SEJARAH PEMIKIRAN ISLAM
Oleh : M. Ja'far Nashir, M.A
A. PENDAHULUAN
Didalam
memahami ajaran agama Islam, setiap muslim amat tergantung pada
kemampuan para ulama dalam menggali dan menarik kesimpulah hulum-hukum
Islam dari sumbernya Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam perkembangannya
pemikiran Islam tidak saja hanya berkisar tentang hukum-hukum Islam,
akan tetapi sudah berkembang sampai dengan Teologi, dan Filsafat. Bahkan
dewasa ini sudah berkembang sampai dengan pemikiran Liberalis.
Untuk
lebih memahami bagaimana perkembangan pemikiran dalam Islam mulai dari
masalah Hukum (Fiqh), Teologi, sampai dengan Filsafat, berikut akan kami
jabarkan sedikit tentang perkembangan tersebut.
B. PERKEMBANGAN PEMIKIRAN ISLAM
Perkembangan pemikiran dalam Islam, dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : (1) Pemikiran Ahl Fiqh, (2) Pemikiran Teologi Islam, (3) Pemikiran Filsafat Islam., dan (4) Pemikiran Islam Indonesia
1) PERKEMBANGAN CORAK FIKR AHL FIQH
Perkembangan
fiqh dimulai sejak zaman Rasulullah saw masih hidup, pada masa ini
tidak ada masalah yang berarti dimana hal tersebur dikarenakan Nabi saw
langsung menjasi pembuat fiqh dan melakukan ijtihad sendiri. Pada masa
Sahabat perkembangan fiqh terbagi menjadi dua, yaitu : kelompok alh
an-Nash (seperti abuu huraurah & Anas), dan ahl al-Rayi (seperti
Umar bin Khattab as). Setelah berakhirnya kepemimpinan Ali bin Abi
tholib perkembangan fiqh dinamakan Fiqh Tabi’in, yang mana pada masa ini
fiqh terbagi menjadi dua kelompok, yaitu : Ahl an-Nash (para Fuqoha’
al-Saba’ah / Madinah), dan Ahl al-Ra’yi (Fuqoha’ al-Shittah / Kuffah).
Lebih lanjut berikut perkembangan fiqh serta corak yang mempengaruhinya :
a. Manhaj al-Fikr Fikih Ahl al-Madinah
Corak
pemikiran banyak dipengaruhi oleh kebuadayaan syiria dan kekuasaan
Umayyah. Tokoh-tokohnya antara lain : al-Awza’i. Sedang sifat pemikiran
fikiq ahl al-madinah adalah thesa atau dalam arti bahwa fikih ahl al-madinah masih murni yang bersumberkan dari Al-Qur’an dan Hadits.
b. Manhaj al-Fikr Fikih Asy-Syafi’i
Corak
pemikirannya lebih banyak dipengaruhi (didominasi) al-Qur’an dan
As-Sunnah. Toko-tokohnya antara lain : Asy-Syafi’i, Ibn Hambali, dan
Malik Ibn Abbas / Dawud Ibn Khalaf (keduanya cenderung juga kepemikiran
Fikih al-Madinah). Sedang sifat pemikiran fikiq Asy-Syafi’i adalah anti-thesa.
Ini berarti juga bahwa pemikiran ahl asy-Syafi’i sudah mengarah pada
penggabungan antara fikih ahl al-madinah (murni) dengan fikih ahl
al-Iraq (yang sudah menggunakan rasional).
c. Manhaj al-Fikr Fikih Ahl al-Iraq
Corak
Pemikiran yang digunakan adalah dengan menggunakan analogi dan
dipengaruhi oleh kekuasaan Abbasyiyah. Tokoh-tokohnya antara lain : Abu
Hanifah, Asy-Syaibani (cendrung juga ke pemikiran As-Syafi’i). Sedang
sifat pemikiran fikiq ahl al-Iraq adalah sinthesa.
Pemiiran ahl al-Iraq sudah mengarah kepada penggunaan akal secara
berlebihan walau tidak mengenyampingkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
2) PERKEMBANGAN GOLONGAN TEOLOGI ISLAM
Tumbuh
dan berkembangnya golongan-golongan teologi Islam, muncul setelah peran
kepemimpinan (Kekhalifahan) dalam Islam pindah dari Rasullah saw ke
para Sahabat (Khulafaur Rasyidin). Dan pembembangannya semakin bertambah
besar setelah terbunuhnya Ali bin Abi Tholib dan pindahnya kepemimpinan
kepada Muawiyyah (yang menerapkan sistem kepemimpinan dengan model
monarkhi/kerajaan)
Theologi merupakan usaha pemahaman yang dilakukan para ulama’ (teolog muslim) tentang akidah Islam yang terkandung dalam naqli (al-Qur’an
dan As-Sunnah). Tujuan usaha pemahaman tersebut adalah menetapkan,
menjelaskan atau membela akidah Islam, serta menolak akidah yang salah
dan atau bertentangan dengan akidah Islam. Dengan demikian fungsi
Teologi adalah bertugas menjelaskan dan memberikan pemahaman terhadap
kebenaran parrenial Islam dengan bahasa Kontekstual.
