Rabu, 14 Oktober 2015

ILMU ‘ILAL AL-HADITS

ILMU ‘ILAL AL-HADITS

https://aryasupang.wordpress.com/2011/11/30/ilmu-ilal-al-hadis/

A. Pendahuluan
Secara garis besar, pembahasan ilmu hadis dibagi atas dua bagian. Ilmu hadis riwayat dan ilmu hadis dirayat. Ilmu hadis riwayat adalah ilmu untuk mengetahui segala apa yang disandarkan kepada Nabi, baik berupa ucapan, perbuatan, taqrir maupun sifat dan segala yang disandarkan kepada sahabat maupun tabi’in. Sedangkan ilmu hadis dirayah adalah ilmu untuk mengetahui keadaan perawi dan riwayatnya, apakah dapat diterima atau tidak .
Dalam kaitannya dengan ilmu hadis dirayah, yang menurut ulama kemudian dinamakan dengan ilmu ushul al-hadis, akan kita ketemukan berbagai macam cabang pembahasan ilmu hadis. Di antara cabang-cabang ilmu tersebut, dan yang paling pokok, adalah ilmu jarh wa ta’dîl, ilmu rijâl al-hadîs, ilmu mukhtalaf al-hadîs, ilmu gharîb al-hadîs, ilmu nâsikh al-hadîs wa mansûkhuhu dan ilmu ‘ilal al-hadîs.
Dari beberapa disiplin ilmu hadis yang kami paparkan di atas, yang akan menjadi topik bahasan kita di sini adalah berkaitan dengan ilmu ‘ilal al-hadîs.
B. Konsep Ilmu ‘Ilal al-Hadis
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ilmu berarti pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang pengetahuan itu.
Sedangkan kata ‘ilal (علل), dalam bahasa Arab, merupakan bentuk plural dari kata ‘illat (علة). ‘Illat secara etimologi berarti cacat atau aib. Dalam bahasa Arab, ‘illat juga berarti penyakit (مرض).
Imam Suyuti menyatakan bahwa ‘illat adalah sebab tersembunyi yang mengakibatkan cacatnya sebuah hadis meskipun secara lahiriyah tampak terhindar atau bersih dari cacat. Definisi tersebut juga direduksi oleh Muhammad Muhammad Abu Zahu di dalam disertasinya, dan juga Mahmud al-Thahan di dalam karyanya.
Hadis yang di dalamnya terdapat kecacatan yang berupa ‘illat disebut sebagai al-hadis al-mu’al. Perlu diketahui bahwa maksud dari kata ‘illat atau cacat di sini bukanlah cacat dalam artian umum, yang mudah diketahui, yang dalam perbendaharaan ulama hadis sering disebut dengan tha’n al-hadis.
Jadi, hadis mu’al adalah hadis yang di dalamnya terdapat kecacatan tersembunyi yang merusak kesahihannya meskipun secara lahiriyah tampak bersih dan bebas dari cacat.
C. Objek Ilmu ‘Ilal al-Hadis
Sebagaimana lazimnya objek studi-studi lain dalam penelitian hadis, studi ‘illat hadis juga tertuju pada dua objek kajian. Adakalanya ‘illat terdapat di dalam sanad, dan hal ini akan lebih banyak ditemui di dalam hadis. Hal itu biasanya terjadi dengan me-mausûl-kan hadis yang sebenarnya munqothi’, atau me-marfu’-kan yang sebenarnya mauqûf atau mursal.
Selain di dalam sanad, ‘illat juga terdapat di dalam matan. ‘Illat yang terdapat di dalam matan dapat terjadi dengan memasukkan suatu hadis ke dalam hadis lain, atau memasukkan sanad pada matan hadis yang tidak semestinya.
Ada juga ‘illat yang terdapat di dalam sanad dan matan sekaligus.
D. Urgensi Ilmu ‘Ilal al-Hadis
Untuk mengetahui validitas sebuah hadis, para ulama telah mengemukakan bahwa barometernya adalah hadis shahih yang didefinisikan secara lebih konkrit dan terurai oleh Imam al-Syafi’i di dalam kitabnya yang berjudul al-Risâlah. Dia menyatakan bahwa hadis ahad tidak dapat dijadikan sebagai hujjah, kecuali jika memenuhi dua syarat, pertama, diriwayatkan oleh orang yang tsiqah (adil dan dhabit), kedua, rangkaian riwayatnya bersambung sampai kepada Nabi atau dapat juga tidak sampai kepada Nabi.
Kemudian, untuk memperjelas definisi hadis shahih, muncullah pendapat para ulama mutaakhirin seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Shalah bahwa hadis shahih adalah hadis yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit sampai ahir sanadnya, dan tidak tedapat kejanggalan (syadz) maupun cacat (‘illat).
Dari definisi hadis shahih di atas, dapat ditarik pengertian bahwa sebuah hadis baru dapat dikatakan sebagai hadis yang shahih apabila terhindar dari kecacatan (‘illat). Jadi, ilmu ‘ilal al-hadis merupakan ilmu yang sangat urgen untuk menilai validitas sebuah hadis. Karena, meskipun sebuah hadis memiliki ketersambungan sanad dan semua perawinya adil dan dhabit, belum dapat dikatakan sebagai hadis yang dapat dijadikan hujjah kalau tidak terhindar dari kecacatan.
E. Metode
Untuk mengetahui apakah sebuah hadis terdapat kecacatan di dalamnya ataukah tidak, kita dapat menggunakan metode komparasi (comparation methods). Caranya adalah dengan membandingkan semua sanad yang ada untuk matan yang isinya semakna, begitu pula halnya dengan matannya.
