TAFSIR BIL MA’TSUR
MAKALAH
Tugas Individu
Mata Kuliah Ilmu Tafsir
Prodi Pendidikan Agama Islam
Dosen :
Dr. H. Badruzaman M.
Ynus, M.Ag
Disusun Oleh :
SANDI ROMADONA
NIM :
2.215.3.081
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG
DJATI BANDUNG
1436 H / 2015 M
DAFTAR ISI
HALAM JUDUL……………………………………………………………….
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….….. I
KATA PENGANTAR ……………………………...…………………………. Ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................…………………………………………………....
B. Rumusan
Masalah ……………………………………………………………..
C. Tujuan
Penulisan ……………………………………………………………...
D. Manfaat
Penulisan …………………………………………………..…….......1
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Metode Tafsir Bil Ma’tsur .............………………………………...3
B. Ciri-Ciri Metode Tafsir Bil Ma’tsur ............…………………………………...3
C. Contoh-Contoh
Penafsiran Dengan Metode Bil Ma’tsur ...................................5
D. Kekuatan dan Kelemahan Metode Tafsir Bil Ma’tsur ..……………………..6
BAB III
PENUTUP 12
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan taufik, hidayah dan inayah-Nya pada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Tafsir Bil Ma’tsur“ ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Dalam
kesempatan yang baik ini, penulis ingin sekali mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dosen mata kuliah Ilmu Tafsir yang telah memberi
bimbingan dan arahan kepada penulis untuk membuat makalah guna memperluas
wawasan dan pemahaman kepada penulis, juga terima kasih penulis sampaikan
kepada rekan-rekan yang telah membantu penulis dalam pembuatan makalah ini
hingga selesai.
Tidak
lupa penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesmpurnaan
makalah yang akan datang.
Cianjur, September 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur'an
adalah kalam Allah SWT yang berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia. Sebagai
kalam Allah SWT yang notabene berbeda dengan kalam manusia, tentu hanya Dialah
satu-satunya yang paling mengerti maksudnya. Sebagai petunjuk hidup, tentu
manusia harus berupaya memahaminya dengan pemahaman yang mendekati pemiliknya.
Pada konteks seperti inilah, tafsir atas ayat-ayat Al-Qur'an diperlukan agar bisa berbicara dalam konteks masa dan ruang yang
berbeda, Al-Qur’an mesti dipahami dan ditafsirkan oleh para pembacanya.
Al-Qur’an adalah bersifat tetap apabila dilihat dari bunyi teks dan proses
pewahyuannya. Al-Qur’an telah berhenti sebab pewahyuan berakhir dengan
berakhirnya masa kenabian baginda Rasululullah Muhammad saw.[1]
Di sisi lain, ragam problema dan masalah-masalah
yang timbul dalam lingkungan umat Islam selalu berkembang seiring dinamika
zaman yang serba progres. Oleh sebab itu, untuk mendialogkan antara Al-Qur’an
dan perkembangan zaman yang dinamis dan progres, muncul disiplin ilmu dengan
apa yang disebut sebagai tafsir. Para ulama melakukan berbagai upaya untuk
menjadikan Al-Qur’an agar bisa berbicara dan berdialog pada setiap zaman yang
berbeda, melalui aktivitas penjelasan makna-makna Al-Qur’an secara
maknawi-substantif sehingga upaya tersebut lantas dikenal secara luas sebagai
tafsir. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa pengertian tafsir adalah upaya
untuk melakukan dialog antara Al Quran dan ragam problematika zaman yang
dinamis dengan memahami makna terdalam atau pesan tersirat yang terkandung di
dalam Al Quran. Sementara itu, dalam peta keilmuan Islam, ilmu tafsir adalah
ilmu yang tergolong belum matang, sehingga selalu terbuka untuk dikembangkan.
Setiap periode memiliki perkembangan yang berbeda sampai sekarang pun.
