KAJIAN HADITS
TENTANG FITRAH
ANAK YANG BARU LAHIR
TUGAS
UJIAN
Diajukan Sebagai
Salah Satu Tugas
Ujian Akhir Semester Dua Mata Kuliah Hadits Tarbawi
Dosen Pembimbing :
DIDI MASHUDI, H. Dr, M.Ag
Disusun Oleh :
SANDI ROMADONA
NIM. 2.215.3.081
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG
DJATI BANDUNG
1437
H / 2016 M
1.
Teks
Hadits dalam kitab Shahih al-Bukhari no. 1296
حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا
ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ
فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَثَلِ الْبَهِيمَةِ
تُنْتَجُ الْبَهِيمَةَ هَلْ تَرَى فِيهَا جَدْعَاءَ
Artinya: Telah
menceritakan kepada Adam telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dza’bin dari
Az-zuhriyyi dari Abu Salamah bin Abdur rahman dari Abu Hurairah berkata: Nabi
SAW bersabda: setiap anak dilahiran dalam keadaan fitrah. Kemudian kedua orang
tuanyalah yang menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi
sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna.
Apakah kalian melihat ada cacat padanya?
2.
Hadist
yang semakna dengan hadits di atas
a.
Teks
Hadits dalam kitab Shahih Muslim
4804 - حَدَّثَنِى
أَبُو الطَّاهِرِ وَأَحْمَدُ بْنُ عِيسَى قَالاَ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ
أَخْبَرَنِى يُونُسُ بْنُ يَزِيِدَ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ أَبَا سَلَمَةَ بْنَ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَخْبَرَهُ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى
الْفِطْرَةِ ». ثُمَّ يَقُولُ اقْرَءُوا (فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِى فَطَرَ
النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ)
Telah menceritakan kepada kami Abu Thahir dan Ahmad Ibn
Isa, keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Ibn Wahb, telah
memberitakan kepadaku Yunus Ibn Yazid dari Ibn Syihab bahwasanya Abu Salamah
Ibn Abd al-Rahman telah diberitakan kepadanya bahwa Abu Hurairah telah berkata:
Rasulullah s.a.w. telah bersabda: "Tidak ada anak yang dilahirkan, kecuali
dilahirkan atas kesucian. Kemudian Nabi bersabda: Bacalah oleh kaliah:
'fithratallaahil-latii fatharannaasa 'alaihaa' 'Fitrah Allah yang Dia
menciptakan manusia menurut fitrah itu'."
Rangkaian Skematik Sanad Hadits yang sanadnya sampai
kepada Rasulullah SAW
b.
Teks
Hadits dalam kitab Sunan Abu Dawud
4091 - حَدَّثَنَا
الْقَعْنَبِىُّ عَنْ مَالِكٍ عَنْ أَبِى الزِّنَادِ عَنِ الأَعْرَجِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ
عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ كَمَا تَنَاتَجُ
الإِبِلُ مِنْ بَهِيمَةٍ جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّ مِنْ جَدْعَاءَ ». قَالُوا يَا
رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ مَنْ يَمُوتُ وَهُوَ صَغِيرٌ قَالَ « اللَّهُ
أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ ».
Telah menceritakan kepada kami al-Qa’nabi dari Malik dari
Abu al-Zinad dari al-‘Araj dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW
bersabda: "Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan suci maka kedua orang
tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi sebagaimana binatang
itu dilahirkan dengan lengkap. Apakah kamu melihat binatang lahir dengan
terputus (hidung, telinga, dan sebagainya)?". Kemudian beliau ditanya
tentang anak orang-orang musyrik, lalu beliau menjawab: Allah lebih tahu
tentang apa yang pernah mereka kerjakan.”
Rangkaian Skematik Sanad Hadits yang
sanadnya sampai kepada Rasulullah SAW
![]() |
c.
Teks
Hadits dalam kitab Musnad Ahmad Ibn Hanbal
6884 - حَدَّثَنَا
عَبْدُ الْأَعْلَى عَنْ مَعْمَرٍ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ
الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ
يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ
بَهِيمَةً هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ
Telah menceritakan
kepada kami Abd al-A’la dari Mu’amar dari al-Zuhri dari Sa’id Ibn al-Musayyab
dari Abu Hurairah: bahwa Rasulullah s.a.w. telah bersabda: "Tidak ada anak
yang dilahirkan, kecuali dilahirkan atas kesucian. Dua orang tuanyalah yang menjadikannya
Yahudi, Nasrani, atau Majusi sebagaimana binatang itu dilahirkan dengan
lengkap. Apakah kamu melihat binatang lahir dengan terputus (hidung, telinga,
dan sebagainya)?"