Dengan melakukan komparasi atas sanad dan matan hadis yang isinya sama atau semakna, maka ada tidaknya ‘illat dapat diketahui. ‘Illat tersebut dapat diketahui dengan; di dalam sanad tersebut hanya terdapat periwayat tunggal, di dalam jalur-jalur sanad lain berbeda dengan jalur periwayat tersebut dan dengan konteks-konteks lain yang menunjukkan adanya kecacatan. Dan hal tersebut ditunjukkan oleh seseorang yang benar-benar memiliki kapabilitas dalam masalah tersebut. Mengingat bahwa ilmu ‘ilal al-hadis ini merupakan ilmu yang cukup rumit dan njlimet, maka hanya kalangan ahli hadis yang benar-benar menguasai dan mendalami hadis dan ilmu hadis, memiliki hafalan dan pemahaman yang mumpuni terhadap hadis-hadis Nabi, yang dapat mengetahui ada tidaknya ‘illat dalam suatu hadis.
Di antara para ulama hadis yang menulis tentang ‘ilal hadis adalah Ali Ibn al-Madini, Imam al-Bukhari, Imam Muslim Bin al-Hujjaj al-Naisaburi, Imam al-Tirmidzi, Ibn Rajab, Ibn Abi Hatim Abdurrahman al-Razi, Imam Daruqutni dan lain-lain.
F. Contoh ‘Illat Yang Terdapat di Dalam Hadis
Pertama, ‘illat yang terdapat di dalam sanad:
Hadis yang redaksinya shahih, akan tetapi di dalam sanadnya terdapat ‘illat adalah hadis (البيعان بالخيار).
Hadis ini diriwayatkan oleh Ya’la Bin Ubaid dari Sufyan al-Tsauri dari ‘Amr Bin Dinar dari Ibnu ‘Umar dari Nabi saw: “البيعان بالخيار”.
Ya’la Bin Ubaid telah salah meriwayatkan dari Sufyan al-Tsauri ketika menyatakan bahwa hadis tersebut diriwayatkan dari ‘Amru Bin Dinar. Rawi yang benar adalah Abdullah Bin Dinar, bukan ‘Amru Bin Dinar. Hal tersebut diketahui dari para Imam yang meriwayatkan dari Sufyan al-Tsauri seperti Abu Na’im al-Fadl Bin Dakin, Muhammad Bin Yusuf al-Firyabi, Mukhallad Bin Yazid dan lain-lain.
Kedua, ‘illat yang terdapat di dalam matan:
Hadis yang diriwayatkan tunggal oleh Imam Muslim dari al-Walid Bin Muslim dari al-Auza’i dari Qutadah dari Anas Bin Malik:
صليت خلف النبي صلى الله عليه وسلم وأبى بكر وعمر وعثمان فكانوا يستفتحون بالحمد لله رب العالمين لا يذكرون بسم الله الرحمن الرحيم فى أول قراءة ولا فى آخرها
Hadis tersebut oleh Imam al-Syafi’i dinilai terdapat kecacatan karena berseberangan dengan para periwayat lain yang menyatakan bahwa nabi telah membaca basmalah dengan keras di dalam shalat seperti yang diriwayatkan oleh Daruqutni, al-Khatib dan al-Hakim dari Mu’tamar Bin Sulaiman dari Ayahnya dari Anas. Selain itu juga yang diriwayatkan oleh al-Hakim, Ibnu Khuzaimah, al-Nasa’i, Daruqutni, al-Baihaqi dan al-Khatib dari berbagai jalur dari hadis Abu Hurairah.
Ketiga, ‘illat yang terdapat di dalam sanad dan matan:
Contohnya adalah hadis yang menjelaskan bacaan “amin” di ahir surat al-Fatihah.
عن علقمة بن وائل أن النبي قرأ (غير المغضوب عليهم ولا الضالين) فقال “آمين” وخفض بها صوته.
Hadis ini diriwayatkan oleh Syu’bah Bin al-Hajjaj dari Salamah Bin Kahil dari Hujr Bin Abi ‘Anbasah dari ‘Alqamah.
Imam Muslim mengatakan bahwa Syu’bah telah keliru dalam riwayat ini ketika mengatakan: وخفض بها صوته.
Imam al-Bukhari menyatakan bahwa Syu’bah telah keliru di dalam beberapa bagian dalam hadis ini, Hujr Bin Abi ‘Anbasah seharusnya adalah Hujr Bin ‘Anbasah yang memiliki kuniah Abu al-Sakan. Selain itu, Syu’bah juga telah menambah ‘Alqamah Bin Wa`il, padahal sebenarnya tanpa ‘Alqamah. Lengkapnya adalah dari Hujr Bin ‘Anbasah dari Wa`il Bin Hujr, Ia berkata: وخفض بها صوته.
Matan hadis tersebut juga terdapat ‘illat karena redaksi hadis yang sebenarnya adalah: ومد بها صوته.
Daftar Pustaka
Al-Suyuti, Al-Hafidz Jalaluddin, Tadrîb al-Râwî Fî Syarh Taqrîb al-Nawâwî, (ed. Muhammad Aiman Bin Abdullah al-Syabrawi), Kairo: Dâr al-Hadîs, 2004.
Al-Shalih, Subhi, ‘Ulûm al-Hadîs Wa Musthalahuhu, Beirut: Dâr al-‘Ilm Li al-Malâyîn, 2006.
Zahu, Muhammad Muhammad Abu, al-Hadîs Wa al-Muhaddisûn Au ‘Inâyat al-Ummah al-Islâmiyyah Bi al-Sunnah al-Nabawiyyah, Kairo: al-Maktabah al-Taufîqiyyah, t t.
Al-Khusy’i, al-Khusyu’i al-Khusyu’i Muhammad, al-Wajîz Fî ‘Ulûm al-Hadîs, Kairo: Diktat kuliah ilmu hadis tingkat II Universitas al-Azhar Kairo, 2008.
Ismail, M. Syuhudi, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Jakarta: Bulan Bintang, 1992.
Bustamin, dan M. Isa H. A. Salam, Metodologi Kritik Hadis, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004.
Al-Siba’i, Musthafa, al-Sunnah Wa Makânatuhâ Fî al-Tasyrî’ al-Islâmî, Kairo: Dâr al-Salâm, 2008.
Al-Qaradhawi, Yusuf, Kaifa Nata’âmalu Ma’a al-Sunnah al-Nabawiyyah Ma’âlim Wa Dhawâbith, Qatar: Bank al-Taqwa, tt.
Mazid, Ali Abdul Basith, Manâhij al-Muhadditsîn Fî al-Qarn al-Awwal al-Hijrî Hatta ‘Asrinâ al-Hâdhir, Kairo: Maktabah al-Iman, 2010.
Ali, Nizar, Memahami Hadis Nabi (Metode dan Pendekatan), Yogyakarta: CESaD YPI Al-Rahmah, 2001.
Al-Thahan, Mahmud, Taisîr Musthalah al-Hadîs, Aleksandria: Markaz al-Huda Li al-Dirâsât, 1994.
Al-Razi, Abu Muhammad Abdurrahman, ‘Ilal al-Hadîs, Kairo: al-Matba’ah al-Salafiyah, 1922.
Al-‘Adawi, Abu Abdullah Musthafa Bin, Syarh ‘Ilal al-Hadîs Ma’a As`ilah Wa Ajwibah Fî Musthalah al-Hadîs, Thantha: Maktabah Makkah, 2004.
http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php.



