kersana Rabbul’alamin
Kangjeng Nabi nu prihatin
yuswa dalapan taun yakin
éyangna mulih ka batin

17
Sabada wapat éyangna
Nabi dirawat Uwa na
Abi Talib kakasihna
sadérék teges ramana

18
Kangjéng Nabi sering pisan
dicandak ka Nagara Sam
sok nyandak barang dagangan
di dinya téh pajeng pisan

19
Kacatur di éta nagri
loba pandita Yahudi
sareng pandita Nasrani
nu tepang jeung Kangjeng Nabi

20
Sadayana sasauran
ieu jalmi mo nyalahan
pinabieun ahir jaman
Torét, Injil, geus ngiberan

21
Sipat Nabi panganggeusan
aya di anjeunna pisan
harita loba nu iman
ka Nabi ngangken panutan

22
Lami - Lami Kangjeng Nabi
Di Sambat ku Hiji Istri
Dagang ka Unggal Nagri
Ka untungana di bagi

23
Istri Jenengan Khodijah
Putra Huwailid katelah
Nu pang Bengharna di Mekah
Ka Nabi kalangkung nyaah

24
Siti Khodijah masrahan
Ka Nabi Barang Dagangan
Mesaroh nu Ngarencangan
Ka Nabi purah Nyarengan

25
Kacarios MeMesaroh teh
Loba pamendakna Aneh
Cicirén Nabi nu Sholeh
Matak ngagerakkeun Kabeh

26
Tatangkalan uluk Salam
Mega bodas sok Mayungan
Jeung aya cap Kanabian
Dina salirana pisan

27
Pamendak Siti Khodijah
Cocok pisan jeung Mesaroh
Akhirna Siti Khodijah
Ka Nabi mundut di Tikah

28
Harita yuswana Nabi
Salawe tahun kawarti
Ngadak - ngadak Sugih Mukti
Tapi tambah sae Ati

29
Karesepna Kangjeng Nabi
ka Gusti Allah ngabakti
di Gunung Hira maranti,
ibadahna saban wengi.

30
Di dinya jol kasumpingan,
Jibril nu nurunkeun Kur’an,
kalawan dawuh Pangéran,
Nabi didamel utusan.

31
Harita yuswana Nabi,
patpuluh taun kawarti,
diutus ku Allah pasti,
ngémbarkeun agama suci.

32
Anu iman pangheulana,
Siti Khodijah garwana,
Abu Bakar kaduana
sohabat nu pangmulyana

33
Murangkalih nu nonoman,
anu pangheulana iman,
Sayidina Ali pisan,
ka Nabi sadérék misan.

34
Jeung ari jalma beulian,
anu pangheulana iman,
Sayid Bilal kaleresan,
anu jadi tukang adan.

35
Ari lolobana pisan
ka Nabi téh ngamusuhan,
nganiaya ngajailan,
teu aya pisan ras-rasan.

36
Para Shohabat kungsi Ngalih
Ka Nagri Habsi nu teubih
Didinya Anjeuna Linggih
Kirang kenging tilu sasih

37
Samulih Shohabat ti Habsi
Kacarios Kangjeung Nabi
Kenging pohara Cocobi
Kersana nu Maha Suci

38
Uwa na sareng Garwa na
Pada pupus duanana
Harita Nabi yuswana
Kalima puluh tahunan

39
Geus pupus Siti Khodijah
Nikah ka Siti Saodah
Sareng ka Siti 'Aisyah
Ummil Mu'minin ka telah

40
Tidinya kersa Pangéran
Maparinan Kamulyaan
Ka Nabi nu Akhir Zaman
Kakasih nu Sifat Rohman

41
Nuju tanggal tujuh likur,
bulan Rajab nu kacatur,
runut kaol nu kamashur
Kangjeng Nabi téh disaur.

42
Dipapag ku malaikat,
nyandak burok nu kasebat,
leumpangna téh cara kilat,
tutunggangan Nabi angkat.

43
Ti Mekah ka Baitul Maqdis,
teu lami-lami antawis,
ku jalmi henteu katawis,
Kersana Gusti nu Wacis.

44
