Sabtu, 05 Januari 2013

SEJARAH PEMIKIRAN ISLAM

SEJARAH PEMIKIRAN ISLAM
 Oleh : M. Ja'far Nashir, M.A

A.     PENDAHULUAN

Didalam memahami ajaran agama Islam, setiap muslim amat tergantung pada kemampuan para ulama dalam menggali dan menarik kesimpulah hulum-hukum Islam dari sumbernya Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam perkembangannya pemikiran Islam tidak saja hanya berkisar tentang hukum-hukum Islam, akan tetapi sudah berkembang sampai dengan Teologi, dan Filsafat. Bahkan dewasa ini sudah berkembang sampai dengan pemikiran Liberalis.
Untuk lebih memahami bagaimana perkembangan pemikiran dalam Islam mulai dari masalah Hukum (Fiqh), Teologi, sampai dengan Filsafat, berikut akan kami jabarkan sedikit tentang perkembangan tersebut.

B.     PERKEMBANGAN PEMIKIRAN ISLAM

Perkembangan pemikiran dalam Islam, dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : (1) Pemikiran Ahl Fiqh, (2) Pemikiran Teologi  Islam, (3) Pemikiran Filsafat Islam., dan (4) Pemikiran Islam Indonesia
1)      PERKEMBANGAN CORAK FIKR AHL FIQH
Perkembangan fiqh dimulai sejak zaman Rasulullah saw masih hidup, pada masa ini tidak ada masalah yang berarti dimana hal tersebur dikarenakan Nabi saw langsung menjasi pembuat fiqh dan melakukan ijtihad sendiri. Pada masa Sahabat perkembangan fiqh terbagi menjadi dua, yaitu : kelompok alh an-Nash (seperti abuu huraurah & Anas), dan ahl al-Rayi (seperti Umar bin Khattab as). Setelah berakhirnya kepemimpinan Ali bin Abi tholib perkembangan fiqh dinamakan Fiqh Tabi’in, yang mana pada masa ini fiqh terbagi menjadi dua kelompok, yaitu : Ahl an-Nash (para Fuqoha’ al-Saba’ah / Madinah), dan Ahl al-Ra’yi (Fuqoha’ al-Shittah / Kuffah). Lebih lanjut berikut perkembangan fiqh serta corak yang mempengaruhinya :

a.      Manhaj al-Fikr Fikih Ahl al-Madinah
Corak pemikiran banyak dipengaruhi oleh kebuadayaan syiria dan kekuasaan Umayyah. Tokoh-tokohnya antara lain : al-Awza’i. Sedang sifat pemikiran fikiq ahl al-madinah adalah  thesa atau dalam arti bahwa fikih ahl al-madinah masih murni yang bersumberkan dari Al-Qur’an dan Hadits.

b.      Manhaj al-Fikr Fikih Asy-Syafi’i
Corak pemikirannya lebih banyak dipengaruhi (didominasi) al-Qur’an dan As-Sunnah. Toko-tokohnya antara lain : Asy-Syafi’i, Ibn Hambali, dan Malik Ibn Abbas / Dawud Ibn Khalaf (keduanya cenderung juga kepemikiran Fikih al-Madinah). Sedang sifat pemikiran fikiq Asy-Syafi’i adalah  anti-thesa. Ini berarti juga bahwa pemikiran ahl asy-Syafi’i sudah mengarah pada penggabungan antara fikih ahl al-madinah (murni) dengan fikih ahl al-Iraq (yang sudah menggunakan rasional).

c.       Manhaj al-Fikr Fikih Ahl al-Iraq
Corak Pemikiran yang digunakan adalah dengan menggunakan analogi dan dipengaruhi oleh kekuasaan Abbasyiyah. Tokoh-tokohnya antara lain : Abu Hanifah, Asy-Syaibani (cendrung juga ke pemikiran As-Syafi’i). Sedang sifat pemikiran fikiq ahl al-Iraq adalah  sinthesa. Pemiiran ahl al-Iraq sudah mengarah kepada penggunaan akal secara berlebihan walau tidak mengenyampingkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