ILMU ILAL AL-HADITS DAN HADIST MU’ALLAL
http://azarasidi.blogspot.co.id/2011/03/hadist-muallal.html
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………...ii


BAB I PENDAHULUAN 
A.Latar belakang..……………………………………………………….1
B. Tujuan makalah……………………………………………………….1

BAB II PAMBAHASAN
A.Definisi…………………………………………………………………2
B. Macam-macam illat hadist……………………………………………..2
C. Ulama’ yang ahli dalam bidannya dan kitab-kitab ilal al-hadist……….6
D. Cara mengetahui illat pada hadist……………………………………...7
E. Hukum meriwayatkannya……………………………………………...8
BAB III PENUTUP
A, Kesimpulan…………………………………………………………….9
B. saran dan do’a…………………………………………………………10


BAB I 
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang 
Telah kita ketahui bersama adapaun sumber Islam yaitu ada dua (Al-Qur’an dan Al- Hadist) Al- Qur’an adalah firman Allah SWT sedangkan hadist adalah sabda Rasul-Nya, yang mana kedua ini (Al-Qur’an dan Al-Hadist) tidak dapat terpisahkan dan saling berhubungan satu sama lain, Al- Qur’an merupakan firman Allah secara universal sedangkan hadist merupakan sabda Nabi Muhammad yang partikal yang berfungsi sebagai “mubayyin lil- qur’an”.
Maka dari itu dalam memperdalam ilmu agama Islam kita tidak boleh memisahkan antara keduannya (Al-Qur’an dan Al-Hadist) agar kita tetap berada pada jalan lurus-Nya.
B. Tujuan penulisan makalah
Adapun tujuan makalah yang kami susun ini agar para pembaca mengetahui dan menguasai sabda Nabi kita secara detail agar para pembaca tetap berada pada jalan yang di ridhoi oleh-Nya, amien amien ya rabbal alamien.