Ti Baétul Makdis terasna,
naék tangga saterusna,
mi’raj téa kasebatna,
ka langit Nabi sumpingna.

45
Tujuh langit sadayana,
sareng aras pangluhurna,
disumpingan sadayana,
katut surga-narakana.

46
Kangjeng Nabi ditimbalan,
ku Gusti Nu Sipat Rahman,
anjeunna kudu netepan,
solat muji ka Pangéran.

47
Sadayana jalmi iman,
sami gaduh kawajiban,
solat nu lima giliran,
henteu meunang dikurangan.

48
Solat éta minangkana,
dina agama tihangna,
jalmi nu luput solatna,
nyata rubuh agamana.

49
Kacarios dina Zaman
Mi'rojna Nabi Panutan
Yuswana teh kaleresan
Lama puluh dua jalan

50
Kapir Mekah kacaturkeun,
barang Nabi nyarioskeun,
mi’raj lain dimulyakan,
anggur pada nyeungseurikeun.

51
Pada hasud ngakalakeun,
ti dinya Allah ngersakeun,
Kangjeng Nabi dialihkeun,
ka Madinah disirnakeun.

52
Para sohabat pirang-pirang,
nu buméla milu iang,
milu ngalih saabrulan,
henteu pisan sumoréang.

53
Tambih kamulyaan nabi,
di madinah asal sepi,
jadi ramé ku nu ngaji,
muji ka Nu Maha Suci.

54
Sapuluh taun lamina,
di Madinah jumenengna,
agama Islam cahyana,
gumebyar ka mana-mana.

55
Nagri Mekah di Perangan
Akhirna kaboyong pisan
Nabi tambah kamulyaan
Yaqin lain Jijieunan

56
Ari yuswa Kangjeng Nabi
Genep puluh tilu pasti
Maqomna di jeuro Nagri
Madinah Nagara Suci

57
Puputrana Kanjeng Nabi
Aya Opat anu Istri
Siti Zenab nu Kahiji
Ruqoyah nu hiji deui

58
Ummi Kulsum katiluna
Siti Fatimah Bungsuna
Ari putra nu Cikalna
Sidna Qosim kakasihna

59
Sidna 'Abdullah Raina
Ibrohim nu katiluna
Eta nu genep putrana
Siti Khodijah Ibuna

60
Sidna Ibrohim Ibuna
Mariyah jenenganana
Istri ti Mesir asalna
Tah kitu turunanana

61
Putra nu pameugeut kabeh
Pupus keur Aralit keneh
Nu istri Carogena teh
Para Shohabat nu Sholeh

62
Siti Zenab Carogena
Abul'Ash Jenenganana
Siti Ruqoyah Carogena
Sidna 'Utsman mimitina

63
Geus Siti Ruqoyah Hilang
Anjeuna turun Ka ranjang
Ummi kultsum putri Lanjang
Di Tikah geuntos nu Hilang

64
Caroge Siti Fatimah
Sidna 'Ali nu katelah
Bakarromallahu Wajhah
Anu ka Mashurkeun gagah

65
Ari Putu Kanjeng Nabi
Dalapan pamegeut Istri
Siti Umamah jeung 'Ali
Ti Siti Zenab kawarti

66
Ari Sidna 'Abdullah mah
Putu ti Siti Ruqoyah
Putu tu Siti Fatimah
Aya Lima kabeh namah

67
Tilu anu pameugeutna
Sidna Hasan kakasihna
Sidna Husen ka duana
Sidna Muhsin ka tiluna

68
Ummi Kulsum nu Istrina
Ka Sidna 'Umar Nikah na
Sitna Zenab ka duana
Nurut Ungeuling wartosna

69
Urang kudu Cinta ati
Ka Turunan Kanjeng Nabi
Poma ulah goreng Ati
Sumawona Hiri dengki

70
Ari mungguh Kangjeng Nabi,
nyaahna langkung ti misti,
ka umatna jaler istri,
leuwih ti sepuh pribadi.

71
Welas asih ka nu miskin,
sumawon ka budak yatim,
pada seubeuh ku paparin,
kadaharan jeung pisalin.

72
Akurna ka urang kampung,
calik satata ngariung,
tara angkuh jeung adigung,