Dalam
perspektif 'ulum Al-Qur'an, setidaknya ditemukan dua terminology penafsiran
yang sering digunakan yaitu tafsir bil ma'tsur dan tafsir bir ra'yi. Tafsir bil
ma'tsur diartikan sebagai tafsir yang dilakukan dengan jalan riwayat, yakni
tafsir Al-Qur'an dengan Al-Qur'an, hadits, pendapat sahabat, atau tabi'in.
Sedangkan tafsir bir ra'yi didefinisikan sebagai upaya menyingkap isi kandungan
Al-Qur'an dengan ijtihad yang dilakukan dengan mengapresiasi eksistensi akal.
Meskip sama-sama mengungkapkan makna
Al-Qur’an, masing-masing menggunakan cara dan pendekatan yang berbeda. Sehingga
tidak mengherankan kalau metode yang digunakan para ulama dalam penafsiran
Al-Qur’an mengalami perkembangan yang dinamis dan berbeda antara metode satu
dengan metode lain dari zaman ke zaman. Metode-metode tersebut berkembang
sejalan dengan perkembangan pemikiran, peradaban manusia dan perkembangan
masalah-masalah yang berkembang di masyarakat. Selain itu, perkembangan terjadi
karena kebutuhan manusia dengan metode baru sebagai konsekuensi logis terhadap
perkembangan zaman yang tidak bisa dihindai.
Oleh
karenanya perlu kiranya dikaji secara utuh dan mendalam terhadap kedua tafsir
tersebut, namum pada kesempatan ini penulis mencoba untuk memahami objek kajian
dalam perfektitf pemahaman tafsir bil ma’tsur, sehingga pada akhirnya pemahaman-pemahaman
terhadap tafsir bil ma'tsur bisa dipahami secar menyeluruh.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan
metode tafsir bil ma’tsur?
2. Apa ciri-ciri dari metode
tafsir bil ma’tsur?
3. Apa saja contoh-contoh
penafsiran dengan metode bil ma’tsur?
4. Bagaimana kekuatan dan
kelemahan metode tafsir bil ma’tsur?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan
dari penyusunan makalah ini pada umumnya adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Ilmu Tafsir, dan khususnya adalah untuk :
1. Untuk memahami pengertian metode tafsir bil ma’tsur.
2. Untuk mengetahui ciri-ciri metode tafsir bil ma’tsur.
3. Untuk mengetahui contoh-contoh penafsiran dengan metode bil
ma’tsur.
4. Untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan metode tafsir bil
ma’tsur.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat yang
dapat diambil dari penulisan ini ialah penyusun dan pembaca dapat mengetahui atau
memahami metodologi penafsiran Al-Quran dengan pendekatan persfektif tafsir bil ma’tsur dengan lebih jelas dan mendalam.
BAB
II
PEMBAHASAN
a.
Pengertian Metode Tafsir Bil Ma’tsur
Dinamai
dengan bil ma’tsur (dari kata “atsar” yang berarti sunnah, hadits, jejak, peninggalan)
karena dalam melakukan penafsiran, seorang mufasir menelusuri jejak atau
peninggalan masa lalu dari generasi sebelumnya, hingga kepada Nabi SAW.
Tafsir bil ma’tsur adalah tafsir
berdasar pada kutipan-kutipan yang shahih, yaitu menafsirkan Al-Qur’an dengan
Al-Qur’an; Al-Qur’an dengan sunnah, karena ia berfungsi sebagai penjelas
Kitabullah; dengan perkataan sahabat, karena merekalah yang dianggap paling
mengetahui Kitabullah; dengan perkataan tokoh-tokoh besar tabi’in, karena
mereka pada umumnya menerimanya dari sahabat.
Tafsir bil ma’tsur ini merupakan salah satu jenis penafsiran yang muncul pertama kali dalam sejarah khazanah intelektual Islam. Praktik penafsirannya adalah ayat-ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an Al-Karim ditafsirkan dengan ayat-ayat lain, atau dengan riwayat dari Nabi Saw., para sahabat dan juga dari tabi’in. Tentang yang terakhir ini terdapat perbedaan pendapat. Sebagian ulama menggolongkan qaultabi’in ini sebagai bagian dari riwayat, sedangkan yang lainnya mengkategorikannya kepada al-ra’y saja.