BAB II
PEMBAHASAN

ILMU ILAL AL-HADIST DAN HADIST MU’ALLAL
A.Definisi
Ilmu ilal al-hadist berasal dari kata illat, yang mana secara etimologi kata illat berarti “al maradh” (penyakit).Sedangkan secara terminologi kata illat menurut para muhadditsin yaitu: “suatu sebab yang tersembunyi yang dapat membuat cacat suatu hadist meski secara lahiriyah dapat terhindar darinya” 
Kesimpulannya ilmu ilal al-hadist adalah: ilmu yang membahas tentang sebab-sebab yang samar samar lagi tersembunyi dari segi membuat kecacatan suatu hadist.Seperti memutthasilkan (menganggap bersambung) sanad suatu hadist yang sebenarnya sanad itu munqhati’ (terputus), merofa’kan (mengangkat sampai kepada nabi) berita yang mauquf (yang berakhir kepada sahabat), menyisipkan suatu hadist yang lain, meruwetkan sanad dengan matannya atau lain sebagainya. 
Sedangkan hadist-hadist yang terkena illat atau yang berillat disebut dengan hadist muallal (ma’lul).
B. Macam-macam illat hadist
Menurut Al hakim Abu Abdillah illat hadist dibagi menjadi 10 yaitu:
1. Me-mutthashilkan sanad hadist yang munqhoti’.
2. Me marfu’kan hadist yang mursal.
Contoh: hadist Qaishah bin Uqbah bersanad Sufyan Khalid bin Kazdzda’i, Ashim dan Abu Qilabah yang diriwayatkan secara marfu’ kepada Nabi:
ارحمم امتيي بامتي ابوو بكر وواشدهم في امرر الله عمرواصددقهم حياءعثمان واقراهم لكتاباللهااببي بن كعب واقررضهم زيد بن ثابت واعلمهم بالحلال والحرام معاذ ابن جبل
“Sekasih-kasih ummatku terhadap ummatku adalah Abu Bakar, sekeras keras ummat dalam melakukan ketentuan Allah adalah Umar, sebenar-benar ummat yang pemalu adalah Utsman, sefasih-fasih orang untuk membaca kitab Allah adalah Ubay ibn Ka’ab, sepintar-pintar orang dalam ilmu faro’idh adalah Zaid ibn Stabit dan sepandai-pandai orang dalam hal halal dan haram adalah Muadz ibn Jabal” 
Seorang perawi yang bernama Habisyah dia mengaku menerima hadist dari Sufyan dari Khalid al Hadzdza’i dari Ashim dari Abu Kilabah dan yang terakhir dia mengatakan menerima dari Nabi Muhammad SAW.
Akan tetapi sebenarnya yang menerima hadist ini adalah sahabat Anas bin Malik r.a yaitu: dari Atturmudzi mentakhrijkan melalui sanad-sanad Sufyan bin Waki’, Humad bin Abdurrahman, Dawud al-Athar, Ma’mar, Qotadah dan Anas bin Malik r.a. jelaslah sekarang sahabat Abu Qilabah menggugurksn (mengirsalakan) sahabat Anas bin Malik r.a.
3. Mensyadzkan hadist yang mahfudh.
Contoh: hadist Musa bin Uqbah yang diterima dari Abu Ishaq dari Burdah dari ayahnya, yaitu abu Musa al asy’ari.
انه ليغان علي قلبي واني للاستغفرالله في اليوم مماءة مراة
“Sesungghnya hatiku telah terpesona dan dalam keadaan yang demikan itu sungguh aku meminta ampun kepada Allah dalam waktu sehari (saja) seratus kali.”
Hadist ini ditakhrij oleh Musa bin Uqbah yang bersanad Abi Ishaq, Abu Burdah dan ayahnya, yaitu abu Musa al asy’ari r.a adalah syadz.
Akan tetapi setelah diadakan penelitian menunjukkan bahwa Imam Muslim mentakhrij hadist tersebut melalui sanad-sanad Yahya bin Yahya dan Qutaibah dari Hammad bin Zaid, dari Stabit, dari Abu Burdah dari al Gharr al Muzanny r.a dari Rasulullah SAW.
Jadi sangat jelas bahwasanya hadist Musa bin Uqbah adalah syadz dan hadist muslim adalah lebih stiqat (mahfudh).
4. Mewahamkan sanad yang mahfudh
Contoh: Hadist yang di takhrij oleh Al asykari yang bersanad Zuhair bin Muhammad, Usman bin Sulaiman dari ayahnya yang mengatakan:
انه سمع رسول الله صلي لله عليه وسلم يقرافي المغرب بالطور
Bahwa ia mendengar Rasulullah SAW membaca surat At thur pada waktu shalat maghrib.
Adapun hadist ini di takhrij oleh Al asykari dengan sanad Zuhair bin Muhammad. Usman bin Sulaiman dari ayahnya.
Sedangkan menurut para Muhadditsin sahabat yang meriwayatkan hadist ini adalah Jubair bin Muth’im.
Imam Bukhari mentakhrij hadist Jubair bin Muth’im melalui sanad sanad: Abdullah bin Yunus, Malik, Ibnu Syihab, Muhammad bin Jubair bin Muth’im.
Nyatalah sekarang karena Sulaiman adalah seorang tabi’iy, dia tidak mungkin mendengar langsung dari Rasulullah tanpa seorang sahabat yang hidup sezaman dan bertemu dengan Rasulullah.
5. Meriwayatkan secara an’anah suatu hadist yang sanadnya telah digugurkan seorang atau beberapa orang
Contoh: Hadist yang diriwayatkan melalui Yunus dari Ibnu Syihab dari Ali bin Husain dari seorang laki laki Anshar yang mengatakan:
انهم كانو مع رسو ل الله صللي الله عليه وسلم ذات ليلة فرمى بنجم فاستنار
“Konon orang-orang Anshar besama-sama dengan Rasulullah SAW pada suatu malam, tiba tiba beliau kejatuhan bintang (melihat bintang jatuh), hingga kesilauan”.
Hadist yang melalui periwayatan Yunus yang diterima dari Ibnu Shihab dari Ali bin Al Husain yang mengatakan bahwa Ali menerimanya dari orang Anshar ini adalah ma’lul.
Dalam hadits ini terdapat illat yaitu: Yunus mengugurkan seorang sanad yaitu, Ibnu Abbas r.a kemudian dia meriwayatkan menggunakan kata “an” (dari). Padahal sebenarnya hadist tersebut diriwayatkan oleh seorang sahabat Ibnu Abbas r.a
6. Melawani pengisnadan rawi yang lebih stiqah.
Contoh: Hadist Umar bin Khattab r.a yang bertanya kepada rasulullah SAW ujarnya:
يارسول الله ما لك افصحنا
“Wahai Rasulullah, apakah engkau mempunyai sesuatu yang dapat menfasihkan kami?..... Dan seterusnya
Hadist ini diriwayatkan oleh orang orang yang stiqah dari Ali bin Alhusain bin Waqid dari ayahnya (waqid) dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya dari Umar bin Khattab r.a. hadist ini adalah hadist mahfudh yang dilawani sanadnya 
Sedangkan hadist yang diriwayatkan Ali bin Khasyram dari Ali bin al Husain bin Waqib dari Umar bin Khattab r.a adalah hadist yang ma’lul. Illatnya terletak pada Ali bin al Khasyram yang menyandarkan periwayatannya dengan mengatakan “Haddatsanaali bin al Husain bin Waqid, ballaghany an Umar bin Khattab r.a (telah bercerita kepadaku Ali bin al Husain bin Waqid, telah sampai kepadaku dari Umar)” kata haddasana itu mberikan pemahaman kepada kita kepastian pertemuan antara rawi dengan guru.
7. Mentadhlish syuyukhkan hadist yang mahfudh.
Contoh: Hadist Abu Dawud yang bersumber dari sahabat Abu Hurairah r.a yang diriwayatkan secara marfu’.
المؤمن غر كريم والفاجر خب لءيم
“Orang mu’min itu adalah orang yang mulia lagi dermawan, sedang orang fasik itu adalah perusak yang pemberani”
Hadist Abu Dawud yang bersanad: Nasir bin Ali, Abu Ahmad, Sufyan dan Abu Hurairah r.a adalah ma’lul, karena di dalam sanadnya terdapat seorang laki laki yang tidak di sebut namanya (mubham) sehingga sulit untuk di ketahui identiasnya.
8. Mentadlish isnadkan hadist yang mahfudh.
Contoh: 
كان رسول الله صلي الله عليه وسلم اذا افطر عند قوم قال لهم:افطر عندكم الصاءمون واكل كعامكم الابرار وتنزلت الملا ءكة