2)      PERKEMBANGAN GOLONGAN TEOLOGI ISLAM
Tumbuh dan berkembangnya golongan-golongan teologi Islam, muncul setelah peran kepemimpinan (Kekhalifahan) dalam Islam pindah dari Rasullah saw ke para Sahabat (Khulafaur Rasyidin). Dan pembembangannya semakin bertambah besar setelah terbunuhnya Ali bin Abi Tholib dan pindahnya kepemimpinan kepada Muawiyyah (yang menerapkan sistem kepemimpinan dengan model monarkhi/kerajaan)
Theologi merupakan usaha pemahaman yang dilakukan para ulama’ (teolog muslim) tentang akidah Islam yang terkandung dalam naqli (al-Qur’an dan As-Sunnah). Tujuan usaha pemahaman tersebut adalah menetapkan, menjelaskan atau membela akidah Islam, serta menolak akidah yang salah dan atau bertentangan dengan akidah Islam. Dengan demikian fungsi Teologi adalah bertugas menjelaskan dan memberikan pemahaman terhadap kebenaran parrenial Islam dengan bahasa Kontekstual.
Adapun aliran-aliran Teologi Islam dapat dijabarkan antara lain sebagai beikurt :
a.      Golongan Khowarij (Teologi Eksklusif)
Khowarij ini muncul setelah perang siffin antara Ali dan Mu’awiyyah. Inti dari pokok pikirannya adalah : (1) Bahwa, Ali, Usman dan orang-orang yang turut dalam peperangan Jamal, dan orang-orang yang setuju adanya perundingan antara Ali dan Mu’awiyyah, semua dihukumkan orang-orang “Kafir”, (2) Bahwa, setiap umat Muhammad yang terus-menerus membuat dosa besar, hingga matinya belum taubat, orang itu dihukumkan kafir dan akan kekal di neraka, dan (3) Bahwa, boleh keluar dan tidak mematuhi aturan-aturan kepala negara, bila ternyata kepala negara itu seorang yang zalim atau khianat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teologi golongan khowarij bahwa orang yang berdosa besar dicap sebagai orang kafir, lawan dari orang kafir adalah orang yang beriman, orang yang beriman wajib berijtihad memerangi orang kafir, karena orang kafir halal darahnya. (yang disebutkan orang kafir disini adalah sebagaimana disebutkan diatas).

b.      Golongan Murji’ah (Teologi Inklusif)
Aliran ini timbul di Damaskus pada akhir abad pertama Hijrah. Aliran ini berpendapat bahwa, orang-orang yang sudah mukmin yang berbuat dosa besar, hingga matinya tidak juga taubat, orang itu belum dapat dihukum sekarang. Terserah atau ditunda serta dikembalikan saja urusannya kepada Allah kelak setelah hari kiamat. Pendapat ini adalah kebalikan dari faham Khawarij. Selain itu faham ini berpendapat bahwa “Tidak akan memberi bekas dan memudaratkan perbuatan maksiat itu terhadap keimanan.Demikian pula sebaliknya, Tidaklah akan memberi manfa’at dan memberi faedah ketaatan seseorang, terhadap kekafirannya” (artinya : tidaklah akan berguna dan tidaklah akan memberi pahala perbuatan baik yang dilakukan oleh orang yang telah kafir).

c.       Golongan Khowarij (Teologi Rasional)
Tokohnya adalah Abu Huzdaifah washil bin ‘Atha Al-Ghazali. Aliran ini berpendapat bahwa, manusia adalah merdeka dalam segala perbuatan dan bebas bertindak. Sebab itu mereka diazab atas perbuatan dan tindakannya. Tentang ketauhidan, mereka “menafikan” dan meniadakan sifat-sifat Allah. Artinya Tuhan itu ada bersifat. Karena seandainya bersifat yang macam-macam, niscaya Allah Ta’ala berbilang (lebih dari satu). Inilah yang dimaksud mereka Ahli Tauhid, menafikan sifat-sifat Allah.

d.      Golongan Asy’ariyah
Golongan ini muncul pada abad ke 11, yang berkembang di Baghdad dengan salah satu tokohnya adalah : Hakim al-Baqailani dan al-Juwaini. Pokok pemikirannya cenderung pada pemikiran Rasional, hampir sama dengan pemikiran golongan Mu’tazilah.