Tafsir bil ma’tsur ini merupakan salah satu jenis penafsiran yang muncul pertama kali dalam sejarah khazanah intelektual Islam. Praktik penafsirannya adalah ayat-ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an Al-Karim ditafsirkan dengan ayat-ayat lain, atau dengan riwayat dari Nabi Saw., para sahabat dan juga dari tabi’in. Tentang yang terakhir ini terdapat perbedaan pendapat. Sebagian ulama menggolongkan qaultabi’in ini sebagai bagian dari riwayat, sedangkan yang lainnya mengkategorikannya kepada al-ra’y saja.
b. Ciri-Ciri Metode Tafsir bil
Ma’tsur
1. Memuat banyak cerita Israiliyat. Hal ini
disebabkan banyak ahli kitab yang masuk Islam, padahal mereka masih terikat
oleh pemikiran lama yang tidak menyangkut soal hukum syariat.
2. Terdapat kebiasaan menerima riwayat dari
orang-orang tertentu atau yang hanya meriwayatkan tafsir dari orang yang
disenangi, seperti Mujahid yang hanya meriwayatkan tafsir dari Ibn Abbas,
demikian pula dengan ahli tafsir lainnya yang mengkhususkan gurunya tertentu.
3. Menafsirkan Al-Qur’an dengan
hadits-hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW untuk menjelaskan sebagian
kesulitan yang ditemui para sahabat.
4. Menafsirkan Al-Qur’an dengan pendapat
para sahabat berdasarkan ijtihad mereka.
5. Menafsirkan Al-Qur’an dengan pendapat
tabi’in untuk menjelaskan kesamaran yang ditemui oleh kaum muslimin tentang
sebagian makna Al-Qur’an.
c. Contoh-contoh Penafsiran dengan
Metode bil ma’tsur
1. Tafsir Al-Qur’an dengan
Al-Qur’an.
Sebagaimana diketahui bahwa Al-Qur’an itu, sebagian
ayatnya merupakan penjelas terhadap sebagian ayat yang lain hanya Allah saja
yang Maha Mengetahui apa yang dikehendaki dengan firmanNya. Di antara contoh-contohnya
sebagai berikut:
فَتَلَقَّى آدَمُ مِن رَّبِّهِ
كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari
Tuhannya, maka Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat
lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Baqarah [2]: 37).
Kata “‘Kalimaatun” (beberapa kalimat) tersebut
dijelaskan oleh ayat yang lain di surat yang lain, yaitu:
قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَا
أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ
الْخَاسِرِينَ
“Adam dan Hawa berkata : Rabbana wahai Tuhan kami,
kami telah berbuat aniaya terhadap diri kami. Dan kalau Engkau tidak mengampuni
kami dan tidak memberikan kasih sayang kepada kami, pasti kami akan menjadi
orang-orang merugi”. (Al-A’raf [7]:23)
Demikian
juga QS Al-Maidah (5): 1:
يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ أُحِلَّتْ لَكُمْ بَهيمَةُ الْأَنْعامِ إِلاَّ ما يُتْلى عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّي الصَّيْدِ وَ أَنْتُمْ حُرُمٌ إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ ما يُريدُ
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad
itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu.
(Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang
mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang
dikehendaki-Nya.”