3.
Nash
Al-Quran yang berkaitan dengan Hadist di Atas
Kata fitrah sendiri diungkapkan
Allah hanya dalam satu ayat. Allah Swt. berfirman:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفاً فِطْرَةَ
اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ
الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
"Hadapkanlah
wajahmu dengan lurus pada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang
telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". (QS ar-Rum[30]:30).
Ayat ini oleh para ulama dikaitkan dengan firman Allah:
Ayat ini oleh para ulama dikaitkan dengan firman Allah:
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِن
بَنِي آدَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنفُسِهِمْ
أَلَسْتَ بِرَبِّكُمْ قَالُواْ بَلَى شَهِدْنَا أَن تَقُولُواْ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ --
"Ingatlah ketika
Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhan
kalian?" Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi
saksi." (Kami melakukan yang demikian itu) agar pada Hari Kiamat kalian
tidak mengatakan, "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang
lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)." (QS al-A'raf [7]: 172).
Pengaruh orang
tua/lingkungan sosial terhadap anak
Syahid
Mutahhari berkata, “manusia meskipun ia tidak bisa memisahkan hubungannya
dengan genetik, lingkungan alam, lingkungan sosial dan sejarah zaman secara
keseluruhan, akan tetapi ia mampu melawannya sehingga bisa membebaskan dirinya
dari ikatan faktor-faktor ini. Dari satu sisi manusia dengan kekuatan akal dan
ilmunya dan dari sisi lain dengan kekuatan ikhtiar dan imamnya ia mampu
melakukan perubahan pada faktor-faktor ini. Faktor-faktor ini ia rubah sesuai
dengan kemauannya, sehingga ia menjadi pemilik bagi nasibnya sendiri, oleh
karena itu benar kalau kita katakan bahwasanya lingkungan memiliki peran
mendasar dalam pembentukan kepribadian manusia akan tetapi bukan faktor penentu
yang pasti karena manusia memiliki ikhtiar.
Pengaruh Keshalihan
Orang Tua
Keshalihan
kedua orang tua memberi pengaruh kepada anak-anaknya. Bukti pengaruh ini bisa
dilihat dari kisah Nabi Khidhir yang menegakkan tembok dengan suka rela tanpa
meminta upah, sehingga Musa menanyakan alasan mengapa ia tidak mau mengambil
upah. Allah berfirman, yang artinya:
Adapun dinding rumah itu
adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta
benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shalih,
maka Rabbmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaan
dan mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Rabbmu dan bukanlah aku
melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan
perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. [al-Kahfi/18:82].
Dalam
menafsirkan firman Allah Azza wa Jalla "dan kedua orang tuanya adalah
orang shalih," Ibnu Katsir berkata: "Ayat di atas menjadi
dalil bahwa keshalihan seseorang berpengaruh kepada anak cucunya di dunia dan
akhirat berkat ketaatan dan syafaatnya kepada mereka, maka mereka terangkat
derajatnya di surga agar kedua orang tuanya senang dan berbahagia sebagaimana
yang telah dijelaskan dalam Al-Qur`ân dan as-Sunnah". [1
Allah
telah memerintahkan kepada kedua orang tua yang khawatir terhadap masa depan anak-anaknya
agar selalu bertakwa, beramal shalih, beramar ma’ruf nahi mungkar dan berbagai
macam amal ketaatan lainnya, sehingga dengan amalan-amalan itu Allah akan
menjaga anak cucunya. Allah Azza wa jalla berfirman, yang artinya:
"Dan
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di
belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka mengucapkan perkataan
yang benar".[an-Nisâ`/4:9]
Beberapa pendapat ulama
tentang pengaruh orantua terhadah anak
Dari Said bin Jubair
dari Ibnu 'Abbas Radhiyallahu 'anhu, berkata: "Allah Azza wa jalla mengangkat derajat anak cucu
seorang mukmin setara dengannya, meskipun amal perbuatan anak cucunya di
bawahnya, agar kedua orang tuanya tenang dan bahagia. Kemudian beliau membaca
firman Allah, yang artinya :
"'Dan
orang-orang yang beriman dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam
keimanan. Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada
mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan
apa yang dikerjakannya'." [ath-Thûr/52:21].[2]
Ibnu
Syahin meriwayatkan, bahwasanya Haritsah bin Nu`man Radhiyallahu 'anhu datang
kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam namun ia sedang berbicara dengan
seseorang hingga ia duduk tidak mengucapkan salam, maka Jibril Alaihissallam
berkata: "Ketahuilah bila orang ini mengucapkan salam, maka aku akan
menjawabnya?" Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada Jibril:
"Kamu kenal dengan orang ini?" Jibril Alaihissallam menjawab:
"Ya, ia termasuk delapan puluh orang yang sabar pada waktu perang Hunain yang
telah dijamin rizki oleh Allah bersama anak-anak mereka nanti di surga".