3)      PERKEMBANGAN PEMIKIRAN FILSAFAT ISLAM (TOKOH-TOKOH FILSAFAT ISLAM)
a.      Pemikiran Filsafat Al-Ghazali / 1050-1111 M (Tahafutut al-Falasifah)
Pokok pemikiran dari al-Ghozali adalah tentang Tahafutu al-falasifah (kerancuan berfilsafat) dimana al-Ghazali menyerang para filosof-filosof Islam berkenaan dengan kerancuan berfikir mereka. Tiga diantaranya, menutur al-Ghazali menyebabkan mereka telah kufur, yaitu tentang : Qadimnya Alam, Pengetahuan Tuhan, dan Kebangkitan jasmani.
b.      Pemikiran Filsafat Ibn Rusyd 520 H/1134 M (Teori Kebenaran Ganda)
Salah satu Pemikiran Ibn Rusyd adalah ia membela para filosof dan pemikiran mereka dan mendudukkan masalah-masalah tersebut pada porsinya dari seranga al-Ghazali.Untuk itu ia menulis sanggahan berjudul Tahafut al-Tahafut. Dalam buku ini Ibn Rusyd menjelaskan bahwa sebenarnya al-Ghazalilah yang kacau dalam berfikirnya.
c.       Pemikiran Filsafat Suhrawardi / 1158-1191 M (Isyraqiyah / Illuminatif)
Pokok pemikiran Suhrawardi adalah tentang teori emanasi, ia berpendapat bahwa sumber dari segala sesuatu adalah Nuur An-Nuur (Al-Haq) yaitu Tuhan itu sendiri. Yang kemudian memancar menjadi Nuur al-Awwal, kemudian memancar lagi mejadi Nuur kedua, dan seterusnya hingga yang paling bawah (Nur yang semakin tipis) memancar menjadi Alam (karena semakin gelap suatu benda maka ia semakin padat).
Pendapatnya yang kedua adalah bahwa sumber dari Ilmu dan atau kebenaran adalah Allah, alam dan Wahyu bisa dijadikan sebagai perantara (ilmu) oleh manusia untuk mengetahui keberadaan Allah. Sehingga keduanya, antara Alam dan Wahyu adalah sama-sama sebagai ilmu.
d.      Pemikiran Filsafat Islam Lainnya.
Disanping ketiga tokoh pemikir filsafat Islam tersebut diatas, berikut tokoh-tokoh pemikir filsafat Islam lainnya, antara lain :
1)      Al-Kindi (806-873 M)
Pemikiran filsafatnya berikisar tentang masalah : Relevansi agama dan filsafat, fisika dan metafisika (hakekat Tuhan bukti adanya Tuhan dan sifat-sifatNya), Roh (Jiwa), dan Kenabian.
2)      Abu Bakar Ar-Razi (865-925 M)
Pemikiran filsafatnya berikisar tentang masalah : Akal dan agama (penolakan terhadap kenabian dan wahyu), prinsip lima yang abadi, dan hubungan jiwa dan materi.
3)      Al-Farabi (870-950 M)
Pemikiran filsafatnya berikisar tentang masalah : kesatuan filsafat, metafisika (hakekat Tuhan), teori emanasi, teori edea, Utopia jiwa (akal), dan teori kenabian.
4)      Ibnu Maskawih (932-1020 M)
Pemikiran filsafatnya berikisar tentang masalah : filsafat akhlaq, dam filsafat jiwa.
5)      Ibnu Shina (980-1036 M)
Pemikiran filsafatnya berikisar tentang masalah : fisika dan metafisika, filsafat emanasi, filsafat jiwa (akal), dan teori kenabian.
6)      Ibnu Bajjah (1082-1138 M)
Pemikiran filsafatnya berikisar tentang masalah : metafisika, teori pengetahuan, filsafat akhlaq, dan Tadbir al-mutawahhid (mengatur hidup secara sendiri).
7)      Ibnu Yaufal (1082-1138 M)
Pemikiran filsafatnya berikisar tentang masalah : percikan filsafat, dan kisah hay bin yaqadhan.



4)      PERKEMBANGAN PEMIKIRAN MODERN
1.      Islam Tekstual
Corak pemikirannya masih bersifat fundamental, Tekstualis, dan Skeptis. Dalam hal ini antara Islam dengan Modernitas masih dipertentangkan belum ada titik temu dan modernitas belum bisa menyatu dengan Islam.
2.      Islam Revivalism
Pemikir Islam Revivalism sudah mengkombinasikan antara Islam dengan Modernitas walau masih sedikit, dan masih dikuatkan nilai-nilai Ke-Islamanya.
3.      Islam Modern
Corak pemikiran dari tokoh Islam modern sudah memasukkan lebih banyak modernitas kedalam nilai-nilai Islam. Sehingga pemikirannya sudah dapat dikatakan liberal walaupun masih ada kendali Fundamentalisnya (Ke-Islamannya). Tokohnya antara lain Nurcholis Madji, Abdurrahman Wahid, dll.
4.      Islam Neo-Modernis
Dalam hal ini tokoh pemikir Islam, pemikirannya sudah mengarah kepada Liberalis, Kontektual, dan Substantive. Salah satu tokoh Pemikir Islam Neo-Modernis adalah Ulil Absor Abdala. Dalam hal ini antara Islam dengan modernitas sudah tidak ada pemisahnya, artinya sudah menyatu.