Konon Rasulullah saw bila berbuka disisi suatu kaum beliau bersabda kepada mereka: “Disampingmu, orang orang yang berpuasa ikut berbuka, orang orang yang baik ikut menikmati makananmu dan para Malaikat pembawa rahmat turun menyampaikan rahmat”.
Illat yang terdapat pada hadist ini adalah pada Yahya bin Katsir, sebenarnya ia mendengar dari orang Bashrah yang bernama Amr bin Zabib . Meskipun Yahya bin Katsir banyak meriwayatkan hadist dari Anas bin Malik namun hadist ini tidak ia terima Anas bin Malik.Pembajakan pemberitan inilah yang menjadikan cacat hadist itu.
9. Mengisnadkan secara waham suatu hadist yang sudah musnad.
Contoh: 
كان رسول الله صليي لله عليه وسلم اذا افتتح الصلاة قال سبحانك اللهم وبحمدك تبارك اسمك وتعالي جدك ولاا اله غيرك
Konon Rasulullah saw bila membaca iftitah (do’a antara takbiratul ihram dengan bacaan Al fatihah) membaca maha suci engkau dan dengan pujian-Mu aku menyucikan engkau, yang maha memberkahi nama-Mu, maha tinggi keagungan-Mu dan tiada tuhan sekain engkau.”
Hadist ini sudah mempunyai sanad tertentu akan tetapi salah seorang rawinya meriwayatkan hadist tersebut dari dari sanad lain di luar sanad yang sudah tertentu itu secara waham (duga-duga).
10. Memauqufkan hadist yang marfu’ .
C. Ulama’ yang ahli dalam bidannya dan kitab-kitab ilal al-hadist.
Adapun kitab-kitab karangan ahli dalam bidang ilamu ilal al-hadist yaitu: 
Kitab-kitab yang muncul sebelum abad IV antara lain:
1. At-tkarikh wal ilal, karya Imam Al-Hafidh Yahya bin Ma’an (253-233 H).
2. Ilalul hadist, karya Imam Ahmad bin Hambal (164-241 H).
3. Al-musnadul-mu’allal, karya Al-Hafidh Ya’qub bin Syaibah as –Sudusy Al bashri (182-279 H).
4. Al-ilal, karya Imam Muhammad bin Isa At-Turmudzy (209-279 H).

Kemudian kitab-kitab ilalul hadist yang lahir sdudah abad tersebut yaitu:
1. Ilalul hadist, karya Al hafidh Abdurrahman bin Abi Hatim Ar Razy (204-327 H). Kitab ini terdiri dari dua jilid dan dicetak di Mesir pada tahun 1343 H.
2. Al ilal Al waridhah fil Ahadistin nabawiyah, karya Al hafidh Ali bin Umar Ad Dharuquthi (306-375 H). Kitab ini sudah mencakup seluruh tulisan dalam ilmu ilalul hadist yang telah disusun oleh ulama-ulama yang mendahuluinya. Dan ini terdiri dari 12 jilid.
D. Cara mengetahui illat pada hadist
Untuk mengetahui illat dalam suatu hadist memang sangatlah sulit, orang yang mampu mengetahui hal ini hanyalah orang-orang yang benar-benar memiliki pemahaman yang sangat mendalan dan mempunyai hafalan yang kuat dan luas.Oleh sebab itu, Abdurrahman ibn Mahdy berkata ”mengetahui illat satu hadist menurutku lebih aku sukai dari pada menulis sepuluh hadist (yang tidak aku ketahui). Ibnu Shalah juga berkata” pengetahuan tentang illat-illat hadist merupakan ilmu yang paling agung, paling pelik dan paling mulia. Yang bisa mendalaminya hanyalah ahli hafalan, cermat dan pemahaman yang mendalam ”
Dalam meneliti dan menela’ah illat yang terdapat pada hadist kita harus melihat riwayat riwayat para perawi, kemampuannya dan keahliannya dalam meriwayatkan sebuah hadist.
Adapun illat yang terdapat dalam sebuah hadist terdapat pada dua bagian yaitu:
• Sanad
• Matan dan
• Sanad dan matan bersama-sama.

a. Illat yang terdapat pada sanad ini lebih banyak terjadi dari pada illat yang teredapat pada matan. Illat pada sanad ini kadang terjadi pada sanad saja dan ada pula yang perpengaruh pada matan, disebabkan oleh seorang rawinya.
b. Kemudian sebaliknya illat yang terdapat pada matan ini tidak sebanyak illat yang terdapat pada sanad. Ada hadist yang berillat pada sanad saja dan matannya tidak terdapat illat, akan tetapi hadist yang berillat pada matan pasti pada sanadnya juga terdapat illat karena disebabkan oleh rawi yang menyisipkan perkataannya pada matan tersebut.
c. Yang terakhir illat yang terdapat pada sanad danh matan sebuah hadist ini dapat berpengaruh dan mencacatkan sanad dan matan hadist.
E. Hukum meriwayatkannya
Hukum meriwayatkan hadist Muallal adalah sama dengan hadist mursal, hadist munqhoti’ dan hadist mauquf, karena hadist muallal mngirsalkan hadist yang mutthasil, mewashalkan hadist yang munqhati’ dan memauqufkan hadist yang marfu’. 

BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari pemaparan di atas dapat kita simpulkan yaitu:
• Ilmu ilal al hadist adalah: ilmu yang mempelajari cara-cara mengetahui cacat (illat) yang terdapat pada sebuah hadist.
• Macam-macam ilmu ilal al hadist yaitu:
1. Memauqufkan hadist yang marfu’
2. Mengisnadkan secara waham suatu hadist yang sudah musnad
3. Mentadlish isnadkan hadist yang mahfudh
4. Mentadhlish syuyukhkan hadist yang mahfudh
5. Melawani pengisnadan rawi yang lebih stiqah
6. Meriwayatkan secara an’anah suatu hadist yang sanadnya telah digugurkan seorang atau beberapa orang
7. Mewahamkan sanad yang mahfudh
8. Mensyadzkan hadist yang mahfudh
9. Me-mutthashilkan sanad hadist yang munqhoti’.
10. Me marfu’kan hadist yang mursal
• Illat yang terdapat pada hadist ada tiga bagian yaitu:
1. Pada sanad 
2. Pada matan dan
3. Pada sanad dan matan
B. Saran dan do’a
Kami sangat menyadari bahwasanya makalah yang kami buat ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami mengharap dan membuka saran dan kritik bagi seluruh pembaca dengan tujuan mencapai kesempurnaan bersama. 
Dan semoga makalah yang kami buat ini bermanfat dan barokah bagi kita semua amien amien ya rabbal alamien…..