Penggalan ayat Illa Maa Yutlaa ‘alaikum dijelaskan oleh Allah dalam firman QS. Al-Maidah (5): 3):
Penggalan ayat Illa Maa Yutlaa ‘alaikum dijelaskan oleh Allah dalam firman QS. Al-Maidah (5): 3):
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَ
الدَّمُ وَ لَحْمُ الْخِنْزيرِ وَ ما أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging
babi, (daging hewan) dan yang disembelih atas nama selain Allah…”
Demkian juga FirmanNya:
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا
الضَّالِّين
“Tunjukkanlah kami pada jalan yang lurus, yaitu jalan
orang-orang yang telah Engkau karuniai nikmat, bukan jalan orang-orang yang
Engkau murkai dan bukan jalan orang-orang yang sesat” (QS Al-Fatihah [1]: 6-7).
Kalimat “orang-orang yang Engkau karuniai nikmat” pada
ayat di atas, dijelaskan oleh Allah dalam firmanNya:
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا
“Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan RasulNya
maka mereka adalah bersama orang-orang yang mendapatkan nikmt dart Allah, yaitu
para Nabi, orang-orang yang selalu membenarkan apa-apa yang benar, orang-orang
mati syahid dan orang-orang saleh. Mereka itulah sebaik-baik teman/sahabat” (QS
An-Nisa: 69).
Demikian juga FirmanNya:
Demikian juga FirmanNya:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ
مُبَارَكَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ
“sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang
diberkahi dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan” (QS Ad-Dukhan [44]:
3).
Kata “malam yang diberkahi” dijelaskan oleh Allah dalam firmanNya:
Kata “malam yang diberkahi” dijelaskan oleh Allah dalam firmanNya:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ
الْقَدْرِ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an)
pada kemuliaan (Qadar)” (QS Al-Qadr [97]: 1)
2. Tafsir ayat Al-Qur’an dengan
as-Sunah.
Dalam hal ini as-Sunah menjelaskan Al-Qur’an jika
dalam Al-Qur’an itu sendiri tidak terdapat penjelasan karena kedudukan/fungsi
as-Sunah sebagai penjelas terhadap Alquran.[12] Hal tersebut sesuai dengan
firmanNya:
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ
لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
”Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur’an, agar kamu
menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka memikirkan”, (QS An-Nahl (16): 44).
Di antara contoh as-Sunah menjelaskan Alquran adalah:
1)
Firman Allah dalam QS. Al-An’am (6):
82:
الَّذِينَ
آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَٰئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ
وَهُمْ مُهْتَدُونَ
“Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman, mereka itulah orang-orang yang
mendapat kemenangan dan mereka orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Kata “al-zulm” dalam ayat tersebut, dijelaskan oleh Rasul Allah saw dengan pengertian “al-syirk” (kemusyrikan).
Kata “al-zulm” dalam ayat tersebut, dijelaskan oleh Rasul Allah saw dengan pengertian “al-syirk” (kemusyrikan).
2)
Firman Allah dalam QS. Al-Baqarah
(2): 238:
حَافِظُوا
عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ
“Peliharalah segala shalat dan
shalat wustha” (QS Al-Baqarah [2]:238). ”Shalat wustha” dijelaskan oleh Nabi
dengan ”shalat Asar”.
3) Firman Allah:
صِرَاطَ
الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا
الضَّالِّينَ
“(yaitu) jalan orang-orang yang
telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang
dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS Al-Fatihah:7). Kata
“al-Magdlubi `alaihim dan al-Dhaalliin” ditafsirkan oleh Nabi dengan orang-orang
Yahudi dan Nasrani.
4)
Firman Allah QS. Al-Anfaal [8]:60:
وَأَعِدُّوا
لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ
”Dan siapkan untuk menghadapi mereka
kekuatan-kekuatan apa saja yang kamu sanggupi.” Kata ”Maastatha’tum”
ditafsirkan oleh Nabi SAW dengan ”alramyu yaitu anak panah.
5)
Firman Allah dalam QS. Ghafir (40):
60:
وَقَالَ
رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ
يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ
دَاخِرِينَ
“Dan Tuhanmu berfirman: Berdoalah
kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang
menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan
hina dina”.
Rasulullah menafsirkan kata ”ibadah”
dalam ayat tersebut dengan ”al-du’aa”.