C.     PENUTUP

Demikian sekilas tentang pemetaan Pemikiran dalam Islam mulai dari masa Klasik (zaman sahabat) sampai dengan zaman modern khususnya di Indonesia. Semoga dengan ini kita dapat memperoleh gambaran tentang Sejarah Pemikiran Islam.

Biografi Tokoh Pemikiran di Dunia Islam

Biografi Tokoh Pemikiran di Dunia Islam Judul Buku : Pemikiran Modern dan Postmodern Islam : Biografi Intelektual 17 Tokoh Penulis : Dr. Didin Saefudin, M. A Penerbit : PT. Grasindo, 2003 Tebal : v + 244 halaman *** SETIAP agama-agama yang ada di dunia, baik itu monoteis maupun politeis, atau agama samawi dan ardhi, tentu mempunyai sejarahnya sendiri-sendiri dalam menapaki perjalanan panjang menyebarkan ajaran agama kepada umatnya di dunia. Begitu juga dengan Islam, sebagai agama monoteis yang terakhir dan dipercaya umatnya sebagai agama rahmatan lil a’lamiin, telah berjalin berkelindan dengan suatu konstruksi kebudayaan dan pemikiran di setiap zaman yang telah dilaluinya. Di mana dalam setiap zamannya telah melahirkan berbagai macam aliran pemikiran yang terkesan-secara selintas -mereduksi makna Islam itu sendiri. Pemikiran yang telah mewarnai segala macam ranah islami dalam setiap konteksnya. Tentunya mempunyai implikasi yang besar bagi perilaku kehidupan dan pola pikir umatnya. Kita tentu sudah mengetahui secara mendalam bagaimana zaman kebaruan Islam dimulai. Atau, masa-masa pembaruan Islam, yang pengaruhnya tidak hanya berlaku dan menjadi mainstream dalam suatu wilayah di dunia Islam secara lokal. Akan tetapi, ia pun berlaku hingga ke luar wilayah-baik di dunia Islam maupun di luar dunia Islam-di mana terdapat suatu arus pemikiran yang telah berkembang. Dengan tujuannya yang hanya ingin menambah sumber kepustakaan pada mata kuliah Perkembangan Pemikiran Modern di Dunia Islam (PPMDI) di jurusan Sejarah Peradaban Islam UIN Jakarta, yang dirasakan masih sangat minim, Didin Saefudin dengan kemampuan intelektualnya yang maksimal dan sebagai seorang yang mempunyai otoritas dalam studi Islam Timur Tengah, buku ini hadir di hadapan pembaca, khususnya para mahasiswa yang bergelut dan mengkaji pemikiran modern di dunia Islam. Dalam buku ini ditampilkan 17 tokoh Islam modern dan postmodern yang mempunyai zaman keemasannya masing-masing. Di dalamnya juga diuraikan mengapa dunia Islam bisa memunculkan pemikiran-pemikiran modern yang biasanya bukan dari mainstream Islam, melainkan dari Barat, khususnya ketika dunia Arab mengalami masa kebangkitan setelah sekian lama mendekam dalam kemandegan. Memang dalam Islam, khususnya dalam teks-teks kitab suci Al Quran dan tentunya As Sunnah, terdapat berbagai jenis interpretasi. Ada teks-teks yang tidak dapat ditafsirkan secara mutlak kontekstual. Akan tetapi, juga ada yang dapat ditafsirkan secara kontekstual, namun ayat-ayat itu hanyalah ayat-ayat yang bersifat muamalah sebab ayat-ayat yang bersifat ubudiyah harus diambil apa adanya (taken for granted). (hlm1) Dengan begitu, jelaslah bahwa Islam memang agama yang memiliki watak shalih li kulli zamanin wa makanin (kontekstual di setiap zaman dan tempat). Ia juga universal, artinya berlaku menyeluruh untuk semua bangsa, keadaan dan waktu. Dari ketujuh belas tokoh pemikiran modern dan postmodern itu diuraikan dengan pendekatan biografi intelektual dan diuraikan satu demi satu tokoh-tokoh pemikiran tersebut. Serta dielaborasi pula perjalanan hidup dan pergulatannya dalam wacana pemikiran modern, walaupun mungkin hanya terbatas. (hlm 7) Lebih dari itu, buku ini juga tidak hanya mengungkap tokoh-tokoh pemikiran