ILMU ‘ILAL AL-HADITS
http://dedimulyana96.blogspot.co.id/2015/03/makalah-ilmu-ilal-al-hadits.html
BAB I
PENDAHULUAN

Ilmu ‘ilal al- hadis adalah Ilmu yang membahas sebab-sebab tersembunyinya shahih atau tidak shahinya suatu hadis, hal ini yang dapat menyebabkan cacatnya hadis yang secara lahiriah barangkali tidak kelihatan.
            Menurut pendapat lain juga, ‘ilal al-Hadis adalah ilmu yang menerangkan sebab yang tersembunyi, tidak nyata, dan dapat mencacatkan hadis yaitu menyambung yang munqathi’, merafa’kan yang mawquf, mamasukkan suatu hadis kedalam hadis yang lain dan yang serupa itu. Semuanya ini bila diketahui, dapat merusakkan suatu hadis, ilmu ini semulia-mulia ilmu yang bekaitan dengan hadis dan sehalus-halusnya tidak dapat diketahui penyakit-penyakit hadis melainkan oleh ulama yang mempunyai pengetahuan yang sempurna tentang martabat-martabat perawi dan mempunyai ingatan yang kuat terhadap sanad dan matn hadis.
Diantara ulama yang menulis ilmu ini ialah :
Ibnul Madaniy ( 234 H )
Ibnu Abi Hatim ( 327 H )
Kitab beliau ini disebut kitab ’ilal al-hadis dan diantara yang menulis kitab ini  adalah al-Imam Muslim ( 261 H ), ad-Daraquthny ( 375 H ) dan Muhammad ibn Abdillah al-Hakim.

BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian ‘Ilal Al-Hadis
Menurut bahasa i’lal adalah penyakit  ( المرض ) yang berasal dari kata ‘ulla-ya’illa-i’talan ( علّ – يعلّ – واعتلّ  ) artinya penyakit yang disebabkan karena cacat dan di qiyaskan dengan kata ma’alun-mu’allalun (  معل -  معلل ).
Akan tetapi sebagian Ulama hadis dan sebagian ahli bahasa kata ma’lul
(  معلول  ) jarang menggunakan kata ini.
            Sementara itu menurut pendapat lain hadis ’ilal ism maf’ul ( معلول )  dari mu’al atau yang dicacatkan. Adapun nama lain dari mu’al ( معل ) adalah ma’alun dan mu’alalun ( معلل ). Kata mu’alalun ( معلل ) banyak dipakai Ulama hadis, sedangkan ma’lulun ( معلول ) jarang dipakai, disebabkan penggunaan bahasa yang dinilai dhaif atau lemah secara bahasa.
            Pendapat lain mengatakan ’ilal hadis secara bahasa artinya penyakit, sebab alasan atau halangan. Dengan demikian, tidak ’ilalnya hadis tersebut tidak berpenyakit, tidak ada sebab yang melemahkannya dan mengahalanginya.
            Sedangkan menurut istilah ’ilal adalah suatu sebab yang tidak nampak atau samar-samarnya yang dapat mencacatkan keshahihan suatu hadis. Dengan demikian, jika dikatakan hadis tersebut tidak ber’ilal, berarti hadis tersebut tidak memiliki cacat, adapun yang dimaksud samar-samar, karena jika dilihat dari segi lahirnya, hadis tersebut terlihat shahih. ’Ilal hadis mengakibatkan kualitas hadis menjadi lemah, tidak shahih.
Menurut istilah ’ilal hadis ialah sebab yang tersembunyi yang merusakkan kualitas hadis. Keberadaan hadis ’ilal yang pada lahirnya terlihat berkualitas sahih menjadi tidak sahih.

B.       Objek ’Ilal Al-Hadis
Menurut pembagiannya ’ilal al-hadis ada 3 macam yaitu :
1.      ‘Ilal hadis pada sanad
            Pengertian ’ilal disini bukanlah pengertian umum  tentang sebab kecacatan hadis, misalnya karena periwayatan pendusta atau tidak kuat hafalan. Melainkan cacat yang dapat mengakibatkan juga lemahnya sanad. Periwayatan yang cacat dapat pula memberi petunjuk keterputusan sanad.
Terhadap cacat umum tersebut ulama tidak mengalami kesulitan untuk menelitinya, sedangkan terhadap ’ilal yang pembahasan lebih khusus tidak banyak ulama hadis yang mampu menelitinya. Karena, hadis yang ber’ilal tampak berkualitas shahih.
Dalam hubungan ini, ’Abd al-Rahman bin Mahdiy, (wafat 194H / 814 M) menyatakan, untuk mengetahui ‘ilal hadis diperlukan intuisi (ilham). Sebagian Ulama menyatakan, orang yang mampu meneliti ’ilal hadis hanyalah orang yang cerdas, memiliki hafalan hadis yang banyak, paham akan hadis yang dihafalnya, mendalam pengetuhaunnya tentang berbagai tingkat ke dhabithan periwayatan dan ahli di bidang sanad dan matn hadis. Al-Hakim al-Naysabury berpendapat, acuan utama penelitian ’ilat hadis ialah hafalan, pemahaman dan pengetahuan yang luas tentang hadis. Semua pernyataan Ulama ini memberikan petunjuk bahwa penelitian ’ilal hadis sangat sulit.
            Menurut ’Aliy bin al-Madiniy dan al-Khatib al-Baghdady, untuk mengetahui ’ilal hadis, terlebih dahulu semua sanad yang berkaitan dengan hadis yang diteliti dihimpunkan. Hal ini dilakukan, bila hadis yang bersangkutan memiliki tawabi’ dan syawahid.
            Sesudah itu, seluruh rangkaian dan kualitas periwayat dalam sanad itu diteliti berdasarakan pendapat para kritikus periwayat dan ’ilal hadis. Dengan jalan demikian baru dapat ditentukan, apakah hadis tersebut ber’ilal ataukah tidak ber’ilal.
            ’Ial hadis, sebagaimana juga syudzudz hadis, dapat terjadi di matn , di sanad, atau di matn dan sanad sekaligus , Akan tetapi yang ternbayak, ’ilal hadis terjadi di sanad.
            Al-Hakim telah mengemukakan sepuluh macam contoh hadis yang mengandung ’ilal. Kesepuluh macam hadis itu tampak berkualitas sahih, pada hal setelah diteliti lebih mendalam, ternyata sebagian besar hadis dimaksud sanad nya terputus dan sebagian lagi periwayatan lemah. Adapun contoh hadis yang dinyatakan ber-‘ilal oleh al-Hakim. tesebut disannggah oleh al-‘Iraqy dan sanggahan itu disetujui oleh Ahmad Muhammad Syakir. Hadis yang oleh al-Hakim dinyatakan ber’ilal tetapi oleh al’Iraqy dinyatakan tidak ber’ilal itu bunyi sanad dan matn sebagai berikut :