Adapun aliran-aliran Teologi Islam dapat dijabarkan antara lain sebagai beikurt :
a. Golongan Khowarij (Teologi Eksklusif)
Khowarij
ini muncul setelah perang siffin antara Ali dan Mu’awiyyah. Inti dari
pokok pikirannya adalah : (1) Bahwa, Ali, Usman dan orang-orang yang
turut dalam peperangan Jamal, dan orang-orang yang setuju adanya
perundingan antara Ali dan Mu’awiyyah, semua dihukumkan orang-orang
“Kafir”, (2) Bahwa, setiap umat Muhammad yang terus-menerus membuat dosa
besar, hingga matinya belum taubat, orang itu dihukumkan kafir dan akan
kekal di neraka, dan (3) Bahwa, boleh keluar dan tidak mematuhi
aturan-aturan kepala negara, bila ternyata kepala negara itu seorang
yang zalim atau khianat.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa teologi golongan khowarij bahwa orang
yang berdosa besar dicap sebagai orang kafir, lawan dari orang kafir
adalah orang yang beriman, orang yang beriman wajib berijtihad memerangi
orang kafir, karena orang kafir halal darahnya. (yang disebutkan orang
kafir disini adalah sebagaimana disebutkan diatas).
b. Golongan Murji’ah (Teologi Inklusif)
Aliran
ini timbul di Damaskus pada akhir abad pertama Hijrah. Aliran ini
berpendapat bahwa, orang-orang yang sudah mukmin yang berbuat dosa
besar, hingga matinya tidak juga taubat, orang itu belum dapat dihukum
sekarang. Terserah atau ditunda serta dikembalikan saja urusannya kepada
Allah kelak setelah hari kiamat. Pendapat ini adalah kebalikan dari
faham Khawarij. Selain itu faham ini berpendapat bahwa “Tidak akan
memberi bekas dan memudaratkan perbuatan maksiat itu terhadap
keimanan.Demikian pula sebaliknya, Tidaklah akan memberi manfa’at dan
memberi faedah ketaatan seseorang, terhadap kekafirannya” (artinya : tidaklah akan berguna dan tidaklah akan memberi pahala perbuatan baik yang dilakukan oleh orang yang telah kafir).
c. Golongan Khowarij (Teologi Rasional)
Tokohnya
adalah Abu Huzdaifah washil bin ‘Atha Al-Ghazali. Aliran ini
berpendapat bahwa, manusia adalah merdeka dalam segala perbuatan dan
bebas bertindak. Sebab itu mereka diazab atas perbuatan dan tindakannya.
Tentang ketauhidan, mereka “menafikan” dan meniadakan sifat-sifat
Allah. Artinya Tuhan itu ada bersifat. Karena seandainya bersifat yang
macam-macam, niscaya Allah Ta’ala berbilang (lebih dari satu). Inilah
yang dimaksud mereka Ahli Tauhid, menafikan sifat-sifat Allah.
d. Golongan Asy’ariyah
Golongan
ini muncul pada abad ke 11, yang berkembang di Baghdad dengan salah
satu tokohnya adalah : Hakim al-Baqailani dan al-Juwaini. Pokok
pemikirannya cenderung pada pemikiran Rasional, hampir sama dengan
pemikiran golongan Mu’tazilah.
3) PERKEMBANGAN PEMIKIRAN FILSAFAT ISLAM (TOKOH-TOKOH FILSAFAT ISLAM)
a. Pemikiran Filsafat Al-Ghazali / 1050-1111 M (Tahafutut al-Falasifah)
Pokok pemikiran dari al-Ghozali adalah tentang Tahafutu al-falasifah (kerancuan berfilsafat) dimana al-Ghazali menyerang para filosof-filosof Islam berkenaan dengan kerancuan berfikir mereka. Tiga diantaranya, menutur al-Ghazali menyebabkan mereka telah kufur, yaitu tentang : Qadimnya Alam, Pengetahuan Tuhan, dan Kebangkitan jasmani.