yang ada dunia Arab saja dan tidak hanya menguraikan tokoh-tokoh yang hidup di sekitar abad ke-19 saja. Buku ini juga memasukkan para tokoh di luar dunia Arab dan para tokoh yang lahir pada abad 20. Di antara tokoh-tokoh tersebut (di luar arab dan lahir abad dua puluh) adalah Nurcholish Madjid dan Muhammad Natsir dari Indonesia; Ali Syariati, Sayyid Hossein Nasr (sekarang tinggal di Amerika Serikat) dan Ayatullah Khomaeni dari Iran; Ismail al-Faruqi dari Palestina; Hasan Hanafi dari Mesir dan lain sebagainya. Meski demikian, secara garis besar dari ketujuh belas tokoh tersebut, buku ini membagi kategori pemikiran mereka ke dalam tiga kelompok pemikiran. Pertama, mereka mencoba untuk menggagas pemikiran bebas dengan melepaskan diri dari ikatan-ikatan nas. Hal ini dapat dilihat pada pemikiran Muhammad Iqbal, Sayyid Ameer Ali, Taha Husein, Fazlur Rahman, Muhammad Arkoun, Hasan Hanafi, dan Nurcholish Madjid. Kelompok pertama ini direpresentasikan para cendekia. Kedua, mereka mengaplikasikan ayat-ayat Al Quran secara konsepsional dalam kehidupan keumatan. Hal ini dapat dilihat dari Jamaluddi al-Afghani, Muhamad Abduh, Sayyed Hossein Nasr, Ali Syariati, dan Ismail al-Faruqi. Kelompok ini direpresentasikan kalangan para pemikir aktivis. Adapun ketiga, mereka mencoba menerapkan pesan-pesan ayat Al Quran secara ideologis dalam konteks zamannya, hal seperti itu terlihat pada Abul A’la al-Maududi, Sayyid Quthb, Ayatullah Khomaeni, dan Muhammad Natsir. Kelompok ketiga ini diwakili kalangan pemikir praksis. Kemudian lebih lanjut dari ketiga kelompok pemikiran di atas, dilihat dari aras pemikirannya, kelompok pertama dapat dimasukkan ke dalam pemikiran liberal, kedua pemikiran konsepsional dan ketiga pemikiran ideologis. (hlm 3) Terlepas dari berbagai jenis pengategorian yang diuraikan dalam buku ini, walaupun dalam pendahuluannya telah dinyatakan bahwa sekalipun hanya ketujuh belas biografi tokoh pemikiran pembaruan Islam ini saja yang ditampilkan, namun bukan berarti ia (penulis buku ini) menafikan pemikir muslim yang lain yang mungkin lebih layak untuk ditampilkan. Akan tetapi, bila melihat dari ketujuh belas tokoh yang ditampilkan di sini terkesan bahwa penulis buku ini hanya ingin menampilkan tokoh-tokoh yang mempunyai pengaruh besar dalam arus dan wacana pemikiran. Bahkan, seperti tokoh-tokoh Sayyid Quthb dan Abul A’la Al-Maududi tidak hanya berkutat pada arus wacana, melainkan langsung pada tataran praksis dan jelas pengaruh mereka sangat besar sekali dan begitu pula yang lainnya. Kemudian mengapa tokoh seperti Muhammed al-Jabiri, Nasr Hamid Abu Zayd atau mungkin Bassam Tibi tidak ditampilkan? Padahal, tokoh-tokoh tersebut juga mempunyai pengaruh yang sangat signifikan dalam wacana pemikiran Islam. Lebih dari itu, dalam pengategorisasian terhadap tokoh-tokoh di atas yang diberikan dalam buku ini, bila dilihat dalam konteks kekinian, bisa jadi sudah mengalami pergeseran. Itu bisa terlihat pada kasus Nurcholish Madjid-yang sering biasa disapa Cak Nur-di mana banyak yang mengatakan bahwa Cak Nur bukanlah tokoh pemikir liberal, melainkan ia lebih kepada Neo Tradisionalisme. Namun, biarpun begitu, buku ini setidaknya dapat kembali menyegarkan perdebatan di sekitar arus wacana pemikiran Islam yang selama ini mungkin bisa dikatakan sudah mengalami kebekuan. Apalagi untuk kasus di Indonesia tampaknya belum memunculkan tokoh- tokoh pemikiran sebagaimana yang diuraikan dalam buku ini. Atau, belum lagi ada sosok-sosok sekaliber Cak Nur, bahkan mungkin melebihi Cak Nur. Search :