6).
Tafsir Al-Qur’an dengan riwayat sahabat.
Apabila tidak ditemukan penafsiran
dalam Alquran maupun as-Sunnah, maka hendaklah kita kembali kepada keterangan
sahabat terkemuka yang saheh, karena merekalah yang pernah bersama Nabi,
bergaul dengan beliau dan menghayati petunjuk-petunjuknya.
Para sahabat yang terkenal sebagai
mufassir ada 10 orang, yaitu empat Khulafa al-Rasyidin ditambah dengan Ibnu
Mas’ud, Ibnu Abbas, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Sabit, Abu Musa al-`Asy’ari dan
Abdullah bin Zubair. Namun demikian Khulafa al-Rasyidin hanya sedikit yang
mewartakan asar (penjelasan sahabat) kecuali Ali bin Abu Thalib. Dan pada saat
ketiga khalifah pertama masih hidup, ketika itu masih banyak sahabat yang ahli
dalam kitabullah.
Di antara contoh mengenai penafsiran
sahabat terhadap Alquran ialah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu AN Halim
dengan Sanad yang saheh dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menerangkan QS.
Al-Nisaa’(4) : 2:
وَآتُوا
الْيَتَامَىٰ أَمْوَالَهُمْ ۖ وَلَا تَتَبَدَّلُوا الْخَبِيثَ بِالطَّيِّبِ ۖ وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَهُمْ إِلَىٰ أَمْوَالِكُمْ ۚ إِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا
“Dan berikanlah kepada anak-anak
yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan
yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya
tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.”
Kata ” HUB ” ditafsirkan oleh Ibnu Abbas dengan dosa besar. Juga penjelasan Ibnu Abbas mengenai firman Allah QS. Al-Fatihah:7:
Kata ” HUB ” ditafsirkan oleh Ibnu Abbas dengan dosa besar. Juga penjelasan Ibnu Abbas mengenai firman Allah QS. Al-Fatihah:7:
صِرَاطَ
الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا
الضَّالِّين
“Yaitu ketaatanmu, ibadatmu di
antara para malaikat, para Nabi, para siddiqiin, syuhada dan orang-orang saleh.
7).
Tafsir Al-Qur’an dengan penjelasan tabi’in.
Sebagai bahan rujukan dalam dalam
penulisan Alquran, penjelasan tabi’in tetap diperhitungkan untuk dapat
menafsirkan Alquran. Sekalipun mereka bukan generasi sahabat yang langsung
mendapat penafsiran dari Nabi, tetapi mereka memperoleh penjelasan dari para sahabat.
Sebagai contoh penafsiran Mujahid bin Jabbar tentang ayat: Shiraat al-Mustaqim
yaitu kebenaran. Mujahid sering menemui Ibnu Abbas dalam memperoleh keterangan.
d. Kekuatan
dan Kelemahan Metode Tafsir Bil Ma’tsur
Tafisr
bil ma'tsur ini lebih banyak memakai riwayat ketimbang tafsir bir ra'yi. Selain
itu tafsir bil ma'tsur ini diterima dan diriwayatkan dari Nabi, sahabat, dan
tabi'in dari mulut ke mulut dengan menyebutkan para perawinya mulai Nabi SAW
terus kepada perawi terakhir.
Menurut Quraisy Sihab bahwa keistimewaan
tafsir bil ma'tsur adalah
1. Menekankan pentingnya bahasa dalam memahami
al-Qur'an
2. Memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika
menyampaikan pesan-pesannya
3. Mengikat
mufasir dalam bingkai teks ayat-ayat, sehingga membatasinya terjerumus dalam subjektivitas berlebihan.
Penafsiran
Al-Qur'an dengan sebagiannya dan penafsiran Al-Qur'an dengan hadis sahih yang
sampai kepada rasulullah SAW, maka tidak diragukan lagi bisa diterima dan tidak
ada perbedaan, ia merupakan tingkatan tafsir yang tertinggi.