b. Pemikiran Filsafat Ibn Rusyd 520 H/1134 M (Teori Kebenaran Ganda)
Salah
satu Pemikiran Ibn Rusyd adalah ia membela para filosof dan pemikiran
mereka dan mendudukkan masalah-masalah tersebut pada porsinya dari
seranga al-Ghazali.Untuk itu ia menulis sanggahan berjudul Tahafut al-Tahafut. Dalam buku ini Ibn Rusyd menjelaskan bahwa sebenarnya al-Ghazalilah yang kacau dalam berfikirnya.
c. Pemikiran Filsafat Suhrawardi / 1158-1191 M (Isyraqiyah / Illuminatif)
Pokok pemikiran Suhrawardi adalah tentang teori emanasi, ia berpendapat bahwa sumber dari segala sesuatu adalah Nuur An-Nuur (Al-Haq) yaitu Tuhan itu sendiri. Yang kemudian memancar menjadi Nuur al-Awwal, kemudian memancar lagi mejadi Nuur kedua,
dan seterusnya hingga yang paling bawah (Nur yang semakin tipis)
memancar menjadi Alam (karena semakin gelap suatu benda maka ia semakin
padat).
Pendapatnya
yang kedua adalah bahwa sumber dari Ilmu dan atau kebenaran adalah
Allah, alam dan Wahyu bisa dijadikan sebagai perantara (ilmu) oleh
manusia untuk mengetahui keberadaan Allah. Sehingga keduanya, antara
Alam dan Wahyu adalah sama-sama sebagai ilmu.
d. Pemikiran Filsafat Islam Lainnya.
Disanping ketiga tokoh pemikir filsafat Islam tersebut diatas, berikut tokoh-tokoh pemikir filsafat Islam lainnya, antara lain :
1) Al-Kindi (806-873 M)
Pemikiran
filsafatnya berikisar tentang masalah : Relevansi agama dan filsafat,
fisika dan metafisika (hakekat Tuhan bukti adanya Tuhan dan
sifat-sifatNya), Roh (Jiwa), dan Kenabian.
2) Abu Bakar Ar-Razi (865-925 M)
Pemikiran
filsafatnya berikisar tentang masalah : Akal dan agama (penolakan
terhadap kenabian dan wahyu), prinsip lima yang abadi, dan hubungan jiwa
dan materi.
3) Al-Farabi (870-950 M)
Pemikiran
filsafatnya berikisar tentang masalah : kesatuan filsafat, metafisika
(hakekat Tuhan), teori emanasi, teori edea, Utopia jiwa (akal), dan
teori kenabian.
4) Ibnu Maskawih (932-1020 M)
Pemikiran filsafatnya berikisar tentang masalah : filsafat akhlaq, dam filsafat jiwa.
5) Ibnu Shina (980-1036 M)
Pemikiran
filsafatnya berikisar tentang masalah : fisika dan metafisika, filsafat
emanasi, filsafat jiwa (akal), dan teori kenabian.
6) Ibnu Bajjah (1082-1138 M)
Pemikiran filsafatnya berikisar tentang masalah : metafisika, teori pengetahuan, filsafat akhlaq, dan Tadbir al-mutawahhid (mengatur hidup secara sendiri).
7) Ibnu Yaufal (1082-1138 M)
Pemikiran filsafatnya berikisar tentang masalah : percikan filsafat, dan kisah hay bin yaqadhan.
4) PERKEMBANGAN PEMIKIRAN MODERN
1. Islam Tekstual
Corak
pemikirannya masih bersifat fundamental, Tekstualis, dan Skeptis. Dalam
hal ini antara Islam dengan Modernitas masih dipertentangkan belum ada
titik temu dan modernitas belum bisa menyatu dengan Islam.
2. Islam Revivalism
Pemikir
Islam Revivalism sudah mengkombinasikan antara Islam dengan Modernitas
walau masih sedikit, dan masih dikuatkan nilai-nilai Ke-Islamanya.
3. Islam Modern
Corak
pemikiran dari tokoh Islam modern sudah memasukkan lebih banyak
modernitas kedalam nilai-nilai Islam. Sehingga pemikirannya sudah dapat
dikatakan liberal walaupun masih ada kendali Fundamentalisnya
(Ke-Islamannya). Tokohnya antara lain Nurcholis Madji, Abdurrahman
Wahid, dll.
4. Islam Neo-Modernis
Dalam
hal ini tokoh pemikir Islam, pemikirannya sudah mengarah kepada
Liberalis, Kontektual, dan Substantive. Salah satu tokoh Pemikir Islam
Neo-Modernis adalah Ulil Absor Abdala. Dalam hal ini antara Islam dengan
modernitas sudah tidak ada pemisahnya, artinya sudah menyatu.