حدّثنا أبو العباس محمّد بن يعقوب قال : ثنا محمّد إسحاق الصغانى قال : ثنا حجاج بن محمّد قال , قال ابن جريج عن موسى بن عقبة عن سهيل بن أبى صالح عن أبيه عن أبى هريرة عن النبي صلّى الله عليه وسلّم  قال : من جلس مجلسا  كثر فيه  لغطه فقال قبل أن يقوم : سبحانك اللهمّ وبجمدك لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك إلا غفر له ما كان في مجلسه ذلك.

Telah memberitakan kepada kami Abu al-‘Abbas Muhammad bin Ya’qub, telah memberitakan kepada kami Muhammad bin Ishaq al-Shaghaniy. Dia (al-Shaghaniy) berkata, telah memberitakan kepada kami ( Hajaj ) menyatakan, telah memeberitakan kepada kami Hajajj bin Muhammad. Dia ( Hajjaj ) menyatakan, telah berkata Ibn jurayj, ( riwayat berasal ) dari Suhayl bin Abi Shali, dari ayahnya, dari Aby Hurairah, dari Nabi Saw, sabdanya : ” Barang siapa yang duduk di suatu mesjid yang didalamnya banyak kegaduhan, kemudian sebelum berdiri dia mengucapkan ”Subhanaka allahumma wa bi hamdika la illa Anta astagfiruka wa atubuilaiKa’ (Maha Suci Engkau ya Allah dan dengan puji-Mu, tidak ada tuhan kecuali Engkau, aku mohon ampun dan bertobat ke hadirat-Mu) maka dia diampuni dosanya selama dia berada dalam majelis itu.
            Penilaian al-Hakim didasarkan pada hasil penelitian al-Bukhariy. Menurut al-Bukhariy, Musa bin Uqbah tidak pernah mendengar atau menerima hadis dari Suhayl bin Abi Shalih. Periwayat yang menerima hadis dari Suhayl ialah Musa bin Ismail. Karenanya, hadis atau sanadnya mengandung cacat atau ’ilal. Dalam hal ini terputusnya antara Musa bin ’Uqbah dengan Suhyl bin Abi Shalih.
            ’ilal al-hadis pada sanad banyak juga ditemukan di sanad hadis maupun di matb hadis, seperti contoh diatas, tetapi adakalnya cacat pada sanad  tidak terdapat pada matn. Contoh  :

حديث : إبن جريج عن عمران بن أبى أنس عن مالك بن أوس بن الحدثان عن أبي ذر قال : قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم : " فى الابل  صدقتها , و فى الغنم صدقتها , وفى البقر صدقتها , وفى البرّ صدقتها " .
Artinya :
Dari Ibnu Juraij dari ‘Imran bin Abi Anas  dari Malik bin Ais al-Haddasan dari Abi Zarr berkata ia : Rasullah SAW bersabda : “ Pada Unta itu ada sedekahnya, dan kambing itu ada sedekahnya, dan pada Lembu itu juga ada sedekah, dan pada gandum itu ada sedekah.”

2.      ’Ilal hadis pada matn
Contoh ’ilal hadis pada matn :
حديث : عبد الله بن مسعود قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " الطيرة من الشرك , وما منا إلا , ولكنّ الله  يذهبه باالتوكل " .
Congkak atau sombong termasuk dari syirik, dan hal tersebut bukan termasuk golangan kami (Rasulullah atau orang-orang yang beriman). Kecuali mereka mohon ampun kepada Allah dengan bertawakal.
3.      ’Ilal hadis pada sanad dan matn
) ما أخرج النسائى وإبن ماجه( من حديث بقيّة عن يونس عن الزهري عن سالم عن ابن عمر عن النّبي صلّى الله عليه و سلم قال : " من أدرك ركعة من صلاة الجمعة وغيرها فقد أدرك ".
Artinya :
Di riwayatkan oleh ( An-Nasai dan Ibnu Majah ) dari hadits Baqiyyah dari Yunus dari Az-Zuhri  dari Salim dari Ibnu Umar dari Nabi SAW berkata ia : ” Barang siapa yang meninggalkan satu rakaat dari shalat Jum’at dan selainnya maka ia telah meninggalkan solat itu ”.