Mula-mula tafsir bil ma'tsur ditulis lengkap dengan sanadnya, tapi kemudian bagian sanad dihilangkan sehingga tak diketahui lagi perbedaan tafsir yang berasal dari Nabi dan sahabat dengan tafsir isra'iliyyat, yang dipalsukan dan sebagainya. Menurut adz-Dzahabi israiliyat diartikan sebagi cerita atau berita yang diriwayatkan dari sumber israil (Yahudi). Masuknya israiliyat ke dalam penafsiran Al-Qur’an sudah dimulai sejak masa sahabat, yaitu sesaat setelah Rasulullah wafat. Ini didasarkan atas fakta sejarah bahwa tokoh-tokoh mufassir Al-Qur’an pada masa itu ada yang bertanya dan menerima keterangan-keterangan dari tokoh-tokoh ahli kitab yang telah masuh Islam, untuk menafsirkan ayat-ayat tertentu dalam Al-Qur’an. Ibnu Abbas, yang terkenal sebagai tokoh mufasir terkemuka pada masa itu, banyak juga mempergunakan sumber ini dalam karya tafsirnya.
Adapun contoh dari tafsir israiliyat ini seperti membahas perkara-perkara yang sebenarnya tidak begitu perlu dan berguna untuk mengetahuinya dalam rangka penafsiran Al-Qur’an, seperi tentang warna anjing (ashabul kahfi) dan namanya, ukuran perahu nabi Nuh dan jenis kayunya, nama anak kecil yang dibunuh nabi Khidir dan lain-lain. Mengenai penafsiran Al-Qur'an dengan pendapat-pendapat yang disandarkan kepada para sahabat dan tabi'in, mengandung banyak kelemahan karena beberapa sebab:
Mula-mula tafsir bil ma'tsur ditulis lengkap dengan sanadnya, tapi kemudian bagian sanad dihilangkan sehingga tak diketahui lagi perbedaan tafsir yang berasal dari Nabi dan sahabat dengan tafsir isra'iliyyat, yang dipalsukan dan sebagainya. Menurut adz-Dzahabi israiliyat diartikan sebagi cerita atau berita yang diriwayatkan dari sumber israil (Yahudi). Masuknya israiliyat ke dalam penafsiran Al-Qur’an sudah dimulai sejak masa sahabat, yaitu sesaat setelah Rasulullah wafat. Ini didasarkan atas fakta sejarah bahwa tokoh-tokoh mufassir Al-Qur’an pada masa itu ada yang bertanya dan menerima keterangan-keterangan dari tokoh-tokoh ahli kitab yang telah masuh Islam, untuk menafsirkan ayat-ayat tertentu dalam Al-Qur’an. Ibnu Abbas, yang terkenal sebagai tokoh mufasir terkemuka pada masa itu, banyak juga mempergunakan sumber ini dalam karya tafsirnya.
Adapun contoh dari tafsir israiliyat ini seperti membahas perkara-perkara yang sebenarnya tidak begitu perlu dan berguna untuk mengetahuinya dalam rangka penafsiran Al-Qur’an, seperi tentang warna anjing (ashabul kahfi) dan namanya, ukuran perahu nabi Nuh dan jenis kayunya, nama anak kecil yang dibunuh nabi Khidir dan lain-lain. Mengenai penafsiran Al-Qur'an dengan pendapat-pendapat yang disandarkan kepada para sahabat dan tabi'in, mengandung banyak kelemahan karena beberapa sebab:
1. Banyak riwayat yang disisipkan oleh
musuh-musuh Islam, seperti yang disisipkan oleh orang-orang zindiq (seseorang
yang tidak berpegang teguh terhadap agama), baik dari bangsa Yahudi maupun
bangsa Persi.
2. Usaha-usaha yang dilakukan oleh
penganut-penganut mazhab yang terlalu jauh menyimpang dari kebenaran, seperti
yang dilakukan oleh kaum Syiah yang telah menyandarkan kepada Ali ra.