Syaikh Siddiq Hasan Khan
rahimahullah berkata:
"Sesungguhnya Allah mengangkat derajat anak cucu seorang mukmin, meskipun
amalan mereka di bawahnya, agar orang tuanya tenang dan bahagia, dengan syarat
mereka dalam keadaan beriman dan telah berumur baligh bukan masih kecil.
Meskipun anak-anak yang belum baligh tetap dipertemukan dengan orang tua
mereka".
Cara
yang paling tepat untuk meluruskan anak-anak harus dimulai dengan melakukan
perubahan sikap dan perilaku dari kedua orang tua. Begitu pula dengan merubah
sikap dan perilaku kita kepada kedua orang tua kita, yaitu dengan berbuat baik
dan taat kepadanya, serta menjauhi sikap durhaka kepadanya".
4.
Peran
orang tua terhadap anaknya berdasarkan pendekatan manajemen pendidikan islam
Manajemen
dalam kamus umum bahasa Indonesia (W.J.S. Poerwadarminta, 2007:742) adalah cara
mengelola suatu perusahaan besar. Pengelolaan atau pengaturan dilaksanakan oleh
seorang manajer (pengatur/pemimpin) berdasarkan urutan manajemen. Kalau
dikaitkan dengan pendidikan Islam berari bagaimana pengelolaan atau pengaturan
lembaga pendidikan agar menjadi lembaga pendidik yang bermutu. Dalam
keterkaitannya Manajemen Pendidikan Islam dengan peran orang tua terhadap
anaknya berarti bagaimana seoarang manajer (manajer di sini adalah orang tua)
berperan mengelola pendidikan terhadap anaknya untuk bekal di masa depannya
kelak.
Allah SWT berfirman Q.S
At-tahrim : 6
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ
وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا
أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Hai orang-orang yang
beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras,
yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Ayat
di atas, Allah memerintahkan kita untuk menjaga diri kita terlebih dahulu,
kemudian keluarga dari api neraka. Dari pandangan Manajemen pendidikan ini
adalah bagaimana Allah memberikan tarbiyyah kepada hambanya untuk mengutamakan
diri sendiri (manajemen diri) ketika ingin menjaga keluarga atau orang lain.
Dan ini adalah peranan orang tua untuk menjauhkan diri dan keluarga dari
sesuatu yang menjerumuskan ke dalam api neraka. Salah satu keluarga yang harus
di jaga yaitu anak-anak. Anak-anak sebagai titipan dari Allah SWT yang awalnya
mereka adalah suci maka harus kembali dalam keadaan suci dengan syariatnya
penjagaan dan pendidikan dari orang tuanya. Sebagaimana di sampaikan dalam
Hadist Shohih Imam bukhori, dari Abu Huroiroh Rasulullah SAW bersabda;
كُلُّ
مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ
يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَثَلِ الْبَهِيمَةِ تُنْتَجُ الْبَهِيمَةَ
هَلْ تَرَى فِيهَا جَدْعَاءَ
setiap anak dilahiran
dalam keadaan fitrah. Kemudian kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak itu
menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang
melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat
padanya?