C.      Sejarah awal dan perkembangannya ’ilal al-hadis
Pada abad kedua Hijriah perkembangan ilmu penegtahuan Islam peasat sekali dan telah melahirkan para imam mujtahid di berbagai bidang, di antaranya di bidang fiqh dan ilmu kalam. Pada dasarnya para imam mujtahid tersebut, meskipun dalam berbagai hal mereka berbeda pendapat, mereka saling menghormati danmenghargai pendapat masing-masing. Akan tetapi, para pengikut ke tiga Hijriah, berkeyakinanbahwa pendapat gurunya(imamnya)lah yang benar, dan bahkan hal tersebut sampai menimbulkan bentrokkan pendapat yang semakin meruncing.Diantara pengikut mazhab yang fanatic, akhirnya menciptakan hadis-hadis palsu dala rangka mendukung mazhabnya dan menjatuhkan mazhab lawannya.
Di antara mazhab Ilmu Kalam, khususnya Mu’tazilah, sangat memusuhi ulama hadis sehingga terdoronguntuk menciptakan hadis-hdis palsu dalam rangka memaksakan pendapa mereka. Hal ini terutama setelah Khalifah al-Ma’mun berkuasa dan mendukung golongan Mu’tazilah.
Perbedaan pendapat mengenai kemahlukan al-Quran menyebabkan Imam ibn Hanbal, seorang tokoh ulama hadis, terpaksa di penjarakan dan disiksa. Keadaan ini berlanjut terus menerus pada masa pemerintahan al-Mu’tashin (w.227 H ) dan al-Wastiq (w.232 H ) dan barulah setelah pemerintahan Khalifah al-Mutawakkil, yang mulai memerintah pada tahun 232 H, keadaan berubah dan menjadi positif bagi ulam hadis.
Penciptaan hadis-hadis palsu tidak hanya dilakukkan  oleh mereka yang fanatic mazhab, tetapi momentum pertentangan mazhab tersebut dimanfaatkan ileh kaum zindik yang sangat memusuhi Islam, untuk menciptakan hadis-hadis palsu dalam rangka merusak ajaran Islam dan menyesatkan kaum Muslimin.
Upaya Melestarikan Hadis
a.       Perlawatan ke daerah-daerah
b.      Pengklasifikasian hadis kepada marfu’, mawquf, maqthu’
c.       Peyeleksian kualitas hadis dan pengklasifikasiannya kepada, shahih, hasan dan dhaif.

D. Kedudukan dan Urgensi
a.  Nasihat untuk agama
b.  Menjaga Sunnah nabi Muhammad Rasulullah saw
c. Untuk memisahkan atau membedakan apa yang terdapat di dalam diri seorang perawi dari             kesalahann, lupa dan keraguan pada dirinya
d.  Untuk membedakan mana hadis yang cacat dan mana hadis yang terhindar dari cacat.                                                             
E.       Perbedaan pendapat Ulama
Ulama hadis umumunya menyatakan,’ilal hadis kebanyakan berbentuk:
Sanad tampak muttashil dan marfu’ ternyata muttashil tetapi mwquf
Sanad yang tampak muttashil dan marfu’, teryata muattasil tetapi mursal (hanya sampai ke al-tabi’iy)
Terjadi percampuran hadis dengan bagian hadis lain
Terjadi kesalahan penyebutan periwayat, karena ada lebih dari seorang periwayat memiliki kemiripan nama sedang kualitasnya tidak sama-sama siqat.
Pada sanad hadis yang disebutkan diatas pada bagian pertama merupakan sanad ahdis terputus, untuk bagian yang kedua ’ilal yang disebutkan terakahir berupa periwayat  tidak dhabith.
            ‘ilal al-hadis adalaha kitab-kitab hadis yang disusun untuk menghimpun hadis yang memiliki cacat, disertai penjelasan tentang cacatnya itu. Penyusunan kitab sejenis ini bagi para muhadissin merupakan puncak prestasi kerjanya karena pekerjaan ini membutuhkan ketekunan, kerja keras dan tabah dalam waktu yang cukup panjang dalam meneliti sanad, memusatkan pengkajian, dan mengulanginya untuk mendapatkan kesimpulan atas samara-samar yang terdapat hadis tersebut sehinnga terlihat pada bentuk luarnya mengesankan bahwa hadis bersangkutan shahih.

BAB III
SIMPULAN

Ilmu ‘ilal al-hadis merupakan ‘ilmu yang sangat penting, ‘ilmu ini tumbuh dan berkembang esuai keadaan yang terjadi pada saat itu, banyak hadis-hadis palsu yang tersebar, sehinngga perlu meneliti hadis-hadis palsu agar tidak tercampur dengan hadis yang shahih.
Hadis cacat adalah hadis yang tersembunyi secara kecacatannya, apabila hanya dilihat secara zhahir tentu tidak terlihat kecacatan hadis tersebut, perlu ketelitian dalam meneliti hadis yang dianggap cacat.
Hadis cacat adalah hadis yang tidak bisa dijadikan hujjah, karena sanad yang tidak bersambung hanya akan menimbulkan kedustaan dalam menyampaikan hadis, begitupula matn yang cacat, karena matn yang cacat, termasuk aneh tidak masuk akal tentulah tidak bisa dijadikan hujjah.
‘ilal hadits bisa terjadi pada sanad, matn dan bisa pula terjadi pada dua-duanya.

DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shiedieqy, M. Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. 1954. Jakarta : Bulan Bintang
Ismail, M. Syuhudi. Kaedah Keshahihan Sanad Hadis. 1995. Jakarta : Bulan Bintang
Muhammad  Ajjaj al-Khatib. Ushul al-Hadis. 1981. Beirut :Dar Fikri
Nuruddin ITR.  Manhaju Naqdli fil Ulumul Hadis, 1997. Beirut : Dar Fikri
Nuruddin ITR. Ulum al-Hadis 1. 1997. Bandung. PT Remaja Rosdakarya
Syarif Mahmud al-Qudhah. al-Manhaj hajul hadis fil uluml hadis . 2003. Kuala Lumpur : Dar tajadid at-Toba’atu wa nasru wa tarjamtu
Wahid, Ramli Abdul. Studi Pengantar Ilmu Hadis. 2005. Bandung : Cita Pustaka Media
Yuslem, Nawir. Ulumul Hadis. 2001. Jakarta : PT Mutiara Sumber Media

Tidak ada komentar:

Posting Komentar