3. Bercampur baurnya riwayat-riwayat yang
shahih dengan tidak shahih dan banyaknya ucapan-ucapan yang
dibangsakan kepada sahabat, atau tabi'in tanpa menyebut sanad dan tanpa
menyaring, sehingga bercampurlah yang hak dengan yang batil.
4. Riwayat-riwayat israiliyat yang mengandung
dongengan-dongengan yang tidak dapat dibenarkan.
Disisi lain
kelemahan dari tafsir bil ma'tsur adalah :
a) Terjerumusnya sang mufasir dalam uraian kebahasaan
dan kesusastraan yang bertele-tele sehingga pesan pokok Al-Qur'an menjadi
kabur.
b) Seringkali konteks turunnya ayat (uraian asbab
al-nuzul atau sisi kronologis turunnya ayat-ayat hukum yang dipahami dari
uraian nasikh/mansukh) hampir dapat dikatakan terabaikan sama sekali, sehingga
ayat-ayat tersebut bagaikan turun bukan dalam satu masa atau berada di tengah-tengah
masyarakat tanpa budaya.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
Tafsir bil ma’tsur adalah tafsir
berdasar pada kutipan-kutipan yang shahih, yaitu menafsirkan Al-Qur’an dengan
Al-Qur’an, Al-Qur’an dengan sunnah, Al-Qur’an dengan perkataan sahabat, dan Al-Qur’an
dengan perkataan tokoh-tokoh besar tabi’in. Tafsir bil ma’tsur ini merupakan
salah satu jenis penafsiran yang muncul pertama kali dalam sejarah khazanah
intelektual Islam.
Demikian Makalah Tafsir bil Ma'tsur yang dapat
kami sajikan di mana tentu masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam
penyusunannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun, kami harapkan
dalam rangka penyempurnaan dan perbaikan pada makalah selanjutnya.
Semoga Makalah Tafsir bil Ma'tsur dapat memberikan manfaat yang nyata
kepada kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hakim, Atang.dkk. 2010.Metodologi Studi Islam.Bandung :Remaja
Rosdakarya
Abdul Halim,Muhammad.2012.Menafsirkan Al-Qur’an dengan
Al-Qur’an.Bandung:Marja
Adz-Dhahabi,Muhammas Husein, 1976.Tafsir wal Mufassirun.Mesir: Dar
al-Kutub wa Al- Hadits.Jilid I
Ali Ash-Shabuni,Muhammad.1998.Studi
Ilmu Al-Quran.Bandung:Pustaka Setia
Al-Qaththan, Manna’.1973.Mabahits
fi Ulum Al-Qur’an.Mansyurat Al-Ash Al-Hadits
Ath-Thabari. Kitab Tafsir Jami’ul Bayan fi
Takwil Al-Qur’an.
Al-Zarqani,Muhammad.Manahil Irfan fi Ulum Al-Qur’an.
Ash-Shiddieqiy,Hasbi.2002.Ilmu Al-Qur’an Tafsir.Semarang:Pustaka
Riski Putra
Baiden,Nashruddin.2005.Wawasan Baru Ilmu Tafsir.Yogyakarata:Pustaka
Pelajar
Ghazali, Muqsith.dkk.2009.Metodologi Studi Al-Qur’an.Jakarta:Gramedia
Pustaka
Ibnu Katsir. Kitab Tafsir Al-Qur’an Al-Adhim.
Shihab,Quraish.1992.Membumikan Al-Qur’an.Bandung:Mizan
Suyuthi. Kitab Tafsir Ad-Dur Manstur fi
Tafsir bil Ma’tsur
Zaini,Muhammad.2005.Ulumul
Qur’an:Studi Pengantar.Banda Aceh:Yayasan PeNA
Apakah kamu sudah tau prediksi mbah jambrong yang jitu? bila belum baca Prediksi jitu mbah jambrong
BalasHapusAssalamualaikum
BalasHapus