sanajan ka urang gunung.

73
Ka nu nandang kasusahan,
gering jeung kapapaténan,
ngalayad sarta ngubaran,
ngajajapkeun ka kuburan.

74
Manis saur manis budi,
éstu mustikaning jalmi,
sajagat mo’ mendak deui,
saé rupa jeung parangi.

75
Raray lir bulan purnama,
halisna lir katumbiri,
waos lir inten widuri,
salira harum wawangi.

76
Éstu kersaning Pangéran,
lain seungit dimenyanan,
karinget pada nandéan,
diparaké seuseungitan.

77
Sakitu Nabi mulyana
Taya pisan adigung na
Angkat pungkureun Shohbatna
Kalangkung handap Asorna

78
Anggoan kersa lumayan
Najan nu geus di Tambalan
Kitu deui katuangan
Bangeut pisan di Kurangan

79
Beutah dina Kamiskinan
Lain Sabab teu kagungan
Ngahaja bae ngirangan
Ngarah karidhoan Tuhan

80
Pirang-pirang mujijatna,
tawis kanabianana,
Kur’an nu nomer hijina
mujijat nu pangmulyana.

81
Tangkal nu pérang daunna,
disiram urut abdasna,
ngadadak loba buahna,
sarta hirup saterasna.

82
Domba nu banget kuruna,
sarta lalépét susuna,
diusap ku pananganna,
ngadadak juuh susuna

83
Dina hiji waktos deui,
sahabat bet kirang cai,
teras baé Kangjeng Nabi,
mundut cai anu kari

84
Cai ngan sakedét pisan,
éstu kabéh pada héran,
Nabi neuleumkeun panangan,
dumadak tuluy manceran.

85
Cai mancer loba pisan,
ka luar tina panangan,
sela-sela ramo pisan,
cukup keur jalma réaan.

86
Kacatur Hiji Beudeuwi
Ngadoja ka Kanjeng Nabi
Nitah nyaur tangkal kai
Sina ngomong cara Jalmi

87
Tuluy Tangkal teh di Saur
Harita ku Kanjeng Rosul
Tangkal datang ngagulusur
Akarna teh di Gugusur

88
Ngadeuheus ka Kanjeng Nabi
Uluk Salam cara Jalmi
Sanggeus kitu balik deui
Ka tempat asalna tadi

89
Badwi teh ngan kantun Héran
Ningal eta ka anehan
Tuluy bae asup Islam
Ka Nabi ngangken panutan

90
Saliana Loba deui
Mu’jizatna Kanjeng Nabi
Mun di wincik Hiji - hiji
Keur nulisna moal mahi

91
He Allah nu Sifat Rohman
Abdi Sadayana Iman
Teu Aya deui Pangéran
Lian ti Anjeuna pisan

92
Nu ngadamel Bumi 'Alam
Rawuh saeusina pisan
Nu Wajib di Ibadahan
Teu aya anu nyésa pisan

93
Sareng abdi Iman deui
Ka Sidna Muhammad Nabi
Yen eta utusan Gusti
Miwulang sadaya Jalmi

94
Nu Sifat ka percayaan
Bijaksana tur Budiman
Bener unggal sasauran
Najan Saur kaheureuyan

95
Ngémbarkeun Kanjeng Nabi téh
Ka Jalma sadunya kabeh
Dawuh Pangéran nu Shoheh
Nu Wajib di Turut nateh

96
Hurmat urang ka Anjeuna
Dina mangsa jumenengna
Sareng sa ba'da Wafat na
Eta teu aya beda na

97
Duh Gusti jungjunan abdi
Sidna Muhammad habibi
Pamugi salira nampi
Kanu hina diri abdi

98
'Abdi umat akhir zaman
Anu banget panasaran
Hoyong tepang ngadeuheusan
Seja tumut serah badan

99
Di Yaumil Akhir pamugi
'Abdi sing janten ngahiji
Sareng indung bapa 'Abdi
Ngiring Gusti ka Sawargi

*Alhamdulillaah

*Tammat Wallaahu A'lam*
Mugi Ageung Manfa'at...