Begitu
berat peran orang tua mendidik anak-anaknya supaya kembali kefitrahnya ketika
Allah menurunkanya ke dunia dengan jalan dari perut ibu. Di
dalam pendekatan manajemen
Pendidikan Islam akan dikaji langkah-langkah peran orang tua untuk mendidik
anak-anaknya dan langkah ini sudah di sampaikan di dalam Al-Quran dalam Q.S
Luqman 13-19:
13.Dan (ingatlah) ketika
Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya:
"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar".
14. Dan Kami perintahkan
kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam
dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu.
15. Dan jika keduanya
memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu
tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya
di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian
hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan.
16. (Lukman berkata):
"Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi,
dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha
Mengetahui.
17. Hai anakku,
dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah
(mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa
kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh
Allah).
18. Dan janganlah kamu
memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di
muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong lagi membanggakan diri.
19. Dan sederhanalah
kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara
ialah suara keledai.
Dari
ayat di atas, nasihat Lukmanul hakim terhadap anaknya sebagai pendidikan yang
bertahap untuk dilaksanakan yaitu,
1.
Untuk
tidak menyekutukan Allah SWT.
2.
Untuk
berbuat baik kepada orang tua dan bersyukur kepada Allah dan kepada kedua orang tua.
3.
Berbuat
kebaikan walaupun hanya sedikit, karena Allah akan membalas dari apa yang
diperbuat
4.
Untuk
mendirikan sholat, berbuat kebaikan dan mencegah perbuatan mungkar, dan
bersabar atas segala yang menimpa
5.
Untuk
tidak sombong dan angkuh
6.
Untuk
hidup sederhana dan jaga lisan
Nasihat
di atas adalah bagaimana pengelolaan pendidikan terhadap anak dengan
mengajarkan beberapa pendidikan yang penting sebelum terjun ke masyarakat luas.
dan pendidikan ini di lakukan di lingkungan keluarga/rumah oleh orang tua
seperti, maka peran orang sangatlah signifikan terhadap anak dengan mengajarkan
pendidikan yang bermanfaat untuk bekal kelak ketika dewasa:
·
Mengajarkan
terlebih dahulu pendidikan Tauhiid karena itu adalah hakikat manusia untuk
mengenal Allah SWT sebagai pencipta dengan tidak menyekutukanNya. Ilmu Tauhid
adalah ilmu mendasar yang harus diajarkan orantua kepada anaknya sebelum
mengajarkan ilmu-ilmu lainnya
·
Mengajarkan
pendidikan akhlaq yaitu dengan berbuat baik kepada orang tua sebagai rasa
syukur kepada Allah dan orang tua yang telah melahirkan dan mendidik sehingga
bisa mengenal Allah.
·
Mengajarkan
Pendidikan sosial/muamalah yaitu dengan berbuat baik kepada orang lain, saling
tolong menolong antar sesama. Pendidikan ini adalah pendidikan tentang
pergaulan dengan cangkupannya lebih luas yaitu masyarakat.
·
Mangajarkan
pendidikan Fiqih/peribadahan yaitu ibadah yang pertama di sebutkan dalam
nasihat Lukman kepada anaknya adalah mendirikan Sholat. Tidak dipungkiri sholat
adalah ibadah yang wajib dilaksanakan sebagai penyembahan kepada Allah SWT.
Karena dengan melaksanakan sholat akan tercegah dari perbuatan keji dan mungkar
·
Mengajarkan
kehidupan yang sederhana dan tidak sombong atau angkuh. Inilah nasihat yang
terakhir di sampaikan untuk bekal ketika orang sudah sukses dalam kehidupannya
(harta, ilmu, pendidikan sudah tercapai) untuk tidak ada sedikit rasa ujub atau
merasa diri paling benar diantara yang lainnya.
Dari
paparan di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen pendidikan Islam tentang
peran orang tua terhadap anak sudah disampaikan oleh orang Sholeh terdahulu
yang di abadikan di dalam Al-Quran yaitu Lukmanul Hakim kepada anaknya. Nasihat
ini juga adalah peran pengelolaan pendidikan orang tua terhadap anaknya di
lingkungan keluarga/rumah sehingga ketika dewasa anak akan tumbuh sebagai anak
yang sholeh yaitu menghambakan dirinya hanya kepada Allah, berbakti kepada
orang tua dan berbuat baik kepada sesama makhluk ciptaan Allah.